Agar Mampu Memikat Millennial, Pagelaran dan Teater Bisa Digelar Secara Hybrid

Teater, ketroprak dan wayang wong di Semarang masih eksis

Semarang, IDN Times - Sejarah grup lawak legendaris Srimulat yang diangkat di layar lebar baru-baru ini membuat masyarakat Indonesia bisa bernostalgia. Film berjudul Srimulat: Hil yang Mustahal itu merupakan karya dari IDN Pictures dan MNC Pictures. 

Keberadaan Srimulat yang selama ini meredup dan kemudian muncul kembali lewat film layar lebar tentunya jadi gambaran bagaimana para pelawak berusaha menjaga eksistensinya.

1. Minat Millennial untuk saksikan tayangan hiburan sudah berubah

Agar Mampu Memikat Millennial, Pagelaran dan Teater Bisa Digelar Secara Hybridcengage.com

Menurut Sosiolog dari Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Semarang (Unnes), Fulia Aji Gustaman, dengan adanya pergeseran zaman dan perkembangan arus globalisasi telah menyebabkan minat para Millennial untuk menyaksikan sebuah tayangan hiburan menjadi berubah. 

"Pergeseran minat pasti ada, akan tetapi saya yakin masih ada yang peduli untuk nguri-uri budaya Jawa. Ya kalau diprosentasi mungkin minat generasi muda sekarang untuk menonton tayangan-tayangan televisi modern lebih besar karena sesuai dengan zaman mereka dan lingkungan. Hanya saja, walaupun mereka (anak muda) suka nonton drama Korea, sebenarnya mereka tetap suka kok dengan kreasi inovasi pertunjukan seni budaya Jawa. Apalagi ada nuansa humornya seperti lawak," ujar Aji saat dikonfirmasi IDN Times, Jumat (27/5/2022).

Baca Juga: Tayang Perdana di Semarang, Film Srimulat Bikin Tawa Penonton Pecah 

2. Pemerintah bisa gelar ketoprak dengan teknologi hybrid

Agar Mampu Memikat Millennial, Pagelaran dan Teater Bisa Digelar Secara HybridProgram Hybrid Class di kampus Y.A.I (Dok. Y.AI)

Ia menuturkan masih adanya ketertarikan Millennial terhadap budaya lokal terutama seni lawak salah satu buktinya bisa dilihat dari channel Ucup Klaten. 

Dalam channelnya, Ucup berhasil berkolaborasi dengan Mbah Minto untuk menyuguhkan tontonan seputar cerita-cerita khas Jawa sampai bisa trending. 

"Kemudian ada lagi lawakan Cak Precil Cs dan masih banyak lagi. Jadi memang agar anak muda suka dengan lawakan tradisi seperti ketroprak, maka pihak pemerintah atau instansi swasta bisa mengadakan acara-acara ketoprak dengan teknologi menyesuaikan zamannya, misal dengan hybrid. Sehingga semua kalangan dimanapun bisa melihatnya. Ini juga menjadi sarana edikasi untuk memberi contoh bagi anak muda supaya mendalami dan mencintai kesenian lokal," ujar dosen jurusan Sosiologi dan Antropologi tersebut. 

3. Pagelaran teater dan ketoprak bisa tonjolkan figur idola

Agar Mampu Memikat Millennial, Pagelaran dan Teater Bisa Digelar Secara HybridPertunjukan teater (instagram.com/titimangsafoundation)

Sebagai Ibukota Jateng, Kota Semarang sendiri masih mempertahankan panggung teater. Menurutnya eksistensi teater masih bisa dilihat dari geliatnya di beberapa kampus yang mempunyai jurusan seni. 

Selain itu, sejumlah sanggar dan komunitas pegiat seni ketoprak pun masih tetap dipertahankan eksistensinya.

Sejalan dengan hal tersebut, katanya Pemkot Semarang masih sering menyelenggarakan acara pentas seni teater yang melibatkan segala unsur mulai Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menggandeng sanggar teater di kampus dan pegiat seni lokal. 

"Setiap pagelaran ketoprak, wayang orang, atau teater di era kekinian sebaiknya lebih menonjolkan mengangkat tema yang menarik, memunculkan figur idola, menggunakan inovasi teknologi yang update. Dan juga mengemas acaranya yang menarik seperti konsepnya tayangan Opera Van Java (OVJ) yang dulu," paparnya. 

4. Seni teater bisa dimasukan kurikulum sekolah dan kampus

Agar Mampu Memikat Millennial, Pagelaran dan Teater Bisa Digelar Secara HybridIDN Times/Linda Juliawanti

Dirinya mendorong kepada Disdik guna merancang kurikulum yang memasukan kesenian daerah pada pelajaran di sekolah. Dengan menggiatkan kembali ekstra kurikuler yang mengangkat budaya daerah, maka bisa selaras dengan seni teater yang bisa dipelajari di jenjang perkuliahan. 

"Bagi Kemendikbud, ada baiknya kalau teater dimasukan ke dalam mata kuliah wajib yang ditempuh oleh mahasiswa bahasa dan seni, mahasiswa sosiologi maupun antropologi yang lebih relevan. Bisa juga masuk ke mata kuliah umum yang harus ditempuh setiap mahasiswa misalnya mata kuliah konservasi nilai dan budaya. Kemudian setiap semester mereka mengadakan pagelaran atau gelar karya sebagai tugas akhirnya. Saya rasa ini menarik untuk memacu minat anak muda supaya kembali nguri-nguri seni tradisi Jawa," imbuhnya.

Baca Juga: Gibran, Harry Tanoe, Winston Utomo Nobar Srimulat: Hil yang Mustahal

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya