Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kampanye_Plastik_UNS.jpeg
Kampanye stop plastik di Pascasarjana UNS. (Dok/Istimewa)

Intinya sih...

  • Dorong inovasi pembuatan plastik dari bahan hayati untuk mengurangi polusi plastik

  • Polusi plastik diprediksi mencapai puncaknya di tahun 2040 dengan 23-27 ton sampah plastik

  • Kampanye stop penggunaan plastik sekali pakai melalui regulasi pemerintah, produsen, dan konsumen

Surakarta, IDN Times - Program Studi S3 dan S2 Ilmu Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana UNS menggelar diskusi publik dalam rangka peringatan Hari iingkungan hidup di Pascasarjana UNS, Rabu (25/6/2025). Diskusi ini sebagai komitmen pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong inovasi bahan plastik hayati.

1. Dorong inovasi pembuatan plastik dari bahan hayati

Dekan Pascasarjana UNS, Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si. (IDN Times/Larasati Rey)

Dekan sekolah pasca Sarjana  UNS, Prof. Sajidan menyoroti penggunaan plastik di kehidupan sehari-hari. Ia juga mendorong terwujudnya inovasi-inovasi bahan hayati untuk pengembangan bahan plastik.

"Bumi ini adalah titipan yang harus dikembalikan dalam bentuk yang baik. Polusi plastik yang sedang terjadi mendorong kita untuk menciptakan inovasi-inovasi bahan hayati untuk pengembangan bahan plastik seperti singkong, kentang dan ubi, sebagai upaya pengurangan polusi plastik" ujarnya.

Senada dengan Prof Sajidan, Kaprodi S2 Ilmu Lingkungan UNS Prof. mohammad Masyukuri mengatakan mikroplastik adalah senyawa sintetis yang ditemukan di sungai, udara dan biota, ukuran mikroplastik yang lebih kecil dari 5 mm dapat masuk kedalam tubuh manusia, bahkan mikroplastik dalam ukuran Femto atau lebih kecil dari 0,2 mikrometer dapat menembus sel, sehingga kini banyak ditemukan mikroplastik dalam organ tubuh manusia. Dimana mikroplastik disebut sebagai cocktail of contaminants karena bersifat aktif menyerap polutan yang ada di lingkungan seperti Bisphenol A, Plasticizer, Poly aromatic Hidrocarbon dan logam berat, dan berbahaya untuk tubuh.

“Solusinya kita harus menerapkan gaya hidup re use atau guna ulang dan mengurangi pola konsumsi plastik sekali pakai" ungkap Prof Masykuri.

2. Polusi plastik diprediksi memuncak di tahun 2040

Potret kumpulan sampah plastik di Pantai Samudra Atlantik (commons.wikimedia.org/Marek Ślusarczyk)

Sementara itu, berdasarkan data mikroplastik semakin masif mencemari lingkungan. Diprediksi pada rahun 2040 polusi plastik mencapai 23-27 ton. Dosen Hukum Lingkungan UNS, Dr. Dewi Gunawati menjelaskan bahwa dibutuhkan komitmen warna negara untuk mengurangi konsumsi plastik dan menumbuhkan sense of belonging rasa memiliki lingkungan dan memelihara, rasa mencintai lingkungan. Dibutuhkan komitmen dari setiap pribadi untuk memulai gerakan pengurangan penggunaan plastik mulai dari diri sendiri dan dilakukan terus menerus.

"Mikroplastik akan semakin masif mencemari lingkungan karena pada tahun 2040 diprediksi  polusi plastik mencapai 23-27 ton, sampah plastik akan terurai masuk ke perairan dan mencemari rantai makanan,” jelasnya.

3. Kampanye stop penggunaan plastik sekali pakai

ilustrasi gelas plastik (unsplash.com/brian_yuri)

Dikesempatan yang sama, Founder Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan diskusi ini sebagai kampanye stop pengunaan plastik sekali pakai dari pemerintah, seperti;

1. Pemerintah membuat regulasi pengurangan penggunaan plastik sekali pakai seperti Pemprov Bali yang melarang penjualan air minum dalam kemasan dibawah 1 liter.

2. Mendorong produsen tidak memproduksi packanging sachet. Tanggung jawab produsen atas sampah packaging yang dihasilkan dan mencemari lingkungan.

3. Konsumen harus mau mengurangi pemakaian plastik sekali pakai seperti sachet, styrofoam, tas kresek, dan botol air minum dalam kemasan.

"Pencemaran plastik harus dihentikan karena mikroplastik telah masuk ke dalam tubuh manusia" ujar Prigi.

Menurutnya, kajian ecoton menemukan mikroplastik dalam air ketuban, air susu ibu, kotoran manusia dan kulit manusia. Mikroplastik dalam tubuh akan mengganggu hormon dan secara langsung akan berdampak pada gangguan reproduksi, gangguan imun dan metabolisme. Indonesia butuh baku mutu pembatasan mikroplastik dalam air minum dan seafood.

Editorial Team