Tiga Metode Membuat Soal Cerita Matematika yang Guru SD Wajib Tahu

Surakarta, IDN Times - Sulitnya pemecahan soal cerita dalam mata pelajaran matematika sekolah dasar ternyata tak hanya dipengaruhi oleh kemampuan siswa semata. Dalam penelitian Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof. Dr. Sumarwati, M.Pd yang berjudul Optimalisasi Peran Bahasa dalam Pendidikan Literasi Matematik Siswa Sekolah Dasar mengemukan jika banyak soal cerita dalam matematika di jenjang sekolah dasar sulit dipecahkan, hal ini berkaitan penggunaan media bahasa yang tidak relevan dengan kompetensi berbahasa siswa.
"Dengan demikian kesulitam memahami soal cerita berbahasa Indonesia dapat bersumber dari tidak sesuainya bahasa pada soal cerita dan bahasa yang dikuasai siswa, terlebih bagi siswa kelas rendah yang sedang belajar bahasa Indonesia," ungkap Prof. Sumarwati, M.Pd, Senin (3/7/2023).
Berikut tiga syarat metode yang wajib menjadi pedoman bagi guru dalam membuat soal cerita bagi jenjang sekolah dasar;
1. Rumus formula soal cerita

Berdasarkan hasil penilitiannya, ada rumus formula soal cerita yang sesuai dengan kompetensi bahasa siswa sekolah dasar ditinjau dari unsur kebahasaan struktur teka, dan unsur pembangun konteksnya sebagai berikut.
- Menggunakan kosa kata yang familiar dan sering dipakai (kata yang tidak familiar dan tidak sering dipakai diganti, misalnya kontainer diganti truk).
- Menggunakan kalimat aktif dan pasif secara cermat (bila memungkinkan kalimat pasif dibuat menjadi aktif, misalnya lima kelereng diambil Budi dibuat menjadi Budi mengambil 5 kelereng).
- Jumlah kata pada setiap kalimat, sebagai berikut: (1) 3-6 kata untuk kelas 1-2. (2) 3-9 kata untuk kelas 3-4, dan (2) 3-12 kata untuk kelas 5-6.
- Jumlah kalimat pada soal adalah sebagai berikut: (1) 3-5 kalimat untuk kelas 1-2, (2) 3-8 kalimat untuk kelas 3-4, dan (3) maksimal 12 kalimat untukkelas 5-6.
- Kalimat kompleks (menggunakan tanda koma atau kata hubung dan, lalu, kemudian, sedangkan, jika, apabila) dibuat menjadikalimat-kalimat tunggal.
- Kalimat tanya yang kompleks dibuat menjadi sederhana dan memuat satuan ukuran yang jelas.
- Kepemilikan yang abstrak dibuat konkret (misalnya frasa 2.675 radio telah terjual dibuat menjadi Sebanyak 2.657 radiopedagang itu telah terjual).
- Menghindari penggunaan nama/objek simbolik (kota A dibuat menjadi Kota Bandung, Bapak B menjadi Bapak Budi).
- Menggunakan multiaktor yang memiliki hubungan keluarga (familiar) pada soal yang memuat frasa lebih banyak dan lebih sedikit.
- Menggunakan tiga komponen teks secara lengkap (mencakup komponen pembuka, komponen peristiwa, dan komponen pertanyaan).
- Menggunakan komponen pembuka untuk membangun konteks yangj las dan sesuai konteks dunia nyata siswa.
- Menggunakan nama aktor dan koaktor yang jelas perbedaanya, menghindari nama-nama mirip pada soal perbandingan.
- Menggunakan objek yang familiar bagi siswa.
2. Teknik menyusun soal cerita

Agar sesuai kompetensi bahasa siswa, guru dapat membuat sendiri soal cerita untuk dikerjakan siswanya. Ada 4 teknik penyusunan soal cerita yang dapat diterapkan, yaitu ;
- Teknik parafrasa, analogi, generalisasi, dan modifikasi. Menyusun soal matematikan dengan teknik parafrasa adalah mengubah atau membuat teks soal cerita berdasarkan soal non-cerita. Teknik analogi adalah menyusun soal cerita yang baru pada materi tertentu dengan mengacu pada contoh soal yang ada pada materi lain (misal membuat soal bilangan pecahan menganalogi soal bilangan bulat).
- Teknik generalisasi adalah membuat teks soal cerita baru dengan mengacu pada soal yang ada pada materi yang sama, dengan cara mengganti besaran angka, simbol, atau perangkat matematika lainnya.
- Teknik modifikasi adalah mengubah soal cerita dengan bahasa verbal yang lebih baik meski tidak mengubah esensi masalah pada soal sebelumnya.
3. Empat metode memahami soal cerita

Untuk membantu siswa dalam memahami soal cerita, terutama untuk soal-soal yang dirasa sulit oleh siswa, guru dapat menggunakan 4 metode, yaitu teknik menerjemahkan, memfokuskan, membahasakan ulang, dan menceritakan.
- Menerjemahkan, yaitu membantu siswa dalam memahami substansi soal cerita dengan mengalihbahasakan kata-kata, frasa, kalimat atau seluruh bagian soal dalam bahasa yang dikuasai siswa. Misalnya bagian soal yang menggunakan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, yaitu bahasa ibu para siswa. Ini terutama diterapkan pada siswa kelas awal yang sedanga belajar bahasa kedua (Indonesia).
- Memfokuskan, yaitu mengajak siswa untuk memberi perhatian khusus dan penjelasan tambahan pada bagian tertentu (kata, frasa, kalimat) dalam soal dengan cara memberi garis bawah, warna yang berbeda, atau melingkari yang menjadi kunci penanda operasi hitung.
- Membahasakan ulang, yaitu menyatakan kembali soal cerita dengan bahasa yang lebih mudah dipahami siswa. Ini terutama untuk soal-soal dengan konteks yang asing bagi siswa.
- Menceritakan, yaitu menyampaikan substansi soal dengan cara mengubahnya dalam bentuk cerita agar konteksnya lebih mudah dipahami siswa. Menyajikan soal cerita dengan mengubahnya ke dalam cerita dengan konteks atau dunia nyata yang sesuai dengan pengalaman siswa, lebih mudah dipahami. Misalnya tokoh yang ada dalam soal diganti dengan nama siswa, nama anggota keluarga, atau orang-orang yang ada di lingkungan hidupnya. Tidak hanya tokoh, penggunaan setting pada dunia nyata siswa juga dapat memperpejelas konteks soal.
Sebagai penutup dalam pendidikan literasi matematika direkomendasikan sebagai berikut jika selama ini upaya untuk mengatasi permasalahan dalam pendidikan literasi matematika hanya didekati dengan paradigma ilmu matematika dan pengajaran matematika, mulai saat ini dan ke depan juga harus didekati dengan paradigma ilmu bahasa.