Jemput Bola Pupuk Indonesia Layani Petani Lereng Merapi dan Merbabu

- Pendekatan proaktif "jemput bola" memastikan pupuk sampai ke petani yang kesulitan akses transportasi, fisik, dan geografi.
- Tantangan di lereng gunung Desa Pucang menyebabkan petani kesulitan mengangkut pupuk dari kios dengan biaya tambahan yang memberatkan.
- Strategi jemput bola Pupuk Indonesia melibatkan kunjungan lapangan, koordinasi dengan kios pengecer, dan layanan pengantaran pupuk bagi petani yang kesulitan mobilitas.
Magelang, IDN Times — Roda mobil bak terbuka berputar pelan melewati bebatuan yang berserakan di jalan menanjak. Fatkhur Arif, petugas Pusat Pelayanan dan Supervisi Terpadu (PPST) dari UD Jambul, dengan cekatan mengendalikan kemudi.
Di belakang kendaraannya, puluhan karung pupuk bersubsidi tertumpuk rapi, siap diantarkan langsung ke tangan petani di Desa Purwosari, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Senin (22/12/2025) pagi itu, matahari bersinar cerah di kawasan lereng antara Gunung Merapi dan Merbabu. Namun, medan jalan berkata lain.
Tanjakan curam, bebatuan tajam, dan bekas genangan hujan semalam menjadi tantangan tersendiri. Bagi Fatkhur, pemandangan itu sudah menjadi keseharian. Tugasnya satu: memastikan pupuk sampai ke petani yang selama ini kesulitan menjangkau kios pengecer.
"Kami tidak hanya duduk menunggu laporan. Saya juga turun langsung ke sawah, ke rumah mereka, berbicara dengan petani, dan mengidentifikasi kendala-kendala apa yang mereka hadapi. Tujuan saya satu, bagaimana caranya petani siapa pun itu, bisa menebus pupuk, gampang mendapatkan pupuk, dan menggunakannya," kata Fatkhur kepada IDN Times.
Apa yang dilakukan Fatkhur merupakan wujud nyata strategi "jemput bola" yang digagas PT Pupuk Indonesia (Persero). Pendekatan proaktif itu mengubah paradigma pelayanan dari model "menunggu" menjadi "mendatangi", memastikan pupuk bersubsidi sampai ke tangan petani yang terkendala akses transportasi, fisik, maupun geografi.
Tantangan di Balik Keindahan Lereng Gunung
Desa Pucang memiliki pemandangan alam yang memukau. Hamparan sawah berundak dengan latar belakang dua gunung megah menjadi daya tarik tersendiri. Meski demikian, keindahan itu menyimpan tantangan berat bagi para petani setempat.
Terletak di ketinggian sekitar 327--382 meter di atas permukaan laut (mdpl), sebagian besar lahan pertanian berada di lereng-lereng yang hanya bisa dijangkau dengan susah payah. Kondisi jalan menanjak, berbatu, dan kerap licin saat musim hujan membuat perjalanan ke kios pengecer pupuk menjadi perjuangan tersendiri.

Muhammad Amanullah, Bendahara Kelompok Tani Maju Mulyo, merasakan betul kesulitan tersebut selama bertahun-tahun.
"Dulu kami harus menyewa ojek atau meminjam kendaraan tetangga untuk mengangkut pupuk dari kios. Biayanya lumayan, belum lagi tenaga yang terkuras," aku Amanullah.
Biaya sewa ojek barang berkisar Rp30.000 hingga 50.000 per perjalanan. Bagi petani dengan lahan sempit dan margin keuntungan tipis, pengeluaran tambahan tersebut cukup memberatkan. Belum lagi risiko kerusakan karung pupuk jika melewati jalan yang terlalu terjal.
Akibatnya, tidak sedikit petani yang terlambat menebus pupuk. Padahal, ketepatan waktu pemupukan sangat menentukan keberhasilan panen. Keterlambatan satu minggu saja pada fase vegetatif tanaman padi dapat menurunkan produktivitas hingga 10--15 persen.

Data Ombusdman RI mengonfirmasi persoalan itu. Hambatan geografis--khususnya di wilayah dengan infrastruktur terbatas--menyebabkan sekitar 16 persen petani mengalami keterlambatan penebusan pupuk. Sementara itu, 19 persen kios pengecer di wilayah serupa melaporkan kendala distribusi yang sama.
Situasi tersebut menciptakan paradoks. Alokasi pupuk subsidi nasional untuk tahun 2025 mencapai 9,55 juta ton per tahun, tetapi distribusi fisik ke petani masih terhambat oleh infrastruktur transportasi yang lemah.
Tiga Pilar Strategi Jemput Bola

Merespons tantangan tersebut, Pupuk Indonesia merancang strategi jemput bola yang terintegrasi. Di Desa Pucang, implementasinya berjalan melalui tiga mekanisme utama.
Pertama, petugas lapangan PPST secara rutin melakukan kunjungan langsung ke kelompok tani. Kunjungan itu tidak sekadar formalitas, melainkan dialog dua arah untuk memverifikasi kebutuhan dan memastikan ketersediaan pupuk sesuai jadwal tanam. Petugas--seperti Fatkhur--ikut mengidentifikasi kendala spesifik yang dihadapi masing-masing kelompok tani.
Yang kedua, koordinasi intensif dengan kios pengecer resmi untuk mengatur jadwal distribusi yang sinkron dengan kalender tanam petani. Sinkronisasi tersebut penting karena kebutuhan pupuk berbeda-beda di setiap fase pertumbuhan tanaman. Pupuk yang datang terlalu awal atau terlambat sama-sama bermasalah.

Terakhir, atau yang ketiga, penyediaan layanan pengantaran pupuk bagi petani yang mengalami kendala mobilitas. Layanan itulah yang dijalankan Fatkhur--membawa pupuk langsung ke area persawahan dan perbukitan, bahkan rumah petani, untuk menjangkau mereka yang selama ini kesulitan datang ke kios PPST.
Tebus KTP: Memangkas Birokrasi yang Menyulitkan
Transformasi Pupuk Indonesia tidak berhenti pada distribusi fisik. Perusahaan pelat merah itu juga memangkas kerumitan administrasi melalui kebijakan "Tebus KTP".
Sebelumnya, petani wajib menggunakan Kartu Tani untuk menebus pupuk bersubsidi. Meski dirancang untuk digitalisasi dan mencegah penyimpangan, implementasi Kartu Tani kerap menemui kendala teknis. Misalnya kartu hilang, lupa PIN, mesin EDC yang tidak bisa mendeteksi kartu hingga sinyal internet yang tidak stabil, menjadi masalah klasik yang membuat petani gagal menebus pupuk tepat waktu.

Data Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, sekitar 16 persen petani yang berhak menerima subsidi--terutama di daerah pegunungan dan jauh dari perkotaan seperti di Kabupaten Magelang-- tidak memiliki Kartu Tani atau menghadapi kendala teknis dalam penggunaannya.
Pada 2024, Satgassus Pencegahan Polri menemukan sekitar 4.000 petani di Kabupaten Magelang yang sudah terdaftar di e-RDKK, tapi belum mendapatkan kartu tani, tidak bisa menebus pupuk bersubsidi.
Tetapi kini, petani cukup membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk menebus jatah pupuk. Petugas kios PPST memverifikasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) petani dengan data di sistem e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) yang terintegrasi dalam aplikasi i-Pubers.
Sistem itu dirancang fleksibel dan berorientasi pada solusi. Jika terdapat perbedaan data antara KTP dan sistem, petani masih dapat dilayani dengan dokumen pendukung seperti Kartu Keluarga atau Surat Keterangan dari Kepala Desa.

Untuk petani yang sakit, lanjut usia, atau berhalangan tetap, penebusan dapat diwakilkan oleh keluarga atau ketua kelompok tani dengan surat kuasa. Mekanisme ini dilengkapi pengamanan digital berupa foto diri penerima kuasa dan barang yang ditebus di lokasi kios, menjamin transparansi sekaligus akuntabilitas.
Kamsiah (70), petani di Desa Candiretno yang selama ini kesulitan mengurus Kartu Tani, merasakan langsung manfaat kebijakan tersebut.
"Sekarang lebih gampang. Bawa KTP saja sudah bisa," ungkapnya dengan nada lega.
Bagi petani seusia Kamsiah, kesederhanaan prosedur bukan sekadar kenyamanan. Proses yang berbelit-belit kerap membuat mereka enggan atau bahkan menyerah menebus pupuk yang menjadi hak mereka.
Tulang Punggung di Balik Layar
Kombinasi strategi jemput bola dan kemudahan Tebus KTP memberikan dampak nyata yang terukur.
Hasil kajian Ombusdman RI soal inovasi tata kelola pupuk bersubsidi tersebut menunjukkan hasil menggembirakan. Sebanyak 84 persen petani melaporkan ketersediaan pupuk sesuai jadwal kebutuhan tanam. Sementara 93 persen petani berhasil menebus pupuk di kios yang ditentukan tanpa harus keluar wilayah.

Keberhasilan strategi jemput bola ikut ditopang oleh sistem logistik terintegrasi. PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) mengoperasikan armada 9 kapal dan ribuan armada truk untuk menjangkau berbagai wilayah di Indonesia.
Armada tersebut melayani distribusi ke Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Sumatera Selatan. Untuk wilayah dengan kondisi geografis menantang, PILOG bermitra dengan transporter lokal yang memahami medan setempat.
Integrasi logistik tersebut memastikan pupuk tidak hanya tersedia di gudang atau kios, tetapi benar-benar sampai ke tangan petani yang membutuhkan. Pendekatan menyeluruh dari hulu ke hilir tersebut meminimalkan risiko penumpukan stok di satu titik sementara wilayah lain kekurangan.
Memperkuat Fondasi Kedaulatan Pangan

Senja mulai turun di Desa Pucang. Fatkhur Arif sudah menyelesaikan rute pengantarannya hari itu. Puluhan karung pupuk kini berpindah tangan ke petani-petani yang menunggu dengan antusias. Mereka tidak perlu lagi menempuh perjalanan jauh atau mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi.
Transformasi yang dilakukan Pupuk Indonesia tersebut merupakan bagian dari upaya mewujudkan industri pupuk yang modern, efisien, dan akuntabel. Dengan mengoptimalkan distribusi last-mile, memastikan transparansi data penebusan secara real-time, dan mengubah mindset pelayanan dari pasif menjadi proaktif, perusahaan holding yang berdiri 3 April 2012 itu berkontribusi langsung memperkuat fondasi ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

Bagi petani seperti Amanullah, perubahan tersebut sangat berarti. Ia kini bisa fokus mengurus tanaman tanpa pusing memikirkan cara mengangkut pupuk dari kios yang jauh.
"Kalau pupuk gampang didapat, kami tinggal kerja keras di sawah. Hasilnya insyaallah lebih baik," tutupnya penuh harap.


















