Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Tips Menjaga Kesehatan Mental Anak Pasca Perceraian, Jangan Abai!

ilustrasi anak perempuan sedih melihat orangtuanya bercerai (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Perceraian bisa berdampak besar pada kondisi psikologis anak, termasuk tekanan, kemarahan, kecemasan, dan ketidakpercayaan pada orang-orang di sekitarnya.
  • Anak-anak paling banyak berjuang selama satu atau dua tahun pertama pasca perceraian, dengan 25-33% anak mengalami masalah signifikan seperti kesehatan mental dan perilaku seksual berisiko.
  • Orangtua perlu memberikan perhatian ekstra terhadap anak pasca perceraian untuk membantu mereka menyesuaikan diri dengan perubahan yang disebabkan oleh perceraian.

Perceraian tidak hanya membawa kesedihan yang mendalam bagi kedua pihak yang memutuskan untuk berpisah, namun juga bagi anaknya. Bahkan anak yang mendapat dampak yang paling besar akibat perceraian dari orangtuanya.

Perlu diketahui bahwa perceraian yang terjadi pada orangtua, bisa memengaruhi kondisi psikologis anak. Sebab pasca perceraian orangtuanya, anak-anak cenderung mengalami tekanan, kemarahan, kecemasan, dan ketidakpercayaan pada orang-orang di sekitarnya, termasuk orangtuanya sendiri, sebagai dampak dari perceraian tersebut.

Menurut penelitian, anak-anak paling banyak berjuang selama satu atau dua tahun pertama pasca perceraian, untuk bisa beradaptasi dengan kondisi yang baru di keluarganya. Akan tetapi, anak-anak yang lain tampaknya tidak benar-benar bisa kembali ke ''normal''. Mengutip laman Psychology Today, sekitar 25 persen hingga 33 persen anak mengalami masalah yang signifikan pasca orangtua bercerai, termasuk masalah kesehatan mental, perilaku seksual berisiko, tantangan akademis, dan penggunaan zat terlarang yang bisa berlangsung hingga dewasa.

Bahkan perceraian bisa berdampak signifikan pada kesehatan mental anak, yang sering kali menyebabkan konsekuensi jangka panjang. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang berusia antara 7 dan 14 tahun yang orangtuanya bercerai, memiliki kemungkinan 16 persen lebih besar untuk mulai mengembangkan masalah kesehatan mental termasuk kecemasan dan depresi. Masalah-masalah tersebut bisa berlangsung hingga dewasa, dengan anak-anak dari orangtua yang bercerai, dua kali lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental yang parah, dan 14 persen lebih mungkin untuk mencoba bunuh diri.

Masalah yang terjadi pada kondisi mental anak pasca perceraian orangtuanya, bisa terjadi karena kurangnya dukungan sosial dari orangtua dan persepsi anak-anak tentang kerusakan akibat konflik antar orangtua. Nah, kerusakan akibat konflik antar orangtua ini meliputi agresi fisik dan verbal, permusuhan, dan ancaman.

Peneliti berpendapat bahwa anak-anak yang merasa sangat terancam dan tidak mampu mengatasinya saat konflik perkawinan terjadi, bisa mengembangkan kecemasan, jika konflik tersebut sering terjadi. Perlu diketahui juga bahwa anak-anak yang cenderung menyalahkan diri sendiri seperti beranggapan bahwa dirinya adalah penyebab atau pemicu perceraian orangtuanya, bisa mengalami defisit dalam harga diri atau gejala depresi.

Kabar baiknya, orangtua bisa mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak psikologis perceraian terhadap kesehatan mental anaknya. Beberapa strategi pengasuhan yang mendukung bisa sangat membantu anak untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang disebabkan oleh perceraian.

Nah, berikut ini beberapa tips untuk menjaga kesehatan mental anak pasca perceraian, yang perlu orangtua ketahui.

1. Memberi perhatian yang ekstra kepada anak

ilustrasi ibu dan anak perempuannya sedang bercanda (freepik.com/tirachardz)

Pasca bercerai, maka anak akan tinggal bersama salah satu orangtuanya yang mendapat hak asuhnya. Nah, agar anak tidak merasakan kehilangan yang terlalu besar karena harus berpisah dengan dengan salah satu orangtuanya, maka orangtua yang mendapat hak asuhnya harus memberi perhatian yang ekstra. 

Misalnya saja dengan memperhatikan dengan cermat apa saja perubahan yang terjadi pada anaknya. Sebab pasca orangtua bercerai, anak sering kali mengalami perubahan perilaku seperti menjadi lebih pendiam, mudah murung, atau bahkan nafsu makannya berkurang. Nah, jika terjadi hal seperti itu, orangtua harus sesegera mungkin mencari solusinya.

Misalnya dengan mengajak anak untuk bermain di luar atau jalan-jalan ke tempat-tempat yang disukai oleh anak. Dengan begitu, anak akan merasa lebih terhibur dan suasana hatinya bisa membaik kembali meski mungkin hanya sementara. Namun setidaknya itu lebih baik daripada anak  terus-menerus murung karena bisa berdampak buruk bagi kondisi mentalnya nanti.

Selain itu, dorong anak untuk mau berbagi apa saja yang dirasakannya padamu, termasuk masalah apa saja yang mungkin sedang dihadapinya baik di rumah, lingkungan sekitar, maupun sekolahnya. Dengarkan baik-baik dan bantu anak untuk mendapatkan solusi untuk mengatasi permasalahan yang sedang dialaminya. Dengan begitu, setidaknya kepercayaan anak yang mulai hilang pada orangtuanya akibat perceraian bisa perlahan tumbuh kembali. Orangtua juga bisa dengan mudah mengetahui masalah yang sedang dialami oleh anaknya, jika buah hatinya tersebut terbiasa bersikap terbuka dengannya.

2. Menjaga hubungan yang baik dengan mantan pasangan

ilustrasi makan bersama anak (freepik.com/freepik)

Agar anak tidak semakin tertekan dengan perubahan yang terjadi pasca perceraian, maka sebaiknya kedua orangtua berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik. Misalnya saja seperti tidak bertengkar di depan anak atau tidak membatasi pertemuan anak dengan pihak yang tidak mendapatkan hak asuh. 

Dengan begitu, anak tidak akan merasa terancam akan kehilangan salah satu orangtuanya, karena ternyata kedua orangtuanya masih berhubungan baik dan ia pun masih bisa bebas bertemu dengan orangtua yang lain, tanpa ada hambatan.

Perlu diketahui bahwa komunikasi yang positif antar orangtua, dan tingkat konflik yang rendah, bisa membantu anak-anak menyesuaikan diri dengan perceraian dengan baik. Bahkan hubungan orangtua dan anak yang sehat, telah terbukti membantu mengembangkan harga diri yang lebih tinggi dan prestasi akademis yang lebih baik pasca perceraian.

Namun anak juga harus diberi pengertian bahwa meski orangtuanya terlihat akur, namun tidak bisa bersikap seintim seperti dulu lagi, seperti sebelum bercerai.

3. Membantu anak untuk beradaptasi dengan suasana baru pasca perceraian

ilustrasi ibu dan anak jalan-jalan bersama (freepik.com/prostooleh)

Suasana yang baru pasca perceraian seperti mungkin tempat tinggal yang baru, sekolah yang baru, dan lingkungan yang baru, mungkin akan membuat anak merasa kewalahan untuk bisa beradaptasi. Belum lagi dengan peraturan yang baru dari orangtuanya yang harus ia patuhi. Nah, agar anak tidak merasa kerepotan atau bahkan tertekan dengan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut, maka orangtua harus membantunya untuk beradaptasi.

Misalnya dengan mengajaknya berkeliling di lingkungan tempat tinggalnya yang baru untuk lebih mengenali suasana lingkungannya, dan juga mengajak berkenalan dengan tetangga-tetangga sekitar. Lebih baik lagi jika di lingkungan sekitar juga banyak anak yang seusia dengan anak, maka tentu bisa membuat anak tidak lagi merasa kesepian karena bisa berteman dengan anak-anak tersebut, sehingga bisa beradaptasi dengan mudah.

Nah, jika anak masih belum bisa sepenuhnya mematuhi peraturan baru yang dibuat oleh orangtua, maka sebaiknya jangan memaksakannya untuk bisa langsung mematuhi semua peraturan tersebut. Sebaiknya orangtua menanyakan kepada anaknya, alasannya tidak bisa mematuhinya. Jika anak mengatakan jika ia mengalami kesulitan untuk mematuhinya, maka orangtua sebaiknya menawarkan bantuan untuk membantunya mengatasi kesulitan tersebut.

4. Tidak buru-buru mencari pasangan yang baru

ilustrasi berkencan di malam hari (freepik.com/freepik)

Pasca orangtuanya bercerai, anak kemungkinan akan mengalami penurunan kepercayaan terhadap orang lain, termasuk orangtuanya. Apalagi jika penyebab dari perceraian orangtuanya adalah karena ada salah satu pihak atau bahkan kedua sama-sama berselingkuh. Tentu hal tersebut juga bisa menimbulkan trauma pada anak.

Nah, sebelum anak benar-benar bisa menghilangkan traumanya tersebut, maka sebaiknya orangtua jangan buru-buru untuk mencari pasangan baru atau bahkan menjalin hubungan yang baru. Sebab itu hanya akan membuat anak merasa semakin tertekan, karena secara tidak langsung dipaksa menerima kehadiran orang baru untuk menggantikan sosok salah satu orangtuanya. 

Selain itu, belum tentu calon pasangan yang baru itu bisa benar-benar bisa menerima anak dengan tulus. Sebab sudah banyak kasus di mana orangtua sambung tidak bisa memperlakukan anak sambungnya dengan baik, misalnya saja seperti melakukan tindakan kekerasan, baik secara verbal maupun nonverbal. Tentu hal tersebut bisa semakin membuat anak tertekan yang nantinya bisa berakibat buruk pada kondisi mentalnya. Meskipun tidak semua orangtua sambung demikian, namun tidak ada salahnya untuk lebih berhati-hati dalam memilih pasangan yang baru.

Sebelum memutuskan untuk menikah lagi, sebaiknya pastikan bahwa anakmu benar-benar merasa nyaman dengan calon pasanganmu tersebut, dan uji ketulusan calon pasanganmu tersebut kepada anakmu secara diam-diam untuk mengetahui sifat aslinya. 



5. Memeriksakan anak ke dokter jika anak menunjukkan perubahan perilaku yang tidak biasa secara intens

ilustrasi seorang dokter berbicara dengan pasien anak (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Jika anak menunjukkan perubahan perilaku yang tidak biasa secara intens pasca perceraian, maka orangtua perlu memeriksakan anak ke dokter. Apalagi jika perubahan perilaku tersebut berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari anak maupun pendidikannya. Sebab bisa saja perubahan perilaku tersebut merupakan tanda-tanda jika anak memiliki masalah pada kesehatan mentalnya, akibat perceraian orangtuanya.

Perlu diketahui bahwa kemarahan, kecemasan dan depresi ringan merupakan hal yang biasa terjadi pada anak pasca perceraian orangtuanya. Nah, berikut ini tanda-tanda peringatan depresi atau kecemasan terkait perceraian, pada anak-anak: 

  • Masalah tidur.
  • Masalah di sekolah.
  • Konsentrasi buruk.
  • Penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau alkohol.
  • Sering marah-marah atau meledak-ledak dengan kekerasan.
  • Penarikan diri dari orang yang dicintai.
  • Kurangnya minat pada aktivitas yang disukai.

Tanda-tanda berikut ini juga perlu diwaspadai, sebab juga merupakan tanda-tanda jika anak memiliki masalah pada kesehatan mentalnya:

  • Menyakiti diri sendiri atau berbicara tentang menyakiti diri sendiri.
  • Kesedihan yang berlangsung selama dua Minggu atau lebih.
  • Berbicara tentang kematian atau bunuh diri.
  • Perubahan dalam bersosialisasi atau menjauhi orang lain.
  • Perilaku di luar kendali yang bisa membahayakan.
  • Perubahan kebiasaan makan.
  • Perubahan besar dalam suasana hati, perilaku, dan kepribadian.
  • Kesulitan berkonsentrasi.

Jika anak menunjukkan tanda-tanda di atas, maka sebaiknya orangtua memeriksakan anak ke dokter anak atau ke profesional kesehatan mental seperti psikolog anak atau psikiater. Dengan sesegera mungkin anak mendapatkan perawatan yang tepat, maka bisa mencegah kondisi menjadi semakin parah, dan tentunya juga akan semakin efektif perawatannya sehingga baik untuk kesehatan mental anak di masa mendatang.

Meskipun perceraian sulit bagi keluarga, namun tetap bersama hanya demi anak-anak, mungkin juga bukan pilihan yang terbaik. Sebab, anak-anak yang tinggal di rumah dengan banyak pertengkaran, permusuhan, ketidakpuasan, kemungkinan berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan masalah kesehatan mental dan masalah perilaku. Akibatnya sesudah orangtuanya bercerai, adalah hal yang wajar bagi anak untuk berjuang dengan perasaan dan perilaku mereka segera sesudahnya. Tentu itu akan semakin berdampak buruk bagi kondisi mentalnya anak.

Oleh karena itu, misalnya pernikahan jika dilanjutkan lagi lebih banyak dampak negatifnya daripada positifnya untuk anak, maka jangan ragu untuk memutuskan untuk bercerai. Terapkan juga ke-5 tips di atas untuk menjaga kesehatan mental anak pasca bercerai, dan jangan ragu untuk memeriksakan anak ke dokter jika menunjukkan tanda-tanda adanya masalah pada kesehatan mentalnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us