Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Teknik Persuasi ala Content Creator, Bikin Penonton Betah dan Beli!

Ilustrasi beauty vlogger (Pexels.com/Anna Nekrashevich)
Ilustrasi beauty vlogger (Pexels.com/Anna Nekrashevich)
Intinya sih...
  • Storytelling yang mengalir: Content creator memanfaatkan cerita relatable untuk membuat penonton terlibat emosional dan percaya, sehingga promosi terasa lebih natural.
  • Soft call-to-action (CTA): Penggunaan CTA yang santai membuat penonton merasa punya kendali penuh untuk memutuskan, tanpa terkesan dipaksa.
  • Memberitahu value sebelum jualan: Memberikan value gratis kepada penonton sebelum menjual produk, menciptakan dorongan timbal balik secara tidak sadar.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kalau kamu pikir content creator cuma bikin video lucu-lucuan atau foto aesthetic, kamu salah besar. Di balik konten yang kelihatannya santai dan mengalir, banyak dari mereka punya strategi yang matang banget buat bikin penonton betah, bahkan sampai tergoda buat beli produk yang mereka rekomendasikan. Kuncinya ada di satu hal: persuasi.

Persuasi ini bukan berarti ngegas atau memaksa orang untuk membeli. Justru teknik ini lebih ke “gak berasa lagi dirayu, eh tiba-tiba check out aja di e-commerce”. Oleh karenanya, content creator yang paham trik ini biasanya punya engagement tinggi dan konversi penjualan yang lumayan gila. Nah, kalau kamu mau tahu bagaimana caranya mereka “menyihir” audiens, ini dia beberapa teknik yang sering dipakai.

1. Storytelling yang mengalir

Ilustrasi membuat konten (Pexels.com/Kampus Production)
Ilustrasi membuat konten (Pexels.com/Kampus Production)

Content creator paham banget kalau manusia itu gampang banget terhubung lewat cerita. Makanya, sebelum langsung “hard sell”, mereka sering membungkus promosi dalam bentuk cerita yang relatable. Misalnya, bukannya bilang “Beli produk ini sekarang!”, mereka mulai dengan “Dulu aku juga sering ngalamin masalah ini…” dan seterusnya. Alur cerita ini bikin penonton merasa terlibat secara emosional, seperti sedang ngobrol dengan teman.

Teknik ini efektif karena cerita memicu otak untuk melepaskan hormon oksitosin, yang membuat kita merasa lebih percaya dan dekat. Ketika rasa percaya sudah terbentuk, penawaran apapun yang muncul di ujung cerita terasa lebih natural, bukan paksaan. Jadi, penonton tidak merasa sedang dipaksa, tapi malah merasa menemukan solusi sendiri lewat pengalaman yang dibagikan.

2. Soft call-to-action (CTA) yang tidak terasa menggurui

Ilustrasi merekam video (Pexels.com/Kampus Production)
Ilustrasi merekam video (Pexels.com/Kampus Production)

Pernah gak kamu melihat video yang penutupnya kayak cuma bercanda, tapi ternyata itu CTA terselubung? Misalnya, “Eh, kalau kamu mau cobain, link-nya ada di bawah, tapi jangan salahin aku kalau ketagihan ya!”. Kalimat seperti ini jauh lebih nyaman di telinga dibanding “Klik link sekarang dan beli!”.

Soft CTA membuat penonton merasa punya kendali penuh untuk memutuskan, bukan didikte. Secara psikologis, manusia cenderung menolak perintah langsung (reactance effect), tapi kalau diajak dengan nada santai dan akrab, mereka lebih terbuka. Content creator paham banget trik ini, makanya promosi mereka kerasa kayak rekomendasi dari teman, bukan iklan formal. Alhasil, konversi penjualan pun meningkat tanpa terkesan memaksa.

3. Memberitahu value sebelum jualan

Ilustrasi selfie (Pexels.com/Gustavo Fring)
Ilustrasi selfie (Pexels.com/Gustavo Fring)

Salah satu trik jitu yang bikin penonton betah adalah memberikan value duluan sebelum menyodorkan produk. Misalnya, kalau content creator mau jual skincare, mereka akan kasih tips merawat kulit gratis, atau sharing cara memilih produk yang tepat. Penonton pun merasa diuntungkan dulu sebelum diarahkan buat beli.

Secara psikologis, ini disebut prinsip reciprocity atau timbal balik. Ketika kita merasa sudah menerima sesuatu yang bermanfaat, secara tidak sadar kita punya dorongan untuk “membalas budi”. Nah, di titik inilah ketika mereka bilang “Oh iya, aku pakai produk ini, link-nya di bawah ya”, penonton cenderung lebih tertarik untuk mencoba. Teknik ini bikin hubungan creator–penonton jadi lebih kuat dan awet.

4. Menciptakan FOMO (Fear of Missing Out) secara elegan

Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/Ron Lach)
Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/Ron Lach)

FOMO bukan cuma soal “diskon terbatas” atau “stok tinggal 3”. Content creator yang jago persuasi halus bisa bikin rasa “takut ketinggalan” tanpa kelihatan lebay. Misalnya, mereka bilang, “Banyak yang DM aku katanya produk ini udah mulai susah dicari di pasaran.” atau “Aku gak tahu kapan ini bakal restock lagi.”

Kalimat kayak gini menciptakan urgensi secara halus. Penonton jadi berpikir, “Duh, kalau gak beli sekarang nanti nyesal.” Bedanya dengan hard selling, di sini tidak ada paksaan langsung. Justru kesannya seperti info tulus dari teman yang peduli. Dan percaya deh, FOMO yang dieksekusi dengan cara elegan ini bisa jadi senjata ampuh untuk mendorong penjualan.

Jadi, persuasi halus itu sebenarnya seni mengajak tanpa terlihat mengajak. Content creator yang sukses paham banget bahwa audiens zaman sekarang makin pintar dan gampang ilfeel kalau merasa dijualin secara frontal. Dengan teknik seperti storytelling yang nyambung, soft CTA, kasih tahu value duluan, dan bikin FOMO dengan elegan, mereka bisa bikin penonton nyaman sekaligus tertarik beli. Intinya, kalau mau sukses di dunia konten, jangan cuma fokus pada “gimana cara jualan”, tapi juga “gimana bikin orang merasa mau beli dengan sendirinya”.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us