Daya dan Cita yang Menyala untuk Anggrek di Kota Sejuta Bunga

- Pesona alam dan budaya Magelang tak diragukan, terdapat kebun anggrek terbesar di Jawa Tengah, dimiliki oleh Hasan Sulaiman Syah.
- Hasan memulai usaha anggreknya sejak 2003, tanpa membuka penjualan ritel. Ia mengirim hingga 1.500 tanaman anggrek ke Jakarta setiap minggu.
- Program Electrifying Agriculture dari PLN memberikan listrik yang stabil dan terjangkau bagi petani seperti Hasan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi anggrek.
Pesona alam dan budaya Magelang tak perlu diragukan. Di tengah kesejukan udaranya, terdapat sebuah kebun anggrek yang asri.
Pagi itu, Kamis (10/10/2024), seorang pria paruh baya dengan senyum ramah menyambut IDN Times saat mengunjungi kebun anggrek tersebut. Ia adalah Hasan Sulaiman Syah, petani anggrek yang telah mengabdikan hidupnya untuk membudidayakan bunga eksotis itu selama dua dekade terakhir.
Hasan bukanlah petani biasa. Lulusan Sarjana Pertanian Universitas Tidar Magelang itu memulai perjalanannya pada tahun 1998 sebagai karyawan swasta sembari menanam dan menjual anggrek. Namun, pada tahun 2003, Hasan mengambil keputusan berani untuk meninggalkan pekerjaannya dan sepenuhnya terjun ke dunia anggrek.
"Saya melihat potensi besar pada anggrek. Saat itu, belum banyak yang melirik tanaman ini," ujar Hasan sambil mengelus salah satu anggrek bulan (Phalaenopsis) yang sedang mekar sempurna.
"Sekarang, permintaan anggrek meningkat pesat, bukan hanya untuk koleksi pribadi, tetapi juga untuk industri, seperti hotel, acara besar, dan hampers," imbuh pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah itu.

Anggrek Nambangan milik Hasan berlokasi di Jalan Telaga Warna Nomor 43, Rejowinangun Utara, Magelang Tengah. Tempat tersebut bukan sekadar kebun biasa, melainkan pusat budidaya dan penjualan anggrek terbesar di Jawa Tengah.
Koleksi anggrek milik Hasan beragam, mulai dari Dendrobium, Oncidium, hingga Vanda.
"Setiap minggu, kami mengirim hingga 1.500 tanaman anggrek ke Jakarta dan beberapa kota lainnya hanya untuk kebutuhan rangkaian bunga. Jenis Phalaenopsis sudah sangat komersial. Permintaan terus meningkat dan kami berusaha memenuhi kebutuhan tersebut," ungkap Hasan.
Magelang telah menjadi barometer penghasil anggrek berkualitas. Hasan menjelaskan bahwa sumber anggrek yang beredar di Jawa Tengah, seperti di Kota Surakarta (Solo), Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta, sebagian besar berasal dari Magelang.
Meski demikian, Hasan tidak membuka penjualan ritel, hanya grosir. Ia bekerja sama dengan puluhan toko bunga (florist) dan pedagang besar yang biasanya menjual anggreknya mulai harga Rp125 ribu per tanaman.
"Setiap bulan, belasan ribu anggrek kami kirim ke kota-kota besar. Hal ini membuktikan kalau Magelang memiliki potensi besar dalam industri ini," tambahnya.
Peran Listrik dalam Pertanian Anggrek

Di balik keindahan bunga-bunga anggrek yang mekar, terdapat teknologi dan bantuan yang tidak terlihat oleh mata awam. Salah satunya adalah peran listrik yang disuplai oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) melalui program Electrifying Agriculture.
Musababnya, anggrek merupakan tanaman yang tergolong dalam agroklimat atau sangat bergantung pada faktor-faktor iklim, seperti suhu (umumnya sekitar 25--27° Celsius), kelembaban, cahaya, dan sirkulasi udara, untuk kesuksesan pertumbuhannya. Karakteristik khusus tersebut memerlukan perlakuan khusus untuk menjaga iklim dan suhu ruangan greenhouse agar dapat menunjang hasil bunga dan pertumbuhan tanaman anggrek secara ideal.
"Listrik adalah nyawa bagi kebun kami," tegas Hasan. "Tanpa listrik, kami tidak bisa menyalakan blower yang menjaga suhu dan sirkulasi udara di dalam greenhouse. Tanaman anggrek membutuhkan kondisi lingkungan yang stabil untuk tumbuh dan berbunga dengan sempurna."
Pada Juli 2024, Hasan baru saja menambah daya listrik untuk greenhouse-nya. Total daya di beberapa greenhouse Anggrek Nambangan kini mencapai 27.000 VA. Penambahan tersebut memungkinkan operasional peralatan seperti blower dan sistem irigasi otomatis berbasis listrik berjalan optimal.
"Program Electrifying Agriculture dari PLN sangat membantu kami. Dengan listrik yang stabil dan terjangkau, kami dapat memanfaatkan teknologi modern dalam budidaya anggrek, yang tidak hanya meningkatkan kualitas, tetapi juga kuantitas produksi," imbuh Hasan.
Ia menambahkan, PLN menyediakan tarif bisnis yang relatif lebih murah untuknya. Tarif itu dianggap lebih terjangkau jika dibandingkan dengan tarif listrik rumah tangga dan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi yang stabil di greenhouse.
“Kami juga mendapat dukungan untuk jaringan listrik baru agar dapat terus mengembangkan lahan,” ujarnya.
Andil Program Electrifying Agriculture

Program Electrifying Agriculture merupakan inisiatif PLN yang bertujuan untuk mendukung pelaku agrikultur, seperti petani, petambak, peternak, dan peladang, dengan menyediakan suplai listrik yang stabil dan terjangkau. General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Mochamad Soffin Hadi menjelaskan, dengan listrik, para pelaku sektor agrikultur—seperti Hasan—dapat memanfaatkan teknologi untuk mengurangi biaya operasional dan meningkatkan hasil panen.
IDN Times mencatat, sejak diluncurkan PLN tahun 2020, hingga April 2024, sudah lebih dari 39 ribu pelaku usaha agrikultur di Jawa Tengah dan DIY yang telah memanfaatkan program tersebut.
"Ini secara tidak langsung membantu perekonomian pelaku usaha di sektor agrikultur," katanya di sela-sela kegiatan Penyalaan Serentak Kelistrikan Electrifying Agriculture untuk 519 pelanggan dengan total daya 1.600.100 VA di seluruh Jawa Tengah dan DIY, pada Selasa (2/7/2024).
Upaya PLN tersebut mendapatkan apresiasi dari pemerintah daerah. Sekretaris Daerah Kabupaten Magelang, Adi Waryanto mengatakan, potensi Electrifying Agriculture di wilayahnya cukup tinggi.
“PLN memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas hidup serta mendorong aktivitas ekonomi masyarakat melalui Electrifying Agriculture yang berwawasan lingkungan,” ujarnya.
Support PLN melalui program Electrifying Agriculture berdampak langsung pada pengurangan biaya operasional kebun milik Hasan. Dengan menerapkan teknologi berbasis listrik sepenuhnya, ia mengaku dapat menghemat hingga 90 persen biaya energi.
Penghematan tersebut tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga memungkinkan Hasan mengembangkan dan menambah lebih banyak greenhouse sehingga meningkatkan kapasitas produksi.
“Kalau dulu kami menggunakan metode konvensional, sekarang semuanya serba otomatis. Kami bisa menghemat banyak waktu dan tenaga,” ujar Hasan yang kini memiliki delapan greenhouse untuk tanaman anggrek.
Teknologi Modern dalam Budidaya Anggrek

Dalam praktiknya, penggunaan teknologi berbasis listrik di Anggrek Nambangan tidak hanya berfungsi sebagai alat pendukung, melainkan menjadi penggerak utama produksi tanaman anggrek. Bagi Hasan, teknologi memiliki pengaruh besar terhadap hasil budidaya anggrek.
"Kalau dulu, sebelum tahun 2015, metode yang digunakan masih sederhana atau tradisional. Sekarang, perkembangan (bio)teknologi membuat kami perlu memanipulasi kondisi budidaya," katanya.
Sejalan dengan itu, pakar Bioteknologi Anggrek dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Endang Semiarti menjelaskan, anggrek dapat dianggap unggul apabila memiliki jumlah bibit berlimpah dan pembungaan yang berlangsung dengan cepat. Untuk mencapai hal tersebut, inovasi teknologi anggrek diperlukan karena anggrek merupakan tanaman hias bernilai ekonomi tinggi.
“Anggrek merupakan tanaman hias dengan nilai ekonomi tinggi karena keindahan dan keunikan bunganya. Bunganya biasanya tahan lama dan tidak mudah layu, beberapa bunga juga mengeluarkan aroma harum, serta batang, daun, dan akarnya mengandung bahan obat,” jelasnya saat webinar Pemanfaatan Teknologi untuk Agribisnis Anggrek yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Oleh karena itu, penggunaan blower untuk sirkulasi udara, manajemen greenhouse, dan sistem irigasi otomatis menjadi bagian yang saling terintegrasi dalam operasional kebun Anggrek Nambangan. Hasan bahkan kini memisahkan lokasi untuk pembesaran dan pembungaan sehinga memastikan kualitas anggreknya berkelas dan siap dipasarkan.
"Semua inovasi teknologi tersebut sangat bergantung pada listrik. Satu greenhouse saja bisa membutuhkan daya 5.500 watt. Untuk greenhouse yang lebih besar, daya bisa mencapai 16.500 watt untuk 50 ribu tanaman anggrek di sini,” aku Hasan.
Selain efisiensi energi, teknologi yang digunakan Hasan berkontribusi dalam meningkatkan kualitas tanaman anggrek. Ia mengakui, rata-rata produksi Anggrek Nambangan sebanyak 20 ribu tanaman per bulan.
Dari jumlah itu, sekitar 40 persen dikirim untuk pasar Jakarta, sedangkan 60 persen lainnya untuk kota-kota di Jawa Tengah dan beberapa wilayah lain seperti Yogyakarta, Bali, hingga Jawa Timur.
Hasan mengungkapkan, yang menjadi ciri khas Anggrek Nambangan adalah jumlah kuntum yang berbeda dari biasanya, mencapai 14 kuntum per tangkai. Sementara umumnya hanya 8–10 kuntum per tanaman anggrek.
"Dengan teknologi mericlone (kloning jaringan), kami bisa mempercepat proses vegetatif hingga sekitar tujuh atau delapan bulan, kemudian melanjutkan ke fase pembungaan dalam waktu sekitar empat bulan. Jadi, siklus tanam selesai dalam satu tahun, sedangkan dengan metode konvensional bisa memakan waktu lebih lama," tambahnya.
Kearifan Lokal dan Pelestarian Lingkungan

Usaha anggrek Hasan tidak hanya membawa keuntungan bagi dirinya, tapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dan pelestarian alam.
"Kami menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Saat ini, kami memiliki beberapa pekerja dari generasi muda, termasuk Gen Z, dan ada sekitar 25 anak magang dari sekolah-sekolah di Magelang dan sekitarnya, baik di bidang pertanian maupun lainnya. Kami terbuka untuk mereka," ujarnya.
Hasan berharap keterlibatan generasi muda dalam budidaya anggrek dapat meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya pelestarian tanaman dan kelestarian alam.
"Saya yakin, ke depannya generasi muda akan lebih mengenal dan mencintai anggrek," katanya, yang selalu berpesan kepada mereka untuk menangani dan merawat anggrek dengan sepenuh hati, sebagaimana tertulis dalam setiap kotak kardus pengiriman Anggrek Nambangan, “Tanaman hidup mudah rusak, tangani dengan hati yang terdalam.”
Hal itu senada dengan apa yang disampaikan Sri Wahyuningsih (28), salah satu pegawai Anggrek Nambangan.
"Tidak terpikirkan bahwa saya bisa mengetahui lebih banyak soal tanaman anggrek. Jika tidak mendapatkan kesempatan kerja di Anggrek Nambangan, saya tidak akan memiliki pengetahuan tentang budidaya dan pelestarian alam, apalagi yang berkaitan dengan tanaman anggrek. Saya bersyukur bisa bekerja dan belajar di sini," ucap Sri yang telah bekerja selama dua tahun di Anggrek Nambangan.
Sementara itu, meningkatnya produksi dan permintaan tanaman anggrek memicu pasar agrikultur untuk anggrek terus berkembang. Menurut Hasan, anggrek saat ini bukan lagi barang mewah, meskipun tetap eksklusif.
"Dulu, anggrek mungkin hanya digunakan oleh kalangan menengah ke atas untuk acara-acara tertentu. Sekarang, kalangan menengah ke bawah pun sudah mulai mengonsumsinya, berkat efisiensi energi (salah satu pilar listrik berkelanjutan), kami mampu menekan biaya produksi sehingga harga di pasaran bisa makin terjangkau oleh mereka,” jelas Hasan.
"Biaya produksi yang lebih rendah membuatnya dapat dipasarkan dengan harga terjangkau, sehingga anggrek berpotensi menjadi kebutuhan primer, bukan lagi sekadar kebutuhan sekunder atau tersier," tambahnya.
Meski demikian, Hasan menyadari, tantangan yang harus dihadapi adalah meningkatkan produksi anggrek sembari menjaga kualitasnya. Ia mengakui jika saat panen raya—seperti pada bulan Oktober–November tiap tahunnya—pasar bisa menjadi penuh karena seluruh petani anggrek melakukan panen.
“Itu adalah tantangan besar yang harus terus kami hadapi. Namun, Alhamdulillah, karena kualitas tanaman kami bagus, pasar tetap ada, meskipun kompetitif," ujarnya sembari berterima kasih kepada PLN yang telah mendukung usahanya sejak awal.
"Waktu itu belum ada jaringan listrik. PLN melakukan penambahan jaringan, sehingga kami bisa mendapatkan suplai listrik yang terjangkau untuk menunjang usaha kami," imbuh Hasan.
Demi Bumi dan Masa Depan

Kisah Hasan Sulaiman Syah merupakan contoh nyata bagaimana teknologi dan andil infrastruktur energi listrik dapat mengubah potensi lokal menjadi kekuatan ekonomi yang nyata. Melalui program Electrifying Agriculture dari PLN, petani anggrek seperti Hasan dapat memanfaatkan teknologi modern untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi mereka, sekaligus mengurangi dampak lingkungan dengan cara yang lebih berkelanjutan.
"Tanpa adanya listrik, tanaman anggrek tidak dapat tumbuh dan berbunga dengan sempurna. Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan listrik ini agar hasil anggrek kami memiliki nilai pasar yang dapat menembus pasar nasional bahkan internasional," tegas Hasan.
Di tengah tantangan dan persaingan, Hasan tetap optimistis, sektor agrikultur yang dipadukan dengan teknologi modern mampu memberikan peluang ekonomi yang besar, meningkatkan produktivitas, dan secara khusus menjadikan anggrek sebagai produk berkelas internasional.
Kontribusi dan inisiatif dalam program Electrifying Agriculture membawa dampak dan harapan baginya sebagai petani anggrek, juga untuk ekonomi lokal di Magelang yang berjuluk Kota Sejuta Bunga.
“Makin banyak petani anggrek yang memanfaatkan listrik PLN, diharapkan hal ini dapat mendukung perekonomian masyarakat serta menciptakan lingkungan yang lebih sehat, baik secara fisik dan mental. Listrik bukan sekadar kebutuhan, melainkan kunci untuk mengubah wajah pertanian di Indonesia.” tutupnya sambil tersenyum.