Penutupan Muara Sungai Sebabkan Banjir Masih Terjadi Semarang 

Penurunan muka tanah juga jadi masalah besar

Semarang, IDN Times - Sepanjang musim hujan di bulan November dan Desember masih menyebabkan bencana banjir di Kota Semarang. Berdasarkan data dari BPBD Kota Semarang, ada sekitar tujuh wilayah yang terdampak banjir dan rob di Ibu Kota Jawa Tengah.

1. Banjir masih melanda di wilayah Semarang bagian Barat

Penutupan Muara Sungai Sebabkan Banjir Masih Terjadi Semarang Banjir di daerah Mijen Kota Semarang. Dok. BPBD Kota Semarang

Melansir data dari website bpbd.semarangkota.go.id, pada bulan November 2020, hujan deras yang mengguyur Kota Semarang menyebabkan banjir di Desa Gabu RT 03 RW 03 Tambangan Mijen, Perum Jatisari RW 06 Mijen, dan Perumahan Delta Asri 2 RW 05 Cangkiran Mijen.

Pada Desa Gabu hujan dengan intensitas tinggi mengakibatkan anak sungai Kali Winong dan Kali Tegal meluap dan berdampak pada 15 rumah di pinggir tergenang air setinggi 1,5 meter. Kemudian, kejadian banjir di Perum Jatisari RW 06 Jatisari Mijen, karena drainase meluap dan menyebabkan genangan setinggi 1,5 meter di perumahan warga dengan korban 140 KK. Sedangkan, banjir di Perumahan Delta Asri 2 RW 05 Cangkiran Mijen dikarenakan sungai Dung Begal meluap dan menyebabkan talud sungai jebol sehingga mengakibatkan genangan setinggi 1-1,5 meter di 4 RT dengan korban 143 KK.

Pada bulan Desember, banjir juga melanda di sejumlah wilayah di Kota Semarang di antaranya, di RT 01 RW V Kelurahan Mangkang Wetan, Tugu. Pada kejadian tersebut hujan deras menyebabkan aliran DAS sungai Beringin mengalami peningkatan dengan ketinggian air antara 60 sentimeter (cm) sampai 70 cm dan mengakibatkan tanggul sungai jebol.

Baca Juga: Kena Efek Spring Tide, Pesisir Semarang dan Demak Terendam Banjir Rob

2. Mayoritas penyebab banjir karena sungai meluap yang mengakibatkan tanggul jebol

Penutupan Muara Sungai Sebabkan Banjir Masih Terjadi Semarang Antara Foto/Muhammad Adimaja

Kemudian, banjir juga merendam wilayah RT 01 RW II, Kelurahan Mangkang Kulon, Tugu. Kronologi kejadian karena hujan deras di wilayah tersebut membuat aliran DAS sungai Plumbon mengalami peningkatan ketinggian air antara 30 cm - 40 cm dan mengakibatkan tanggul sungai sepanjang 20 meter jebol.

Banjir berikutnya juga terjadi di Cluster Dinar Indah Blok 7 RT 06 RW XXVI, Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang. Kronologi kejadian karena hujan deras di wilayah tersebut yang membuat aliran DAS Sungai Pengkol mengalami peningkatan ketinggian air antara 70 cm - 80 cm dan mengakibatkan air limpas ke pemukiman warga. 

Kejadian terakhir banjir rob terjadi di RT 01 RW XV, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara yang disebabkan gelombang pasang dan mengakibatkan tanggul penahan jebol, sehingga air menerjang rumah yang berdampak pada dinding rumah beberapa warga rusak.

3. Pemerintah menutup muara sungai dan mengandalkan rumah pompa untuk penanganan banjir

Penutupan Muara Sungai Sebabkan Banjir Masih Terjadi Semarang Ilustrasi banjir. ANTARA FOTO/Jojon

Pakar Hidrologi dan Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro Semarang, Nelwan mengatakan, upaya Pemkot Semarang mengatasi banjir sejauh ini memang sudah maksimal seperti pengerukan dan pengurasan drainase hingga optimalisasi rumah pompa. Bahkan, dalam penanganan banjir di Kota Semarang untuk wilayah Semarang ke Timur seperti Kaligawe juga melibatkan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana.

‘’Cuma satu hal yang agak janggal adalah konsep penutupan muara sungai. Misalnya, di Kali Tenggang justru ditutup dan mengandalkan pompa. Padahal, semestinya kalau mau repot sedikit, lebih baik diatasi secara konvensional dengan memperbaiki muara sungai, kemudian dibiarkan air mengalir secara alamiah sehingga bermuara ke laut,’’ ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Sabtu (19/12/2020). 

Menurut dia, mengandalkan rumah pompa seperti yang dilakukan Pemkot Semarang saat ini memang cepat untuk mengatasi banjir. Sehingga, ketika hujan deras dan terjadi genangan, pompa bekerja untuk menyedot air dan genangan pun surut. Namun, semestinya hal ini agak menyimpang dari kaidah ilmu pengairan, karena hubungan sungai dengan laut tidak bisa dipisahkan. Selain itu, saat muara sungai ditutup ini akan berdampak pada masalah sosial lainnya. 

4. Alternatif sistem klep bisa diterapkan untuk menangani banjir

Penutupan Muara Sungai Sebabkan Banjir Masih Terjadi Semarang Uji coba rumah pompa pengendali banjir di Muara Sungai Sekip Bendung 13 Ilir Palembang. IDN Times/Feny Maulia Agustin

Masalah sosial yang bisa terjadi dari penutupan muara sungai dan hanya mengandalkan rumah pompa antara lain, biaya pengelolaan rumah pompa sangat besar karena membutuhkan listrik dengan daya yang besar serta bahan bakar yang tidak sedikit ketika harus beroperasi. 

Nelwan menuturkan, penanganan banjir lainnya juga bisa menggunakan sistem klep atau katup seperti pada zaman Belanda. Kinerja sistem klep ini saat hujan katup di muara-muara sungai akan membuka, karena ada desakan air sungai yang akan terbuang ke laut. Pada waktu sebaliknya jika air laut pasang atau rob tinggi ini akan mendesak katup untuk menutup. 

‘’Namun, sesuai kebijakan BBWS akhirnya muara sungai ditutup dan mengganti dengan adanya tanggul,’’ imbuhnya. 

5. Penurunan muka tanah di Semarang masih jadi masalah besar lainnya

Penutupan Muara Sungai Sebabkan Banjir Masih Terjadi Semarang Abrasi akibat gelombang pasang terjang sejumlah rumah makan seafood di Pantai Depok Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Sementara itu, permasalahan utama lainnya di Kota Semarang adalah penurunan muka tanah dan sampai sekarang belum ada yang peduli dengan itu. ‘’Ini di daerah pantai seperti Tambak Lorok dan Kaligawe sudah penuh air laut. Gambaran ini menunjukkan bahwa penurunan muka tanah belum ditangani secara serius, termasuk rob,’’ katanya.

Cara sederhana yang bisa dilakukan, kata Nelwan, untuk menangani ini adalah dengan menanam pohon bakau atau mangrove di sepanjang pantai di pesisir pantai di Pulau Jawa. Sebab, buat apa bikin taman bagus-bagus tengah kota, tapi taman pantai sendiri tidak ada, padahal fungsi hutan bakau fungsinya besar sekali untuk menstabilkan longsoran pantai.

Untuk diketahui, longsoran pantai ini membuat tanah di Kota Semarang turun 10-20 cm per tahun. Untuk menghindari longsoran dibutuhkan sabuk pantai. ‘’Hanya realisasinya belum maksimal. Padahal, untuk wilayah Semarang dari Barat hingga Timur butuh pengembangan hutan bakau untuk mencegah penurunan muka tanah agar bisa menahan abrasi,’’ tandasnya.

Baca Juga: Tanggul Jebol 13 Rumah Warga Tambak Lorok Semarang Dihantam Air Pasang

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya