Kemenhub Disarankan Lanjutkan Proyek Rel Konvensional Luar Jawa

Semarang, IDN Times - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) disarankan sebaiknya kembali pembangunan sistem rel konvensional di luar Jawa sebagai salah satu proyek prioritas nasional. Pasalnya, dengan adanya sarana rel konvensional, setidaknya bisa memperlancar pengangkutan bahan mentah dari Sumatera menuju ke Jawa.
Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono mengatakan, jika biaya pembangunan rel kereta api diperkirakan sekitar Rp40 miliar per kilometer, maka total kebutuhan dana untuk menyelesaikan proyek Trans Sumatera hanya sekitar Rp52 triliun.
“Dengan modal sebesar itu, Indonesia sudah bisa memiliki jaringan kereta api Trans Sumatera yang strategis bagi konektivitas logistik nasional,” tegasnya dalam keterangan yang diterima IDN Times, Rabu (5/11/2025).
1. Kereta api terbukti bisa memacu peningkatan distribusi barang dan penumpang

Lebih jauh, ia menambahkan, pemerintah juga bisa mengadakan tambahan 100 rangkaian kereta api sekitar Rp100 miliar per rangkaian atau total sekitar Rp10 triliun, dimana rangkaian kereta api terdiri dari rangkaian kereta penumpang kapasitas 10 gerbong, termasuk lokomotif.
Selain itu, sebagian bisa digunakan untuk kereta barang dengan rangkaian 30 gerbong kereta barang, beserta lokomotifnya.
"Dengan manfaat itu, sudah bisa dipastikan kereta api konvensional mampu memindahkan jutaan penumpang tiap tahun serta seluruh logistik sumber daya alam (SDA) maupun Agriculture yang jumlahnya miliaran ton logistik per tahunnya dari hasil wilayah Sumatera," ungkapnya.
2. Proyek rel KA konvensional Sumatera bisa dikaji

Pemerintah diharapkan meninjau kembali untuk memprioritaskan kereta api konvensional sebagai transportasi massal di seluruh wilayah Indonesia.
Ini karena perpindahan logistik maupun penumpang dengan jumlah jauh lebih besar untuk pemerataan ekonomi seluruh Indonesia.
"Saya berharap pemerintah bisa mempertimbangkan pembangunan rel kereta api konvensional di Sumatera yang belum terealisasi sepanjang sekitar 1.300 kilometer, untuk menyambungkan jalur dari Lampung hingga Aceh," tutur Bambang.
"Setelah kereta api seluruh Indonesia tercukupi, baru kita bicara soal kereta cepat untuk Jakarta Surabaya, bahkan hingga ke Banyuwangi" sambungnya.
Adapun pembangunan sistem kereta api di Provinsi Aceh sangat mendesak demi mengantisipasi pembangunan infrastruktur pelabuhan yang terintegerasi dengan kawasan industri.
Pembangunan jaringan kereta api sebenarnya sudah dimulai sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu, pengembangannya difokuskan empat pulau besar, yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, dengan total panjang rel 7.300 kilometer.
3. Keputusan Prabowo sejalan dengan pemerataan pembangunan

Maka dari itu, langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana membangun jaringan kereta api di luar Pulau Jawa sejalan dengan upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, kebijakan tersebut sangat penting untuk memperkuat sistem angkutan logistik, distribusi hasil sumber daya alam, serta angkutan massal penumpang.
“Sebagai contoh, di Pulau Sumatera telah dibangun sekitar 2.200 kilometer jalur rel yang digunakan untuk transportasi publik dan logistik massal. Konsep tersebut sebenarnya sudah mengarah pada sistem kereta Trans Sumatera,” jelasnya.
Untuk membangun rel Trans Sulawesi sepanjang kilometer, katanya kebutuhan anggaran tidak lebih dari Rp60 triliun. Ekonomi wilayah Sulawesi akan berkembang pesat apabila memiliki transportasi massal kereta api karena lebih efektif dan murah.
"Dengan biaya yang tidak lebih dari 200 triliun, Trans Sumatera dan Trans Sulawesi dapat terealisasi untuk membangun ekonomi di sekitar 10 provinsi di Sumatera dan 6 Provinsi di Sulawesi, sehingga pertumbuhan ekonomi akan menggeliat, dan tentu akan terjadi pemerataan ekonomi akibat adanya transportasi publik massal tersebut," urainya.

















