Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komitmen Iklim Prabowo di PBB Belum Konsisten, Ada Perbedaan Narasi

WhatsApp Image 2025-09-23 at 11.14.14 PM.jpeg
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto sedang menyampaikan pidatonya di General Assembly Hall, New York, Selasa (23/9/2025). (YouTube IDN Times)
Intinya sih...
  • Prabowo menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai target net zero emission (NZE) paling lambat 2060, namun belum tercermin dalam dokumen SNDC.
  • Perbedaan narasi komitmen iklim Indonesia berpotensi menimbulkan kebingungan dan perlu strategi transisi energi yang lebih konkret.
  • IESR memberikan empat rekomendasi kepada Prabowo, termasuk pensiunkan PLTU tua, reformasi subsidi BBM, percepat efisiensi energi, dan tindak lanjuti Global Methane Pledge.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk memenuhi Persetujuan Paris dan mencapai target nol bersih emisi atau net zero emission (NZE) paling lambat 2060. Hal itu disampaikan saat berpidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bahkan, Prabowo menyampaikan optimisme target NZE bisa dicapai lebih cepat.

Prabowo menyebut beberapa strategi utama untuk mewujudkan target tersebut. Mulai dari reforestasi lebih dari 12 juta hektare (ha), penciptaan pekerjaan hijau, hingga pengembangan energi terbarukan sebagai sumber listrik tambahan mulai tahun depan. Ia juga menegaskan ambisi menjadikan Indonesia sebagai pusat solusi global untuk pangan, energi, dan ketahanan air.

“Indonesia berkomitmen mewariskan dunia yang lebih baik untuk generasi mendatang. Langkah-langkah transisi energi hijau sedang kami percepat, agar tidak hanya berkontribusi pada iklim, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat,” kata Presiden Prabowo di markas besar PBB, New York, Selasa (23/9/2025).

1. Nilai komitmen Prabowo belum konsisten

Fabby Tumiwa CEO IESR membuka acara Peluncuran Studi Pulau Bali Berbasis 100% Energi Terbarukan.jpg
Chief Executive Officer (CEO) Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa. (Dok. IESR)

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik optimisme Prabowo. Meski demikian, CEO IESR, Fabby Tumiwa menilai komitmen tersebut perlu tercermin secara nyata dalam dokumen Second Nationally Determined Contribution (SNDC), yakni berupa kebijakan iklim nasional Indonesia untuk periode 2031--2035.

Fabby menyebutkan, target yang tercantum dalam SNDC Pemerintah Indonesia masih belum cukup ambisius. Hasil konsultasi publik pada Agustus 2024 menunjukkan jika target penurunan emisi hanya meningkat sedikit dibanding Enhanced NDC (ENDC). Malah, target tanpa syarat menjadi lebih rendah 8 persen dan target bersyarat lebih rendah 9--17 persen di luar sektor kehutanan dan lahan (Forestry and Other Land Uses/FOLU).

“Untuk selaras dengan Persetujuan Paris, bauran energi terbarukan harus mencapai 40--45 persen pada 2030 dan 55 persen pada 2035. Pemerintah tidak bisa terus bergantung pada sektor kehutanan. Energi adalah kunci,” jelas Fabby dilansir keterangan resminya, Rabu (24/9/2025).

2. Perbedaan narasi berpotensi menimbulkan kebingungan

PLTS1 (5).png
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk pertanian di Desa Krandegan, Purworejo. (Dok. IDN Times)

Fabby menamabhkan, pemerintah sudah mengumumkan rencana pengembangan 100 GW Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan baterai. Namun implementasinya untuk pasar dalam negeri belum jelas.

Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional masih menargetkan bauran energi yang tidak sejalan dengan jalur 1,5°C.

Fabby menegaskan, strategi transisi energi perlu lebih konkret.

“Selain menambah kapasitas energi terbarukan, pemerintah harus mulai merencanakan pensiun PLTU batu bara dan mereformasi subsidi bahan bakar. Dengan begitu, tercipta lapangan tanding yang adil bagi energi bersih,” akunya.

Lebih jauh, IESR menyoroti adanya perbedaan narasi komitmen iklim Indonesia. Di forum internasional lain, Prabowo sempat menyebut target lebih ambisius. Yakni dengan menghentikan PLTU batu bara dalam 15 tahun, mencapai 100 persen energi terbarukan dalam 10 tahun, dan mewujudkan swasembada listrik sebelum 2050.

Namun, narasi itu belum tercermin dalam kebijakan nasional.

“SNDC seharusnya menjadi cetak biru setiap komitmen iklim presiden, agar konsisten dan kredibel di mata dunia,” tegas Fabby.

3. Empat rekomendasi IESR untuk Prabowo

WhatsApp Image 2025-09-23 at 10.21.27 PM.jpeg
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto sedang menyampaikan pidatonya di General Assembly Hall, New York, Selasa (23/9/2025). (IDN Times/Uni Lubis)

Untuk memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi iklim global, IESR, imbuh Fabby, memberikan empat rekomendasi. Di antaranya:

  1. Pensiunkan PLTU tua: sebesar 9 GW hingga 2035 sesuai Perpres 112/2022 dan Permen ESDM 10/2025, serta bangun energi terbarukan hingga 100 GW.
  2. Reformasi subsidi BBM: untuk mendorong efisiensi energi dan mengurangi impor.
  3. Percepat efisiensi energi: melalui sertifikasi, standar, dan akses modal agar industri lebih hemat dan rendah emisi.
  4. Tindak lanjuti Global Methane Pledge: memangkas emisi metana 30 persen pada 2030, sesuai komitmen Indonesia di 2021.

Koordinator Kebijakan Iklim IESR, Delima Ramadhani menambahkan, SNDC perlu menggunakan hasil Global Stocktake pertama di COP28 sebagai kerangka penyusunan.

Global Stocktake (GST) sudah menetapkan target kunci kolektif untuk mencapai Paris Agreement. Indonesia harus menjadikannya pijakan dalam menyusun strategi nasional,” ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us

Latest News Jawa Tengah

See More

Komitmen Iklim Prabowo di PBB Belum Konsisten, Ada Perbedaan Narasi

24 Sep 2025, 19:09 WIBNews