Keluarga ARL Desak Undip Batalkan Wisuda Tersangka Kasus PPDS

- Keluarga korban kasus PPDS Undip, ARL mendesak rektorat membatalkan proses wisuda dokter ZYA
- Pengacara keluarga ARL menyatakan dokter ZYA tidak layak menjadi seorang dokter yang akan melayani kesehatan masyarakat
- Kasus PPDS Undip merupakan yang pertama kali di Indonesia, menyoroti dugaan bullying di lingkungan pendidikan kedokteran
Semarang, IDN Times - Pihak keluarga korban kasus PPDS Undip, ARL mendesak rektorat Undip Semarang membatalkan proses wisuda yang akan diikuti dokter berinisial ZYA, salah satu tersangka kasus perundungan dan pemerasan.
Yulisman Alim, pengacara Misyal and Partner kuasa hukum keluarga ARL menyayangkan keputusan rektorat Undip yang justru memberi izin dokter tersebut untuk mengikuti proses wisuda ketimbang memberikan hukuman setimpal atas keterlibatan yang bersangkutan dalam kasus kematian kliennya.
"Seharusnya orang seperti ini dikasih punishment bukan malah dikasih reward. Maka kami minta ini disetop dulu entah berupa wisuda dan lainnya. Selama orang ini sedang berproses hukum. Maka proses wisudanya ditunda dulu," katanya saat dikontak IDN Times, Selasa (29/4/2025).
1. Cabut izin praktek dokter terlibat kasus PPDS Undip

Ia menyebut orang seperti dokter Zara tidak layak menjadi seorang dokter yang nantinya akan melayani kesehatan masyarakat.
Lebih tegas pihaknya meminta pihak-pihak terkait untuk mencabur izin praktek dokter tersebut dan berikan hukuman yang maksimal.
"Cabut ijin praktek dokter mereka dan proses serta beri hukuman yang maksimal. Biar ada efek jera dan menjadi pelajaran buat yang lain untuk tidak melakukan lagi budaya perundungan di dunia pendidikan kedokteran khususnya," tuturnya.
2. Kuasa hukum kirim surat ke Polda Jateng

Misyal Achmad Ketua Tim Kuasa Hukum Keluarga ARL mengungkapkan kejaksaan telah menyatakan berkas perkara tersebut lengkap atau P21.
Selain ZYA, dalam kasus kematian kliennya terdapat dua orang lagi yang terlibat. Yaitu dokter TEN selaku Ketua Program Studi PPDS Anestesi FK Undip, SM.
Misyal menyatakan akan segera mengirim surat permintaan kepada Kapolda Jateng untuk menahan ketiga tersangka. Ia menyebutkan bahwa sebelumnya Kapolda telah menyampaikan komitmennya bahwa jika berkas dinyatakan P21, maka para tersangka akan segera diperiksa dalam tahap dua dan langsung ditahan.
"Kalau berkas belum lengkap dan pelaku sudah ditahan, sementara audit belum selesai, maka mereka bisa dibebaskan demi hukum. Ini bisa membuat institusi penegak hukum terlihat tidak profesional," ungkapnya.
3. Dokter-dokter senior menolak akui bullying
![[INFOGRAFIS] Sisi Gelap Gen Z dan Milenial. (IDN Times/Aditya Pratama)](https://image.idntimes.com/post/20250429/sisi-gelap-gen-z-dan-milenial-bullying-masih-eksis-01-large-4bc36ae0be6faf9947789644fbe1bd02.jpeg)
Ia pun menyoroti kasus PPDS Undip merupakan yang pertama kali di Indonesia, di mana dugaan bullying di lingkungan pendidikan kedokteran berhasil masuk penegakan hukum yang serius. Ia mendorong pembentukan Satgas Anti-Bullying oleh Kementerian Kesehatan sebagai langkah preventif ke depan.
“Baru pertama kali dalam sejarah, kasus bullying bisa seperti ini. Dari dulu tidak pernah terungkap. Mana ada dokter-dokter senior yang mengakui bahwa bullying itu nyata? Semua menolak. Kalau mentalnya sudah dirusak sejak pendidikan, bagaimana bisa mencetak dokter yang baik,” katanya.
4. Perkara kasus PPDS Undip dilimpahkan kejaksaan

Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto mengakui memang berkas pemeriksaan tersangka kasus PPDS Undip sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Prosesnya masih berjalan sesuai tahapan penyidikan yang dilakukan pihaknya.
"Berkas saat ini di kejaksaan. Sekarang sedang melengkapi semuanya. Proses masih on the track semua berjalan sesuai role dari aturan untuk penyidikan. Pada prinsipnya kita masih on the track kita hargai masukan dan informasi dari masyarakat," tandasnya.