Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Potret Buruk Penegakan Hukum di Indonesia, Pakar: Kalau Belum Viral, Tidak Ditangani

Ilustrasi hukum (Dok: ist)
Ilustrasi hukum (Dok: ist)

Semarang, IDN Times - Pepatah mengatakan penegakan hukum di Indonesia masih jauh panggang dari api. Jika tidak diviralkan di media sosial atau tidak menjadi perbincangan publik, maka kasus-kasus hukum yang terjadi di masyarakat tidak akan ditangani secara serius oleh para penegak hukum. 

1. Masyarakat yang powerless jauh dari akses keadilan

Diskusi publik ‘Menggugat Konsistensi Penegakan Hukum di Tanah Air’ di Semarang, Senin (7/8/2023). (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Diskusi publik ‘Menggugat Konsistensi Penegakan Hukum di Tanah Air’ di Semarang, Senin (7/8/2023). (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Hal itu disampaikan Pakar hukum administrasi negara Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Dr Rahmat Bowo SH MH pada diskusi publik ‘Menggugat Konsistensi Penegakan Hukum di Tanah Air’ di Semarang, Senin (7/8/2023). 

‘’Penegakan hukum merupakan benteng terakhir untuk mewujudkan keadilan bagi para pencari keadilan. Jika terjadi inkonsistensi penegakan hukum akibatnya adalah ketidakpastian hukum. Masyarakat yang powerless akan semakin jauh dengan akses keadilan,’’ terangnya. 

Pemantik dalam diskusi tersebut, pengamat politik, Dr Arie Junaedi memberikan banyak sekali gambaran atas inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia mulai dari tingkat nasional hingga daerah. Mulai kasus ketidaksetaraan dalam penegakan hukum, keterlibatan politik dalam penegakan hukum seperti kasus suap Menkominfo, pengaruh uang dan kekuasaan dari kasus Ferdi Sambo atau Lukas Enembe, korupsi Basarnas dan lainnya.

2. Penegak hukum tidak responsif pada laporan masyarakat

Pakar hukum administrasi negara dari Unissula Semarang menjadi pembicara pada diskusi publik ‘Menggugat Konsistensi Penegakan Hukum di Tanah Air’ di Semarang, Senin (7/8/2023). (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Pakar hukum administrasi negara dari Unissula Semarang menjadi pembicara pada diskusi publik ‘Menggugat Konsistensi Penegakan Hukum di Tanah Air’ di Semarang, Senin (7/8/2023). (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Menurut dosen Fakultas Hukum Unissula itu, masih banyak kasus-kasus ‘’di bawah karpet’’ yang belum terungkap. 

‘’Ini menunjukkan penegak hukum tidak responsif pada kasus atau laporan dari masyarakat. Maka, apa yang perlu dilakukan? Kabarkan, viralkan, penggalangan dukungan, awasi, buatlah tandingan, lakukan pengujian seperti gugatan atau upaya hukum, dan laporkan ke lembaga penegak hukum,’’ tegasnya. 

Rahmat menjelaskan, memviralkan sebuah kasus dapat mencerminkan keadilan. Ini bisa ditempuh apabila laporan tekstual untuk mencari keadilan tidak mendapat akses. 

"Makanya konsistensi hukum di Indonesia harus dituntut. Sebab, masih banyak kasus yang dibeda-bedakan. Kemudian, agar tidak ada pelanggaran, aparat penegak hukum harus jalankan hukum acara, SOP, dan kode etik," tandasnya. 

3. APH perlu mempertajam hati nurani

Sidang vonis penyiraman air keras Novel Baswedan (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Sidang vonis penyiraman air keras Novel Baswedan (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Kemudian setali tiga uang dengan Rahmat, pakar hukum pidana Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Dr Umi Rozah SH MH mengatakan, no viral no justice ini menjadi suatu fenomena saat ini untuk mendorong konsistensi penegakan hukum. 

‘’Hukum disini bukan untuk menindak tapi untuk mencapai kepentingan tertentu. Kemudian, dari aparat penegak hukum (APH), mereka masih bekerja dengan paradigma positivistik. Mereka bekerja hanya dengan logika,’’ katanya. 

Maka, lanjut dia, para APH ini harus dibekali dengan pendekatan spiritual yang kuat. Tujuannya, untuk mempertajam hati nurani mereka ketika melihat suatu fenomena atau peristiwa dari suatu kasus hukum. 

4. APH jangan menunggu viral untuk tangani kasus

IDN Times/Arief Rahmat
IDN Times/Arief Rahmat

Menurut dosen Fakultas Hukum Undip itu, inkonsistensi penegakan hukum akan menimbulkan permasalahan lain. Salah satunya sikap sebagian masyarakat yang cenderung kompromis alias tidak mau lelah. 

Sementara itu, pengamat politik, Arie Junaedi menambahkan, ke depan dalam rangka konsistensi penegakan hukum di Tanah Air, perlu ada pembenahan rekruitmen APH. 

"Selain itu, juga menuntut penegak hukum agar lebih peka terhadap pelaporan dan kasus-kasus hukum. Sehingga, tidak perlu menunggu viral dulu baru ditangani agar masyarakat mendapat keadilan,’’ katanya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anggun Puspitoningrum
EditorAnggun Puspitoningrum
Follow Us