Polemik Pabrik Semen di Wonogiri: Warga Menolak, Pemerintah Bertahan
- Polemik pendirian pabrik semen di Pracimantoro, Wonogiri, mendapat dukungan dari pemerintah daerah namun menimbulkan penolakan warga yang merasa terancam hak dan lingkungan hidup mereka.
- Investasi pabrik semen senilai Rp6 triliun oleh PT Anugerah Andalan Asia menuai ketidaksetujuan dari sebagian warga. Mereka menuding proses AMDAL dilakukan tanpa transparansi dan partisipasi warga.
- Dinas Lingkungan Hidup Jawa Tengah membantah tuduhan adanya pelanggaran dalam proses izin AMDAL, namun warga khawatir akan kerusakan ekosistem karst, polusi debu, dan ancaman terhadap sumber air bersih.
Wonogiri, IDN Times - Polemik soal pendirian pabrik semen di Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, terus bergulir. Di tengah dukungan pemerintah daerah terhadap investasi itu, penolakan keras justru datang dari sebagian warga yang merasa hak dan lingkungan hidup mereka terancam.
1. Ahmad Luthfi buka jalan pendirian pabrik semen

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, dalam beberapa kesempatan menyatakan dukungan terhadap masuknya investasi di daerah dengan angka kemiskinan tinggi, termasuk Wonogiri.
"Investasi kita kawal, asal aturan-aturannya dipenuhi," ujar Luthfi saat menerima perwakilan PT Anugerah Andalan Asia (AAA) pada 11 Maret 2025 lalu.
Seperti diketahui, PT Anugerah Andalan Asia berencana membangun pabrik semen dengan nilai investasi Rp6 triliun dan target serapan tenaga kerja hingga 2.400 orang. Pembangunan pabrik itu ditujukan di lahan seluas 123,315 hektare (ha), dan untuk kegiatan penambangan batu gamping di lahan seluas 186,13 hektare.
Di lapangan, suara warga tidak sepenuhnya sejalan. Paguyuban Tali Jiwo (Tolak Ambisi Liar Industri Jagat Ijo Wasis Aji) yang terdiri dari warga empat desa — Watangrejo, Suci, Sambiroto, dan Gambir Manis — menyatakan ketidaksetujuannya. Mereka menuding proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dilakukan tanpa transparansi dan partisipasi warga.
2. Amdal yang sah tapi dipertanyakan

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah membantah tuduhan adanya pelanggaran. Kepala DLHK, Widi Hartanto menegaskan, lokasi tambang berada di luar Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunung Sewu yang dilindungi, sehingga secara teknis penerbitan izin Amdal sudah sesuai prosedur.
Dokumen Amdal diterbitkan pada 5 Juli 2024. Direktur PT Anugerah Andalan Asia, Suwadi Bing Andi, juga menyebut bahwa prosesnya memakan waktu hampir setahun akibat revisi dan konsultasi publik.
Warga mengeklaim tidak pernah diajak dalam proses konsultasi. Ia menuding, survei dilakukan sembunyi-sembunyi tanpa menjelaskan tujuan.
3. Kekhawatiran soal ekologi, sosial, dan ekonomi

Penolakan warga berakar pada kekhawatiran terhadap kerusakan siklus hidrologi ekosistem karst, polusi debu, hingga ancaman terhadap sumber air bersih. Penambangan batu gamping dalam proyek tersebut dikhawatirkan akan mempercepat degradasi karst.
Aktivitas penambangan menggunakan metode blasting (peledakan) juga dikhawatirkan akan menyebabkan polusi udara dan gangguan kesehatan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, dalam 20 tahun terakhir, luas kawasan karst Gunung Sewu menyusut dari 1.363 kilometer persedi (km²) menjadi 1.100 km².
Di Wonogiri sendiri, luasan karst berkurang drastis, dari 338 km² menjadi hanya 162,8 km².