Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Tambang Bisa Menjadi Biang Keladi Kepunahan Spesies? Ini Alasannya

ilustrasi lokasi pertambangan (pexels.com/Tom Fisk)
ilustrasi lokasi pertambangan (pexels.com/Tom Fisk)
Intinya sih...
  • Tambang mengubah habitat alami yang jadi tempat tinggal satwa
  • Polusi dari aktivitas tambang bisa merusak kualitas udara dan air
  • Fragmentasi habitat akibat tambang membatasi pergerakan hewan liar

Kehadiran industri tambang sering dianggap sebagai kemajuan pembangunan. Aktivitas tersebut menyumbang pemasukan besar bagi negara dan membuka banyak lapangan pekerjaan. Namun, di balik manfaat ekonominya, ada konsekuensi lingkungan yang tidak bisa diabaikan. Alam yang menjadi tempat hidup berbagai makhluk hidup ikut terganggu akibat eksploitasi besar-besaran.

Banyak kasus menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan dari tambang berdampak langsung pada kelangsungan hidup flora dan fauna. Wilayah yang dulunya hutan lebat berubah jadi gundul dan tandus. Air tercemar, udara kotor, dan satwa kehilangan habitatnya. Jika kondisi itu terus berlanjut, kepunahan spesies bukan lagi sekadar kemungkinan, tapi ancaman nyata.

Berikut alasan mengapa tambang bisa jadi penyebab kepunahan spesies!

1. Penambangan mengubah habitat alami yang jadi tempat tinggal satwa

ilustrasi lokasi pertambangan (pexels.com/Tom Fisk)
ilustrasi lokasi pertambangan (pexels.com/Tom Fisk)

Aktivitas tambang seringkali dilakukan di kawasan yang kaya akan sumber daya alam. Sayangnya, kawasan tersebut juga biasanya menjadi rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna. Ketika tambang dibuka, vegetasi yang ada ditebang dan tanah digali besar-besaran. Dampaknya, habitat alami pun rusak.

Hilangnya tempat tinggal membuat banyak hewan kehilangan tempat berlindung dan mencari makan. Spesies yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami penurunan populasi secara drastis. Dalam jangka panjang, hal itu bisa menyebabkan kepunahan, apalagi untuk hewan-hewan endemik yang hanya hidup di lokasi tersebut.

2. Polusi dari aktivitas tambang bisa merusak kualitas udara dan air

ilustrasi lokasi pertambangan (pexels.com/Tom Fisk)
ilustrasi lokasi pertambangan (pexels.com/Tom Fisk)

Selain merusak habitat, aktivitas tambang juga menghasilkan berbagai polusi. Salah satunya adalah debu dan partikel berbahaya yang beterbangan di udara. Polusi tersebut bisa memengaruhi pernapasan satwa, terutama burung dan mamalia kecil. Lingkungan yang dulunya bersih berubah jadi tidak sehat untuk ditinggali.

Tambang juga sering mencemari sumber air. Limbah kimia dari proses tambang dapat meresap ke sungai dan danau. Ikan-ikan dan organisme air lainnya sangat sensitif terhadap perubahan kualitas air. Jika air tercemar, rantai makanan terganggu, dan populasi hewan air bisa menurun drastis.

3. Suara bising dan getaran dari tambang mengganggu sistem navigasi satwa

ilustrasi suara bising dari mesin penambangan (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi suara bising dari mesin penambangan (pexels.com/Pixabay)

Mesin tambang menghasilkan suara bising dan getaran yang intens. Hal itu bukan hanya mengganggu manusia, tapi juga satwa liar. Beberapa spesies, seperti kelelawar dan lumba-lumba, sangat bergantung pada suara untuk bernavigasi. Suara bising bisa membuat mereka tersesat atau kesulitan berburu.

Tak hanya itu, getaran dari ledakan tambang juga bisa memicu kepanikan pada hewan. Mereka jadi stres dan meninggalkan habitat yang sebenarnya masih layak huni. Jika kondisi tersebut berlangsung terus-menerus, populasi satwa akan terus menurun tanpa sempat beregenerasi secara alami.

4. Fragmentasi habitat akibat tambang membatasi pergerakan hewan liar

ilustrasi habitat hewan yang rusak (pexels.com/Volker Braun)
ilustrasi habitat hewan yang rusak (pexels.com/Volker Braun)

Tambang sering kali menciptakan “kawasan terlarang” bagi satwa liar. Jalan-jalan besar dan zona industri memisahkan satu wilayah hutan dengan wilayah lainnya. Inilah yang disebut fragmentasi habitat, sebuah kondisi ketika habitat terpecah-pecah dan tidak lagi terhubung.

Akibatnya, hewan kesulitan untuk berpindah tempat mencari makan, pasangan, atau berlindung dari predator. Populasi jadi terisolasi dan sulit berkembang biak. Dalam kasus ekstrem, fragmentasi itu dapat menyebabkan punahnya subspesies tertentu karena tidak adanya pertukaran gen.

5. Spesies endemik paling rentan terdampak penambangan

ilustrasi burung maleo di penangkaran (vecteezy.com/Rezza Minanti)
ilustrasi burung maleo di penangkaran (vecteezy.com/Rezza Minanti)

Spesies endemik adalah spesies yang hanya ditemukan di wilayah tertentu dan tidak ada di tempat lain. Jika tambang dibangun di area tempat spesies endemik hidup, maka mereka sangat berisiko punah. Karena tidak bisa pindah ke tempat lain, keberlangsungan hidup mereka bergantung pada kondisi lokal.

Beberapa contoh nyata sudah terjadi. Burung Maleo di Sulawesi dan Orangutan Tapanuli di Sumatra adalah contoh spesies yang terancam karena habitatnya dibuka untuk pertambangan. Mereka sulit bertahan karena tidak punya alternatif habitat lain. Jika tidak ada langkah perlindungan, kepunahan tinggal menunggu waktu.

6. Regulasi dan pengawasan masih lemah di banyak wilayah tambang

ilustrasi lokasi pertambangan (unsplash.com/Team Kiesel)
ilustrasi lokasi pertambangan (unsplash.com/Team Kiesel)

Sayangnya, banyak aktivitas tambang yang dilakukan tanpa perencanaan matang atau pengawasan ketat. Beberapa dilakukan secara ilegal atau menyalahi aturan lingkungan. Hal tersebut membuat dampaknya terhadap alam makin parah dan sulit dikendalikan.

Padahal, dengan regulasi yang tepat, beberapa dampak buruk bisa dikurangi. Misalnya dengan menerapkan sistem reklamasi lahan, pengolahan limbah yang aman, atau zona konservasi di sekitar area tambang. Namun dalam praktiknya, hal-hal itu sering kali diabaikan demi keuntungan jangka pendek.

Tambang memang penting bagi ekonomi, tapi juga membawa risiko besar bagi lingkungan. Jika tidak dikendalikan dengan baik, aktivitas tersebut bisa menjadi penyebab kepunahan spesies secara permanen. Kita butuh kesadaran bersama—antara industri, pemerintah, dan masyarakat—untuk menjaga keseimbangan antara eksploitasi dan konservasi. Bumi hanya satu, dan makhluk hidup di dalamnya layak dilindungi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us