3 Eskpektasi yang Menjebak Diri Sendiri, Kenali dan Menjauh!

- Ekspektasi yang tidak realistis seringkali mengecewakan
- Harapan agar orang lain memahami tanpa komunikasi hanya menimbulkan frustrasi
- Hidup tak selalu adil, bergantung pada orang lain untuk kebahagiaan juga berbahaya
Kamu pernah gak sih punya ekspektasi setinggi langit, tapi jatuhnya malah ke dasar bumi? Rasanya kayak ngunyah permen karet, manis di awal, tapi makin lama cuma bikin pegel rahang. Kadang, kita sendiri yang bikin jebakan dengan ekspektasi-ekspektasi gak realistis.
Hidup ini emang gak selalu sesuai rencana, tapi ekspektasi yang keliru cuma bikin kamu terus-terusan kecewa. Jangan salah, punya harapan itu wajar, tapi kalau terlalu tinggi, malah jadi bumerang buat diri sendiri.
Banyak banget orang yang terlalu sibuk berharap, sampai lupa menikmati apa yang ada di depan mata. Gak semua hal harus sempurna, dan gak semua orang bisa jadi seperti yang kamu bayangin. Kalau kamu sering ngerasa dikhianati kenyataan, mungkin ini saatnya evaluasi ulang ekspektasimu.
Yuk, kita bahas tiga ekspektasi yang sering bikin kamu kecewa, plus gimana caranya biar kamu gak terjebak di situ lagi.
1. Berharap semua orang akan memahami perasaanmu

Kamu mungkin pernah mikir, "Mereka pasti tahu aku lagi sedih" atau "Dia harusnya ngerti kenapa aku marah." Sayangnya, gak semua orang itu pembaca pikiran. Ekspektasi kalau orang lain selalu paham perasaanmu adalah jebakan yang sering bikin kamu kecewa. Misalnya, kamu nunggu temenmu ngehubungin duluan saat kamu lagi down, tapi ternyata mereka malah sibuk dengan urusan mereka sendiri.
Kalau kamu terus-terusan berharap orang lain ngertiin kamu tanpa kamu bicara, itu cuma bikin frustrasi. Komunikasi adalah kunci. Kalau kamu butuh perhatian atau dukungan, jangan ragu buat bilang. Orang lain gak selalu sadar apa yang kamu rasain, apalagi kalau kamu gak kasih tahu. Menghapus ekspektasi ini bukan berarti kamu gak peduli, tapi kamu jadi lebih realistis dalam hubungan dengan orang lain.
2. Ekspektasi kalau hidup selalu adil

Realitanya, hidup itu kadang absurd dan jauh dari kata adil. Kamu bisa kerja keras, tapi hasilnya gak selalu sesuai harapan. Atau mungkin kamu udah baik banget ke seseorang, tapi malah dibalas dengan pengkhianatan. Ekspektasi kalau hidup itu harus selalu adil cuma bikin kamu capek mental. Misalnya, kamu mikir, "Kalau aku rajin belajar, aku pasti dapat nilai sempurna," tapi ternyata gak begitu.
Hidup itu punya aturannya sendiri, dan gak semua hal bisa kamu kendalikan. Daripada terus-terusan protes ke semesta, lebih baik kamu fokus pada hal yang bisa kamu ubah. Hidup itu gak soal adil atau nggaknya, tapi gimana kamu bereaksi terhadap situasi yang ada. Dengan gak berekspektasi terlalu tinggi soal keadilan, kamu jadi lebih fleksibel dan kuat menghadapi kenyataan.
3. Mengira bahagia itu harus selalu datang dari orang lain

Punya pasangan, teman, atau keluarga yang suportif emang menyenangkan, tapi kalau kamu menggantungkan kebahagiaanmu sepenuhnya pada orang lain, itu bahaya. Ekspektasi bahwa orang lain bertanggung jawab atas kebahagiaanmu hanya bikin kamu mudah kecewa. Misalnya, kamu mikir pasanganmu harus selalu bikin kamu senang, atau teman-temanmu harus selalu ada di saat kamu butuh.
Padahal, kebahagiaan itu tanggung jawab pribadi. Orang lain bisa jadi pelengkap, tapi bukan pusat dari kebahagiaanmu. Kalau kamu terus bergantung pada orang lain, kamu bakal mudah merasa kosong saat mereka gak bisa memenuhi harapanmu. Belajarlah untuk menemukan kebahagiaan dari dalam dirimu sendiri, seperti melakukan hal-hal yang kamu suka atau merayakan pencapaian kecil.
4. Ekspektasi kalau segalanya akan berjalan sesuai rencana

Kita semua pasti pernah bikin rencana matang-matang, tapi akhirnya berantakan karena hal yang gak bisa diprediksi. Ekspektasi kalau hidup harus berjalan sesuai rencana cuma bikin kamu stres dan kecewa. Misalnya, kamu udah punya rencana liburan sempurna, tapi tiba-tiba cuaca buruk bikin semuanya kacau. Atau kamu berharap kariermu mulus tanpa hambatan, tapi malah dapet tantangan yang bikin pusing.
Hidup itu penuh kejutan, dan sering kali yang terjadi justru di luar ekspektasi kita. Daripada ngotot semuanya harus sempurna, lebih baik kamu belajar fleksibel dan terbuka dengan perubahan. Dengan begitu, kamu gak cuma lebih santai, tapi juga bisa menikmati momen-momen kecil yang tak terduga.
Ekspektasi itu ibarat dua sisi koin, satu sisi bisa memotivasi, tapi sisi lain bisa jadi sumber kekecewaan. Masalahnya bukan pada ekspektasi itu sendiri, tapi bagaimana kamu mengelolanya. Kalau kamu terus-terusan menggantungkan kebahagiaanmu pada harapan yang gak realistis, kamu hanya akan merasa hampa. Hidup ini gak harus sempurna untuk bisa dinikmati, dan orang-orang di sekitarmu gak harus selalu sesuai ekspektasi untuk kamu hargai.
Belajar menerima kenyataan adalah langkah pertama menuju kedewasaan emosional. Jangan takut untuk menurunkan ekspektasi di beberapa aspek, karena itu justru bikin kamu lebih damai. Ingat, kecewa itu wajar, tapi jangan sampai kamu tenggelam dalam kekecewaan. Dengan memahami tiga ekspektasi salah ini, semoga kamu bisa lebih bijak menjalani hidup dan menikmati apa yang benar-benar penting.