Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Fakta Sidang Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita: Panik Sobek Catatan saat KPK Datang hingga Mutasi Jabatan karena Calon Kalah

Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama suaminya, Alwin Basri yang juga mantan Ketua Komisi D Provinsi Jawa Tengah menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025). (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama suaminya, Alwin Basri yang juga mantan Ketua Komisi D Provinsi Jawa Tengah menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025). (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Intinya sih...
  • Ada gratifikasi terselubung
  • Ancaman mutasi jabatan
  • Dugaan suap dan gratifikasi hingga Rp 9 Miliar

Semarang, IDN Times - Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Semarang yang menjerat mantan Wali Kota Hevearita Gunaryanti Rahayu--yang akrab disapa Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri. Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setda Semarang, Hendrawan Purwanto mengaku menyobek dokumen penting saat ruangannya digeledah oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saat penggeledahan saya panik. Takut nanti ditanya-tanya macam-macam, jadi saya sobek catatan lama itu. Itu catatan terkait pengadaan barang dan jasa,” ujar Hendrawan dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (16/6/2025).

1. Ada gratifikasi terselubung

Ilustrasi gratifikasi (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi gratifikasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam sidang, jaksa KPK Rio Vernika Putra menunjukkan sobekan dokumen yang ditemukan KPK. Beberapa di antaranya bertuliskan nama Kapendi, yang disebut sebagai orang kepercayaan Mbak Ita. Dokumen tersebut, menurut Hendrawan, berisi referensi perusahaan yang disarankan agar dimenangkan dalam proses lelang.

“Itu referensi dari Kapendi, katanya supaya kalau bisa menang proyek. Saya sobek karena panik,” akunya di hadapan majelis hakim.

Hendrawan juga mengakui jika ia sempat berkomunikasi langsung dengan Mbak Ita saat penggeledahan berlangsung. Namun ia membantah menerima instruksi untuk menyobek dokumen.

“Itu inisiatif saya sendiri. Tidak ada perintah dari Bu Ita,” tegasnya saat ditanya kuasa hukum terdakwa.

Selain menyobek dokumen, Hendrawan juga mengaku pernah menerima uang transport senilai Rp2,5 juta dan sebuah tumbler saat berkunjung ke pabrik mebel PT Dekasari Perkasa di Pemalang.

“Saya buka goodie bag-nya saat sudah sampai Jakarta. Baru tahu di dalamnya ada amplop. Tapi saya tidak tahu siapa yang memberikannya,” katanya.

2. Ancaman mutasi jabatan

Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama suaminya, Alwin Basri yang juga mantan Ketua Komisi D Provinsi Jawa Tengah menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025). (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama suaminya, Alwin Basri yang juga mantan Ketua Komisi D Provinsi Jawa Tengah menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025). (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Fakta lain yang terungkap adalah dugaan intervensi Alwin Basri dalam pemenangan proyek oleh kontraktor Martono. Martono sendiri disebut memenangkan sejumlah proyek besar, seperti pembangunan Gedung Layanan Kanker RSUD Wongsonegoro senilai Rp28 miliar dan gedung 12 lantai senilai Rp78 miliar.

Namun, Junaidi, mantan Kabag PBJ sebelum Hendrawan, bersaksi bahwa ia dimutasi ke posisi Kepala Humas DPRD Kota Semarang karena gagal mengakomodasi titipan dari Alwin.

“Pak Alwin minta saya bantu Martono menang tender proyek RS Wongsonegoro. Tapi administrasi Martono tidak lengkap, jadi dia tidak menang. Tak lama saya dimutasi,” ungkapnya.

Meski demikian, Mbak Ita membantah mutasi tersebut merupakan hasil keputusan pribadi.

“Mutasi bukan keputusan saya sendiri. Semua berdasarkan usulan dan pertimbangan birokrasi,” jawabnya saat menanggapi kesaksian Junaidi.

Untuk diketahui, nama Martono disebut-sebut sebagai salah satu pihak kunci yang diduga memberi suap agar bisa memenangkan proyek. Meski demikian, Hendrawan bersikeras bahwa proyek yang dimenangkan Martono sudah sesuai prosedur lelang.

“Penawaran dari Martono untuk proyek RS Wongsonegoro adalah yang paling efisien dan menguntungkan negara,” klaim Hendrawan.

3. Dugaan suap dan gratifikasi hingga Rp 9 Miliar

Ilustrasi gratifikasi. (IDN Times/ Agung Sedana)
Ilustrasi gratifikasi. (IDN Times/ Agung Sedana)

Dalam dakwaan, JPU menyebut Mbak Ita dan Alwin menerima suap dan gratifikasi dengan total sekitar Rp9 miliar, yang berasal dari berbagai proyek di 16 kecamatan melalui mekanisme penunjukan langsung. Penerimaan uang juga disebut berasal dari sejumlah nama, seperti Suwarno, Gatot Sunarto, dan lainnya.

“Total gratifikasi sebesar Rp2,24 miliar dan suap dari proyek pengadaan barang senilai Rp3,75 miliar, ditambah pemotongan honor PNS sebesar Rp3 miliar,” urai jaksa Rio.

Atas perbuatannya, keduanya dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 11, huruf f, dan Pasal 12 B UU Tipikor.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us