- Pembakaran sampah terbuka, terutama plastik multilayer dan tekstil sintetis.
- Abrasi ban dan rem kendaraan bermotor yang meningkat akibat padatnya lalu lintas Solo dan Boyolali.
- Sampah plastik yang terpapar sinar matahari dan terurai menjadi partikel mikro di udara.
Air Hujan di Solo dan Boyolali Tercemar Mikroplastik, Ini Penyebabnya

- Penelitian menemukan air hujan di Solo dan Boyolali tercemar mikroplastik dalam jumlah signifikan.
- Lokasi dengan paparan tertinggi adalah Jalan Slamet Riyadi Solo, diikuti Jalan Tol Ngemplak Boyolali dan Jalan HOS Cokroaminoto.
- Mikroplastik dapat menyebabkan gangguan hormon, inflamasi kronis, dan berdampak pada kesehatan jangka panjang.
Surakarta, IDN Times — Temuan awal mikroplastik yang terkandung dalam air hujan di Kota Solo dan Kabupaten Boyolali memicu keprihatinan pemerhati lingkungan. Penelitian yang dilakukan tim Microplastic Hunter Ecoton Foundation Minggu (23/11/2025) menunjukkan, air hujan di sejumlah titik di dua daerah tersebut sudah tercemar partikel mikroplastik dalam jumlah yang signifikan.
1. Tertinggi di Jalan Slamet Riyadi Solo

Pengambilan sampel dilakukan di lima titik. Yakni Jalan Kemuning (Solo), Jalan HOS Cokroaminoto (Solo), Jalan Tol Ngemplak (Boyolali), Jalan Slamet Riyadi (Solo), serta satu titik kontrol dari luar daerah.
Pengambilan sampel menggunakan wadah logam dan kaca berdiameter 35 cm yang dipasang selama 1--2 jam dengan ketinggian lebih dari 1,5 meter.
Hasil analisis awal menunjukkan, Jalan Slamet Riyadi menjadi lokasi dengan paparan tertinggi, yakni 125 partikel mikroplastik per liter air hujan. Lokasi selanjutnya adalah Jalan Tol Ngemplak Boyolali (78 partikel/liter) dan Jalan HOS Cokroaminoto (75 partikel/liter).
Mayoritas partikel yang ditemukan merupakan jenis fiber (serat tekstil sintetik) disertai film plastik ukuran kecil.
"Dari segi warna, mikroplastik hitam mendominasi hingga 71,3 persen, disusul biru (18,1 persen), merah (7,4 persen), dan transparan (3,2 persen)," kata Koordinator riset mikroplastik Ecoton, Alaika Rahmatullah.
2. Ecoton: “Jangan mangap saat hujan turun.”

Lebih lanjut ia menyebutkan, temuan tersebut mengkhawatirkan dan menunjukkan bahwa mikroplastik tidak lagi hanya ditemukan di sungai atau laut melainkan sudah bercampur dengan hujan yang turun di permukiman masyarakat.
“Ini sangat mengkhawatirkan, ternyata air hujan di Solo juga terkontaminasi mikroplastik. Jangan kebiasaan mangap saat hujan turun, karena setiap tetes membawa risiko paparan plastik tambahan,” imbuhnya.
Menurut peneliti Ecoton, Sofi Azilan Aini, ada tiga faktor utama penyebab tingginya jumlah mikroplastik di udara hingga terbawa hujan. Yakni:
“Mikroplastik berukuran kurang dari 5 milimeter hingga 1 mikron dapat melayang ratusan kilometer,” ujarnya.
3. Dari gangguan hormon hingga peradangan kronis

Sofi menguraikan, mikroplastik bukan hanya serpihan plastik, tetapi pembawa zat kimia berbahaya seperti phthalates, Bisphenol (BPA), logam berat, dan mikroorganisme patogen.
Sementara itu, Kepala Laboratorium Mikroplastik Ecoton, Rafika Aprilianti mengatakan, paparan jangka panjang mikroplastik dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan, gangguan hormon, hingga inflamasi kronis.
"Mikroplastik dapat masuk ke tanah, sawah, sungai, dan rantai makanan, sehingga berdampak pada kesehatan jangka panjang," akunya.
Untuk mengurangi paparan mikroplastik, Rafika mengajukan sejumlah rekomendasi strategis kepada pemerintah daerah dan masyarakat, di antaranya:
- Melarang pembakaran sampah dan pemberian sanksi tegas bagi pelanggar.
- Monitoring kualitas udara berbasis mikroplastik, yang hingga kini belum dimiliki daerah manapun di Indonesia.
- Transisi transportasi rendah emisi mengingat kontribusi abrasi ban kendaraan.
- Uji laboratorium lanjutan (FTIR atau Raman Spectroscopy) untuk menentukan sumber polimer.
















