Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

6 Standar yang Harusnya Sudah Ditinggalkan Perempuan Zaman Now

ilustrasi pertemanan antar perempuan (pexels.com/Beyzaa Yurtkuran)
Intinya sih...
  • Standar usia menikah perempuan harus ditinggalkan, karena pernikahan bukan perlombaan dan setiap orang punya timeline masing-masing
  • Stereotipe bahwa perempuan harus pandai mengurus rumah dan tidak terlalu mandiri harus ditinggalkan, karena perempuan berhak berkembang dan sukses
  • Perempuan tidak harus selalu tampil cantik, produktif 24 jam, atau memiliki anak, karena setiap keputusan adalah hal personal yang seharusnya tidak dipertanyakan

Dunia terkadang terlalu keras pada perempuan. Mereka sering dituntut kuat dalam berbagai situasi. Dari segi mental mungkin perempuan sudah lebih akrab dengan isu-isu mental health. Perempuan kerapkali tumbuh dengan berbagai macam stereotipe di lingkungannya yang sering menjadi distraksi.

Dari sejak remaja mungkin kamu sudah tidak asing dengan petuah bahwa perempuan harus menikah sebelum 30 tahun, harus bisa masak, harus selalu ramah, harus bisa mengurus rumah. Ekspektasi turun-temurun seperti ini harusnya sudah ditinggalkan.

Zaman sekarang sudah berubah dan cara memandang perempuan pun harus lebih berkembang. Berikut 6 standar society yang harusnya ditinggalkan perempuan zaman now!

1. Perempuan harus mikir nikah setelah umur 25 ke atas

ilustrasi pengantin perempuan (pexels.com/Alex P)
ilustrasi pengantin perempuan (pexels.com/Alex P)

Memang terkadang ada standar ideal untuk perempuan menikah. Namun, hal tersebut tidak harus menjadi standar baku usia menikah perempuan. Pernikahan bukanlah perlombaan yang harus dimenangkan. Menikah juga bukan sekadar saling mencintai kedua belah pihak, melainkan harus ada kesiapan fisik, mental, bahkan finansial.

Sayangnya masyarakat seringkali memandang bahwa perempuan usia 25 ke atas dianggap telat nikah bahkan tidak laku. Padahal setiap orang pasti punya timeline masing-masing. Ada sebagian perempuan yang masih mengusahakan prioritasnya untuk membantu orang tua, melanjutkan pendidikan, membangun bisnis atau sekadar menikmati masa sendirinya terlebih dahulu. Pernikahan seharusnya bukanlah beban, melainkan komitmen dan keputusan sadar antara kedua belah pihak.

2. Jadi perempuan gak boleh terlalu pintar, nanti laki-laki minder

ilustrasi wanita karir (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi wanita karir (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Mungkin kamu sering mendengarkan pernyataan "ngapain sekolah tinggi kalau ujungnya bakal di dapur?" Atau "perempuan jangan terlalu mandiri, nanti susah cari jodohnya". Kalimat seperti ini biasanya datang dari lingkungan yang masih patriakis. Padahal stereotipe tersebut sudah seharusnya kita tinggalkan. Perempuan selalu punya hak untuk lebih berkembang bahkan sukses setinggi mungkin.

Bukankah anak yang cerdas juga lahir dari seorang ibu yang pintar serta mempunyai pola pikir yang luas? Jadi, perempuan yang memiliki pendidikan tinggi harusnya tidak menjadi masalah. Pasangan yang baik seharusnya saling support bukan menganggap perempuan berprestasi malah mengintimidasi laki-laki. 

3. Perempuan harus tampil cantik dan perfect 24/7

ilustrasi perempuan sedang bercermin (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi perempuan sedang bercermin (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Sejatinya kecantikan perempuan tidak hanya berdasarkan ekspektasi visual dari orang lain, melainkan terletak pada hati yang tulus serta kepercayaan diri, sehingga memancarkan aura positif bagi lingkungan sekitar. Jika kita melihat media, mungkin standar kecantikan tidak akan pernah habis. Terbukti dengan berbagai iklan skincare, make up, hingga cara berpenampilan yang semakin marak di berbagai media.

Padahal perempuan juga manusia. Perempuan sering punya jerawat, punya kulit sensitif, punya rasa capek, punya rasa insecure dan semua ini wajar. Kamu tidak harus selalu mempunyai badan ideal, wajah yang glowing, selalu make up kemana pun kamu pergi. Percayalah kamu lebih berharga ketika menjadi diri sendiri.

4. Harus pintar mengurus rumah baru dikatakan perempuan sejati

ilustrasi perempuan menyapu (pexels.com/Cottonbro Studio)
ilustrasi perempuan menyapu (pexels.com/Cottonbro Studio)

Mengurus rumah itu skill, bukan syarat utama untuk menjadi perempuan. Pernyataan ini kerap muncul karena masyarakat seringkali menganggap bahwa tempat perempuan adalah di rumah yang tugasnya hanya di dapur dan beberes. Kalau belum pandai mengurus rumah, bukan berarti kamu gagal menjadi perempuan. Skill mengurus rumah itu bisa dipelajari, bahkan tidak hanya untuk perempuan. 

Setidaknya sudah berusaha bertanggung jawab merupakan tanda kamu peduli pada dirimu dan lingkungan sekitar. Terlalu sempit jika perempuan sejati hanya diukur dengan spatula dan sapu. Faktanya pekerjaan rumah tangga seperti ini merupakan tugas bersama, bukan beban salah satu pihak.

5. Perempuan harus bisa multitasking

ilustrasi perempuan sedang memasak (pexels.com/Cottronbro Studio)
ilustrasi perempuan sedang memasak (pexels.com/Cottronbro Studio)

Standar society seringkali mengecap bahwa perempuan harus selalu tampil cantik, harus bisa ngurus rumah, ngurus anak, bahkan selalu dituntut sabar. Padahal, multitasking bukan bakat wajib yang harus dimiliki perempuan. Bukankah perempuan boleh untuk beristirahat jika merasa capek dan menyelesaikan pekerjaannya satu persatu tanpa harus selesai hari itu juga. 

Perempuan tidak harus produktif 24 jam, sebab dia harusnya juga punya waktu untuk diri sendiri. Perempuan bukan robot, mereka selalu punya batasan energi. Meskipun sering dikenal mandiri, perempuan juga berhak diberi dan meminta tolong.

6. Setelah menikah perempuan harus langsung punya anak untuk dianggap sempurna

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Polina Tankilevitch)
ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Stereotipe ini seringkali menjadi tekanan besar perempuan. Beberapa pihak seringkali mempertanyakan hal demikian. Padahal keputusan untuk mempunyai anak atau menundanya adalah hal personal yang seharusnya tidak perlu dipertanyakan terus menerus.

Banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pasangan memutuskan untuk punya anak seperti kesiapan fisik, mental, hingga finansial. Setiap pasangan tentu memiliki keinginannya masing-masing. Ada yang sedang berjuang, ada yang ingin menunda, bahkan mungkin ada yang berkeinginan untuk tidak mempunyai anak. Semuanya valid, maka jadilah perempuan yang selalu memiliki kontrol agar kamu tidak hidup hanya untuk memenuhi standar masyarakat.

Menjadi perempuan memang seringkali dituntut banyak hal. Namun, jangan sampai hal tersebut menjadi penghalang untukmu terus bertumbuh. Jadilah perempuan mahal berdasarkan value bukan sekadar paras semata. Percayalah, kamu selalu berharga dalam setiap keadaan dan tidak perlu menjadi sempurna untuk layak dicintai.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Eli Suratmi
EditorEli Suratmi
Follow Us