Gagal Bangkit, Orderan Pabrik Garmen dan Tekstil di Jateng Terjun Bebas

Pengusaha Jateng berharap ada perubahan

Semarang, IDN Times - Lantaran tidak bisa pulih pasca pandemik COVID-19, sejumlah pabrik garmen dan tekstil di Jawa Tengah saat ini mengalami penurunan pesanan dari buyer luar negeri.

Tak tanggung-tanggung, berdasarkan catatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), orderan yang diterima pabrik garmen dan tekstil turun hingga 60 persen ketimbang kondisi dua tahun silam. 

Baca Juga: Badai PHK, Apindo: 1 Juta Pekerja Kehilangan Pekerjaan Selama 2022

1. Pabrik garmen dan tekstil terganggu

Gagal Bangkit, Orderan Pabrik Garmen dan Tekstil di Jateng Terjun BebasIlustrasi perusahaan garmen. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Ketua Apindo Jawa Tengah, Frans Kongi menuturkan tren penurunan pesanan dari luar negeri dialami mayoritas pemilik pabrik garmen dan tekstil lantaran sulitnya memperbaiki kondisi perekonomian pasca diterpa pandemik tiga tahun belakangan. 

"Kalau kita lihat industri garmen kita masih terganggu. Pesanan dari luar negeri sangat kurang. Itu juga dialami pabrik-pabrik tekstil, pabrik alas kaki dan pabrik perkayuan. Yang pasti permintaan para buyer Eropa dan Amerika turun drastis," kata Frans ketika berbincang dengan IDN Times, Jumat (9/6/2023).

2. Pesanan buyer luar negeri berkurang 60 persen

Gagal Bangkit, Orderan Pabrik Garmen dan Tekstil di Jateng Terjun BebasSuasana pabrik tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo Jawa Tengah. IDN Times/Anggun Puspitoningrum.

Frans menyebutkan walau pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah bergerak mendekati 5 persen, akan tetapi kondisi tersebut tak serta-merta bisa berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi di sektor industri manufaktur. 

Menurut Frans, berkurangnya orderan dari Eropa dan Amerika karena konsumsi masyarakat setempat terganggu dengan adanya perang yang melibatkan Rusia-Ukraina. 

Perang Rusia-Ukraina juga telah memperburuk ekonomi makro di mayoritas negara Eropa. Sehingga masyarakat Eropa cenderung memilih menyimpan uangnya ketimbang melakukan kegiatan berbelanja. 

"Kita akui karena muncul masalah ekonomi di Eropa akibat perang Rusia-Ukraina, jadinya kegiatan konsumsi warganya jauh berkurang. Jumlah buyer yang pesan barang kepada pengusaha Jawa Tengah ikut-ikutan menurun. Dari catatan kinerja industri Jateng pada triwulan pertama tahun ini, sudah ada penurunan pesanan sampai 60 persen. Ternyata ini benar-benar diluar prediksi," ujar Frans. 

3. Sulit bangkit pasca pandemik

Gagal Bangkit, Orderan Pabrik Garmen dan Tekstil di Jateng Terjun BebasSuasana pabrik tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo Jawa Tengah. IDN Times/Anggun Puspitoningrum.

Adanya perang Rusia-Ukraina ditambah lagi perekonomian yang tak kunjung membaik, katanya membuat industri garmen dan tekstil wilayah Jawa Tengah menjadi kesulitan bangkit. 

"Memang karena ada pandemik dan perang Rusia ini untuk bangkit menjadi sudah sekali. Kita mau tumbuh tapi perag Rusia sangat pengaruhi kegiatan ekspor kita. Ya apalagi barang tekstil impor banyak masuk dengan harga murah. Ada juga yang ilegal. Praktis semua faktor ini sangat mempengaruhi pasar tekstil dan pasar garmen," keluhnya. 

4. Apindo: Tetap optimis terhadap perubahan

Gagal Bangkit, Orderan Pabrik Garmen dan Tekstil di Jateng Terjun BebasKeria Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Frans pun memastikan rata-rata omzet pabrik garmen dan tekstil turun sekitar 30-50 persen. Pemilik pabrik yang paling terdampak berada di area Semarang Raya, Soloraya dan Pekalongan. Wilayah tersebut selama ini dikenal sebagai pusatnya industri garmen Jawa Tengah. 

"Yang paling terdampak di Semarang Raya, Soloraya dan Pekalongan. Itu sentranya tekstil. Mau gak mau ya kita dorong mereka buat cari pasar dalam negeri. Soalnya omzetnya turun 30-50 persen," bebernya. 

Disinggung apakah penurunan oderan dari luar negeri menjadi pertanda jika ekonomi Jateng sedang lesu, Frans mengaku masih optimistis menatap perkembangan untuk beberapa tahun mendatang. 

"Harapan kita tetap optimis terhadap perubahan. Kita memang ada gangguan ekonomi. Tapi buruh yang di-PHK, tidak banyak. Jateng lagi ada penurunan aja. Cuman gak terlalu loyo," pungkasnya. 

Baca Juga: Pekerja yang Kena PHK Tembus 13 Ribu, Terbanyak Jabar dan Jateng

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya