Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Tanda Kamu Mengalami Main Character Syndrome, Haus Atensi!

ilustrasi bekerja (pexels.com/Alexander Suhorucov)

Pernah gak sih, kamu merasa seperti tokoh utama dalam film kehidupanmu sendiri? Seolah-olah dunia berputar mengelilingimu dan semua kejadian punya makna khusus untukmu? Kalau iya, bisa jadi kamu sedang mengalami yang namanya main character syndrome.

Main character syndrome adalah fenomena psikologis di mana seseorang merasa dirinya adalah tokoh utama dalam kehidupan, seolah-olah dunia berputar mengikuti alur ceritanya. Kondisi ini bikin seseorang memandang segala kejadian dalam hidup sebagai bagian dari narasi pribadi yang dramatis, bahkan cenderung membuat mereka jadi pusat perhatian dalam setiap situasi sosial.

Meski terdengar seperti istilah klinis, main character syndrome sebenarnya bukan gangguan mental yang diakui secara resmi, melainkan fenomena perilaku yang dipopulerkan melalui media sosial. Nah, biar kamu bisa lebih aware, yuk simak lima tanda kamu mungkin sedang mengalami main character syndrome!

1. Kamu sering menganggap kejadian sehari-hari sebagai bagian dari plot dramatis

ilustrasi bekerja (pexels.com/Mikhail Nilov)

Orang dengan main character syndrome cenderung melihat peristiwa biasa sebagai momen penuh makna dalam "film" kehidupan mereka. Keterlambatan bus, hujan tiba-tiba, atau pertemuan tak sengaja dengan orang asing dianggap sebagai plot twist atau foreshadowing untuk kejadian besar di masa depan. Kamu bahkan mungkin sering berpikir "Ini pasti terjadi karena alasan tertentu" atau "Takdir sedang mengarahkanku pada sesuatu yang penting."

Selain itu, kamu juga cenderung membingkai ulang kenangan dan pengalaman pribadi menjadi narasi yang lebih dramatis saat menceritakannya ke orang lain. Cerita tentang konflik kecil di kantor bisa berubah jadi perjuangan epic melawan ketidakadilan, atau pertemuan biasa dengan teman lama disampaikan seperti adegan reunifikasi penuh air mata dalam drama Korea. Kemampuanmu mendramatisir kejadian sehari-hari ini seringkali bikin orang lain merasa kamu terlalu berlebihan atau mencari perhatian.

2. Kamu merasa semua orang memperhatikan atau membicarakan dirimu

ilustrasi bekerja (pexels.com/Ivan Samkov)

Salah satu tanda kuat main character syndrome adalah perasaan bahwa kamu selalu jadi pusat perhatian, meski kenyataannya gak begitu. Ketika masuk ke ruangan, kamu merasa semua mata tertuju padamu. Saat teman-teman berbisik, kamu langsung berpikir mereka pasti sedang membicarakanmu. Bahkan ketika seseorang mem-posting sesuatu di media sosial yang terdengar familiar, kamu yakin itu ditujukan untukmu secara terselubung.

Perasaan ini sering bikin kamu jadi overthinking tentang apa yang orang lain pikirkan tentangmu. Kamu menghabiskan banyak energi mental untuk memikirkan kesan apa yang kamu tinggalkan setelah interaksi sosial, atau bagaimana kamu tampil di mata orang lain. Obsesi terhadap pandangan orang lain ini bukan hanya melelahkan, tapi juga mencegahmu untuk benar-benar present dan menikmati momen yang sedang terjadi. Alih-alih mendengarkan dengan tulus saat orang lain berbicara, pikiranmu sibuk menyiapkan respon yang akan membuatmu terlihat pintar atau menarik.

3. Kamu sering membagikan momen privat di media sosial dengan caption filosofis

ilustrasi bekerja (pexels.com/Tony Schnagl)

Media sosial jadi panggung utama bagi orang dengan main character syndrome. Kamu suka membagikan momen-momen pribadi yang sebenarnya biasa saja, tapi dibalut dengan caption mendalam atau quote filosofis yang seolah memberikan makna lebih. Foto secangkir kopi pagi bisa disertai refleksi panjang tentang perjalanan hidup, atau selfie biasa dihiasi quote tentang self-love dan penerimaan diri yang terkesan dipaksakan.

Yang lebih mencolok, konten yang kamu bagikan selalu dikemas untuk memaksimalkan reaksi dan engagement. Kamu sangat memperhatikan timing posting, filter yang digunakan, dan kata-kata yang dipilih agar tercipta personal branding tertentu. Bahkan saat sedang bersedih atau mengalami kesulitan, kamu merasa terdorong untuk mendokumentasikannya di media sosial, bukan untuk mencari dukungan, tapi untuk membangun narasi tentang perjuangan dan ketangguhan. Kebiasaan ini mencerminkan kebutuhan akan validasi eksternal dan keinginan untuk membuat hidupmu terlihat seperti film yang layak ditonton orang banyak.

4. Kamu sulit menerima kalau gak jadi fokus utama dalam percakapan atau kegiatan

ilustrasi berbincang (pexels.com/Alexander Suhorucov)

Orang dengan main character syndrome seringkali merasa gak nyaman saat gak menjadi pusat perhatian dalam interaksi sosial. Ketika percakapan group bergeser ke topik yang gak kamu kuasai atau gak melibatkanmu secara langsung, kamu merasa gelisah dan mencari cara untuk mengarahkan pembicaraan kembali padamu. Ini bisa berupa mengubah topik tiba-tiba, membagikan pengalaman pribadi yang gak relevan, atau bahkan menciptakan drama kecil untuk menarik perhatian.

Dalam setting kerja atau proyek kelompok, kamu cenderung mengambil alih diskusi dan frustrasi kalau ideamu gak jadi prioritas utama. Kamu mungkin juga merasa terganggu saat kolega atau teman mendapat pujian atau pengakuan, dan diam-diam berpikir bahwa seharusnya kamulah yang mendapat spotlight tersebut. Perilaku ini bukan hanya bikin orang lain merasa gak dihargai, tapi juga bisa merusak dinamika tim dan menghambat kolaborasi yang sehat. Tanpa disadari, kamu menciptakan lingkungan di mana orang lain merasa harus bersaing untuk didengar.

5. Kamu membuat keputusan berdasarkan apa yang terlihat bagus dalam 'cerita hidupmu'

ilustrasi bekerja (pexels.com/Arina Krasnikova)

Ketika memiliki main character syndrome, keputusan yang kamu ambil sering didasarkan pada bagaimana hal itu akan terlihat dalam narasi hidupmu, bukan pada apa yang benar-benar kamu butuhkan atau inginkan. Kamu mungkin memilih pekerjaan, hobi, atau bahkan pasangan berdasarkan bagaimana mereka akan melengkapi "karakter" yang sedang kamu bangun. Misalnya, kamu memilih belajar bermain gitar bukan karena memang suka musik, tapi karena membayangkan dirimu terlihat keren saat memainkannya di depan teman-teman.

Kamu juga cenderung menghindari keputusan yang terlihat "biasa" atau mainstream, meski itu mungkin pilihan terbaik untukmu. Sebaliknya, kamu tertarik pada path yang lebih dramatis atau unconventional karena terdengar lebih menarik saat diceritakan. Bahkan saat menghadapi masalah serius, kamu lebih fokus pada bagaimana kamu akan menceritakan pengalaman itu nantinya, daripada benar-benar mencari solusi efektif. Pola pikir ini bisa jadi berbahaya karena keputusan hidup gak didasarkan pada realita atau kebutuhan sejati, melainkan pada fantasi tentang bagaimana hidupmu seharusnya terlihat.

Jadi, kalau kamu menemukan beberapa tanda di atas dalam dirimu, gak perlu panik. Mulai dengan mengakui bahwa dunia gak berputar di sekelilingmu, dan belajarlah untuk mendengarkan cerita orang lain dengan tulus. Ingat, film terbaik gak hanya punya karakter utama yang kuat, tapi juga karakter pendukung yang bikin ceritanya jadi lebih kaya dan bermakna. Semoga bermanfaat!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bandot Arywono
EditorBandot Arywono
Follow Us