TPAKD: Katalisator Investor Muda Jawa Tengah Melek Finansial

- Mahasiswa UKSW Salatiga antusias ikuti Sekolah Pasar Modal (SPM) Level 1
- Edukasi pasar modal membantu mahasiswa memahami instrumen keuangan dan investasi masa depan
- Jumlah investor pasar modal di Kota Salatiga terus meningkat, mencapai 17.528 investor hingga September 2025
Salatiga, IDN Times - Siang itu, puluhan mahasiswa duduk antusias mengikuti Sekolah Pasar Modal (SPM) Level 1 bertemakan Don’t Just Spend, Learn To Grow Your Money, di ruang kuliah Gedung E126 Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Sabtu (5/7/2025). Diskusi dan tanya jawab berlangsung hidup dalam kegiatan yang dikemas secara serius tapi santai sejak pukul 13.00 WIB.
Materi yang diberikan secara umum mengenai edukasi dan sosialisasi pentingnya pasar modal sebagai sarana untuk berinvestasi sejak muda.
“Di SPM, kami mendapatkan pengetahuan mengenai pasar modal, bisa mengerti mengenai saham, reksa dana, obligasi, yang bisa untuk investasi mahasiswa," kata salah satu peserta, Michael.
Kegiatan yang diadakan secara berkala oleh Investor Club FEB UKSW itu tidak sekadar belajar mengenai teori berinvestasi. Sebaliknya, para peserta SPM langsung diajak untuk menjadi bagian dari revolusi finansial yang mengubah wajah perekonomian Jawa Tengah.
Bagaimana tidak, edukasi tersebut membantu mahasiswa memahami instrumen keuangan seperti saham, reksa dana, dan obligasi, yang selama ini sering distereotipkan hanya untuk orang dewasa atau investasi berisiko besar. Selain itu, para mahasiswa secara langsung juga untuk diajak berpindah dari pola konsumsi murni ke pola pengembangan keuangan yang menciptakan transformasi dari keuangan tradisional–hanya di bank atau untuk konsumtif–ke keuangan modern, seperti berinvestasi di pasar modal, yang berdampak positif pada inklusi dan literasi keuangan.
“Baru tahu ternyata bisa juga beli saham Rp100 ribu. Saya kira saham itu mahal, dan ternyata mudah untuk dibeli, serta bisa untuk investasi masa depan,” ungkap peserta lain, Nancy.
Salah satu pembicara dari Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Jateng 1 (IDX), Akhmad Nuranyanto mengatakan, jika makin banyak individu muda yang mulai berpikir jangka panjang--tidak hanya konsumtif, tetapi juga investasi--maka struktur keuangan masyarakat bisa ikut berubah. Dari yang hanya menerima penghasilan dan membelanjakan, menjadi yang memanfaatkan penghasilan untuk memperbanyak aset.
Apabila, lanjutnya, makin banyak mahasiswa--yang nanti akan menjadi tenaga kerja dan pelaku ekonomi--mulai aktif di pasar modal, dapat tercipta efek berganda (multiplier effect). Yakni, lebih banyak modal yang teralokasikan ke produktivitas, bukan hanya konsumsi, dan hal itu bisa memperkuat perekonomian daerah.
“Harapannya generasi muda menjadi lebih siap bukan hanya menghabiskan uang (don’t just spend), tapi juga bisa mengelola dan mengembangkan uangnya. Jadi ada perubahan sikap dan perilaku berkaitan dengan keuangan yang terjadi di kalangan mahasiswa. Ini mendorong perekonomian di daerah jadi lebih maju, inklusif, dan berkelanjutan,” ujar Nuranyanto.
Benar saja. Melansir data BEI Jateng 1, jumlah investor pasar modal di Kota Salatiga jumlahnya terus melesat. Hingga September 2025 sudah mencapai 17.528 investor atau naik 9,3 persen sejak Januari 2025 atau sembilan bulan terakhir. Saat itu, jumlahnya hanya 16.034 investor.

Situasi itu menjadi potret nyata bagaimana kolaborasi strategis antara Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengakselerasi pertumbuhan investor pasar modal di provinsi yang berpenduduk terbesar ketiga di Indonesia mencapai 38,2 juta jiwa.
“Akses keuangan memiliki peran strategis sebagai katalis pembangunan ekonomi berkelanjutan. Studi-studi global menunjukkan bahwa tingkat inklusi keuangan berkontribusi sangat signifikan pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, pengurangan kemiskinan, dan stabilitas keuangan,” kata Deputi Komisioner Hubungan Internasional, Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT), dan Daerah OJK, Bambang Mukti Riyadi saat membuka Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) dan Pleno TPAKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025 di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Jalan Pahlawan Nomor 9 Semarang, Kamis (19/6/2025).
Kini Jawa Tengah menempati posisi keempat sebagai provinsi dengan jumlah investor pasar modal terbanyak di Indonesia. Capaian itu bukan kebetulan, melainkan hasil kerja keras terstruktur yang melibatkan sinergi multipihak.
Berdasarkan data OJK, per Agustus 2025, Jawa Tengah mencatatkan sebanyak 1.906.816 investor pasar modal. Jumlah itu meningkat 15,67 persen jika dibandingkan jumlah investor pada Januari 2025, yang hanya 1.648.443 investor.
Masih dari data yang sama, secara detail, transaksi Pasar Modal di Jawa Tengah didominasi oleh investor individu dengan jumlah Single Investor Identification (SID) reksa dana mencapai 1.654.542 investor pada Juni 2025, meningkat 12,70 persen (years-on-years/y-o-y) dengan total nilai transaksi Rp14,86 triliun.
Sementara, jumlah SID saham sebesar 850.366 investor meningkat sebesar 24,80 persen (y-o-y) dan SID Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 106.028 investor juga meningkat sebesar 17,10 persen (y-o-y).
Model Sukses Implementasi TPAKD

Kota Salatiga menjadi contoh sukses implementasi program TPAKD di tingkat kota. Sebagai kota pendidikan dengan populasi mahasiswa yang mencapai 32.005 jiwa, Salatiga menjadi target strategis ideal untuk implementasi fokus OJK pada Generasi Z.
TPAKD merupakan forum koordinasi strategis yang dibentuk berdasarkan Radiogram Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bernomor T-900/634/Keuda tertanggal 19 Februari 2016. Beleid itu berisikan amanat kepada seluruh kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) untuk membentuk TPAKD di wilayah masing-masing berkolaborasi dengan OJK, sehingga menjadi tulang punggung percepatan akses keuangan di daerah. Salah satunya di Jawa Tengah.
Tujuan pembentukan TPAKD secara spesifik untuk mempercepat akses keuangan di daerah sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Forum tersebut mempertemukan pemerintah daerah, regulator, lembaga jasa keuangan, dan akademisi dalam satu meja koordinasi.
TPAKD sudah terbentuk di 35 kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Keberadaan mereka di setiap jenjang pemerintahan untuk memastikan program literasi keuangan dapat menyentuh masyarakat hingga ke pelosok daerah.
"TPAKD merupakan wadah bersama seluruh lembaga dan pemangku kepentingan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor itu.
Sementara itu, Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah, Hidayat Prabowo mengatakan, TPAKD merupakan wujud komitmen kolaborasi seluruh pemangku kepentingan di Jawa Tengah yang mendukung visi pembangunan pemerintah daerah serta peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 menunjukkan, indeks literasi keuangan mencapai 66,46 persen, lebih rendah daripada indeks inklusi keuangan 80,51 persen.
“Peningkatan akses keuangan dapat terwujud apabila industri jasa keuangan memberikan kemudahan dalam akses layanan keuangan, sekaligus diimbangi dengan upaya edukasi serta perlindungan yang memadai bagi konsumen dan masyarakat,” ujar Hidayat.
Edukasi: Fondasi Pertumbuhan Berkelanjutan
Intensitas kegiatan edukasi menjadi salah satu indikator keseriusan kerja TPAKD dan OJK. Sepanjang tahun 2024, TPAKD Jawa Tengah sudah melaksanakan 365 kegiatan edukasi di 35 kabupaten/kota dengan total peserta 33.332 orang. Kegiatan itu melibatkan 23 industri jasa keuangan dan menghasilkan 4.818 akun keuangan baru.
Momentum terus berlanjut di tahun 2025. Hingga Juli 2025, OJK Jawa Tengah telah melaksanakan 205 kegiatan edukasi kepada masyarakat, termasuk petani, pelajar, dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang diikuti sebanyak 40.544 orang.
BEI Jateng 1 ikut menunjukkan keseriusan serupa. Sepanjang Januari--September 2025, mereka sudah menggelar 4.223 kegiatan edukasi dengan total sebanyak 443.057 peserta di berbagai daerah. Angka itu melebihi target mereka tahun 2025 yang hanya 426 kegiatan.
Volume kegiatan yang tinggi itu memperlihatkan komitmen industri dan regulator dalam menjalankan fungsi literasi secara masif sehingga permintaan kegiatan edukasi terus meningkat di daerah.
Tidak berhenti di situ. Infrastruktur edukasi juga diperkuat BEI Jateng 1 melalui pembentukan Galeri Investasi BEI di kampus-kampus. Hingga Oktober 2025, sudah terdapat 47 Galeri Investasi BEI di 22 kabupaten/kota, yang masuk area BEI Jateng 1. Galeri investasi tersebut berfungsi sebagai pusat edukasi dan fasilitasi pembukaan rekening investasi bagi mahasiswa dan masyarakat umum.
Lalu, kegiatan serupa juga diadakan berupa Sosialisasi dan Edukasi Pasar Modal Terpadu (SEPMT). Program tersebut menjadi flagship (andalan) kolaborasi OJK dengan Self-Regulatory Organizations seperti BEI, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
SEPMT tahun 2025 diadakan di Auditorium Graha Widyatama, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, pada 27--29 Agustus 2025. Kegiatan itu dihadiri sekitar 1.100 mahasiswa sebagai upaya mendorong generasi muda menjadi motor pertumbuhan investor pasar modal.
Rektor Unsoed, Prof Akhmad Sodiq menyatakan, literasi keuangan yang baik menjadi bekal penting bagi generasi muda agar lebih bijak dalam berinvestasi.
“Mahasiswa tidak hanya harus cerdas secara akademik, tetapi juga melek keuangan agar mampu mengelola risiko sekaligus menangkap peluang investasi yang sehat,” katanya saat acara tersebut.

Meskipun capaian di Jawa Tengah memuaskan, TPAKD masih menghadapi sejumlah tantangan. Sekretaris Daerah Jawa Tengah, Sumarno menyebutkan, pembiayaan kepada para pelaku usaha di sektor pertanian dan perikanan masih belum optimal, yang seringkali membatasi peningkatan kapasitas mereka untuk menaikkan produktivitas usaha.
Namun, peluang juga terbuka lebar. Dominasi investor muda di Jawa Tengah yang mencapai lebih dari 64 persen menjadi modal kuat bagi optimisme bahwa pasar modal ke depan akan makin berkembang.
“Generasi muda cenderung memiliki orientasi jangka panjang dalam berinvestasi, yang menjadi indikasi positif bagi perekonomian Jawa Tengah,” ujarnya.

Kepala Kantor BEI Jateng 1, Fanny Rifqi El Fuad mengamini apa yang disampaikan Sumarno. Menurutnya, dominasi investor muda menjadi bukti nyata bahwa literasi dan inklusi keuangan di Jawa Tengah berkembang ke arah yang lebih baik. Ia mencatat, hingga tahun 2024, jumlah investor muda berusia 18--27 tahun mencapai 258.177 orang. Jumlah itu tertinggi
“Tren ini menunjukkan bahwa generasi muda Jawa Tengah tidak hanya makin sadar pentingnya investasi, tetapi juga mulai memahami bagaimana pasar modal berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Ketika makin banyak mahasiswa dan profesional muda membuka rekening efek, maka ekosistem investasi pun tumbuh--bukan hanya dari sisi jumlah investor, tapi juga dari kualitas pemahaman finansial mereka,” katanya Fanny.
Fanny menambahkan, ke depan, pihaknya ingin memastikan agar semangat investasi tersebut tidak berhenti di tahap mengenal, tetapi berlanjut menjadi perilaku finansial yang sehat dan berkelanjutan
Seperti diketahui, pemerintah, secara nasional menargetkan inklusi keuangan bisa mencapai 91 persen pada tahun 2025 dan 98 persen di tahun 2045, sebagaimana tercantum dalam visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Target itu memberikan arah yang jelas bagi TPAKD untuk terus memperluas akses keuangan di daerah.
Wali Kota Salatiga, Robby Hernawan yang menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPAKD 2025 di Jakarta, Jumat (10/10/2025) menegaskan, jika Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga siap untuk berkomitmen menjadi bagian dari gerakan nasional percepatan inklusi keuangan, yang sejalan dengan agenda pembangunan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
“Kami akan memperkuat lima sektor utama, mulai dari pertanian, UMKM, pelajar, penyandang disabilitas, hingga masyarakat umum melalui program Laku Pandai. Kolaborasi dengan bank daerah menjadi kunci untuk memperluas jangkauan pembiayaan,” katanya yang dalam kegiatan tersebut diluncurkan Roadmap TPAKD 2026–2030 sebagai panduan strategis penguatan inklusi keuangan di masa mendatang.

Keberhasilan Jawa Tengah mencapai posisi empat besar investor pasar modal nasional merupakan hasil langsung dari sinergi institusional yang terstruktur dan strategi yang terfokus. TPAKD menyediakan kerangka kerja koordinasi yang efektif, mengizinkan regulator dan Self-Regulatory Organizations untuk melaksanakan program edukasi secara masif, terstruktur, dan relevan dengan konteks lokal.
Model inklusi yang sukses di Jawa Tengah ditandai oleh integrasi vertikal yang mengubah kebijakan nasional menjadi aksi spesifik pemerintah daerah, kualitas inklusi yang memprioritaskan mitigasi risiko, dan visi holistik yang melihat pasar modal tidak hanya sebagai tempat investasi ritel, tetapi juga sebagai solusi pendanaan bagi sektor riil daerah.
Kisah akselerasi investor muda di Jawa Tengah, khususnya di kota-kota seperti Salatiga, membuktikan bahwa dengan kolaborasi yang tepat, edukasi yang terstruktur, dan komitmen multipihak, transformasi ekonomi daerah bukan isapan jempol.
Dari ruang kuliah dan Galeri Investasi di kampus UKSW Salatiga yang menampilkan portofolio investasi, generasi muda Jawa Tengah sedang menulis babak baru ekonomi daerah yang lebih inklusif, cerdas, dan berkelanjutan.

















