Per Agustus 2025 Ada Aturan Pajak Baru Aset Kripto, Ini Perhitungannya

- Pemerintah menerbitkan 3 PMK terbaru yang mulai berlaku per 1 Agustus 2025, menandai penyesuaian besar status aset kripto sebagai aset keuangan digital.
- Aset kripto tak lagi dianggap sebagai komoditas, tetapi sebagai aset keuangan yang dipersamakan dengan surat berharga. Namun, penghasilan dari transaksi kripto tetap dikenai PPh Final Pasal 22.
- Tarif pajak dan mekanisme berubah untuk menyesuaikan dengan ekosistem keuangan digital yang berkembang, bukanlah pajak baru melainkan penyesuaian dari kebijakan sebelumnya. OJK juga menguatkan regulasi terhadap pelaku Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK).
Semarang, IDN Times - Pemerintah memperbarui regulasi perpajakan untuk aset kripto dengan menerbitkan tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru yang mulai berlaku per 1 Agustus 2025. Langkah itu menandai penyesuaian besar terhadap status baru aset kripto sebagai aset keuangan digital, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang P2SK.
Ketiga beleid tersebut adalah:
PMK Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Aset Kripto.
PMK Nomor 53 Tahun 2025, yang merevisi PMK 11/2025 tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
PMK Nomor 54 Tahun 2025, perubahan ketiga atas PMK 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
Langkah tersebut diambil karena status aset kripto kini diubah dari komoditas menjadi aset keuangan digital, sehingga perlakuan perpajakannya juga disesuaikan.
1. Aset kripto disamakan dengan surat berharga

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Rosmauli, perubahan tersebut menciptakan kejelasan hukum dan perlakuan perpajakan yang konsisten.
“Sejak diberlakukannya UU P2SK, aset kripto tak lagi dianggap sebagai komoditas, tetapi sebagai aset keuangan yang dipersamakan dengan surat berharga. Karena itu, aset kripto tidak lagi dikenai PPN,” kata dilansir keterangan resminya, Selasa (5/8/2025).
Meski demikian, penghasilan dari transaksi kripto tetap dikenai PPh Final Pasal 22, dengan tarif berbeda tergantung tempat transaksi dilakukan:
0,21 persen untuk transaksi melalui platform dalam negeri (DN).
1 persen untuk transaksi melalui platform luar negeri (LN).
2. Bukan pajak baru

Rosmauli menegaskan, meskipun tarif dan mekanisme berubah, hal itu bukanlah pajak baru, melainkan penyesuaian dari kebijakan yang sebelumnya tertuang dalam PMK 81/2024.
“Perubahan ini untuk menyesuaikan dengan ekosistem keuangan digital yang terus berkembang. Ini bagian dari transformasi administrasi perpajakan kita,” imbuhnya.
Lalu, bagaimana skema pajaknya saat ini? Berikut tabel perbandingannya.
Aktivitas | Sebelumnya | Skema Baru Mulai 1 Agustus 2025 |
---|---|---|
Jual Kripto | PPh 22: 0,1–0,2 persen | PPh 22 Final: 0,21 persen (DN) atau 1 persen (LN) |
Beli Kripto | PPN: 0,11–0,22 persen | Tidak dikenai PPN |
Jasa Platform | Dikenai PPN & PPh Pasal 17 | Dikenai PPN & PPh Pasal 17 |
Mining | PPN 1,1 persen, PPh Final 0,1 persen | PPN 2,2 persen PPh Pasal 17 |
Platform LN | Pungut PPN | Ditunjuk pungut PPh 22 |
OJK Pantau Ketat Inovasi Teknologi Sektor Keuangan

Penyesuaian itu juga sejalan dengan penguatan regulasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap pelaku Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK). Hingga Juli 2025, OJK mencatat:
Telah ada 1.181 aset kripto yang diperdagangkan secara legal.
23 entitas kripto sudah mengantongi izin, termasuk 1 bursa kripto, 1 lembaga kliring, 1 pengelola penyimpanan, dan 20 pedagang.
15,85 juta konsumen aktif dalam transaksi kripto (naik 5,18 persen dari bulan sebelumnya).
Total nilai transaksi aset kripto 2025 (ytd) mencapai Rp224,11 triliun, meski pada Juni sempat turun ke Rp32,31 triliun dari Rp49,57 triliun di Mei 2025.
OJK juga menjalankan program regulatory sandbox untuk memastikan model bisnis inovatif di sektor ITSK tetap aman dan sesuai regulasi. Hingga Juli 2025, terdapat 8 entitas ITSK telah lulus sandbox, termasuk 7 dengan model bisnis aset kripto. Selain itu, ada 4 entitas lagi sedang dievaluasi oleh OJK.