Udinus Semarang Ragukan Permendikbud: Sulit Buktikan Orang Dicium

Skeptis, urusi plagiat gak mampu malah kekerasan seksual

Semarang, IDN Times - Wakil Rektor I Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang, Prof Dr Supriadi Rustad menyatakan pemberlakuan aturan Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek (Kemendikbud dan Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 mengenai pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus bakal sulit diwujudkan. Musababnya, Kemendikbud tidak akan bisa melakukan penindakan terhadap kasus kekerasan seksual lantaran tidak punya kewenangan.

"Kalau berdasar pengalaman sebelumnya, pengesahan Permendikbud Nomor 30 sudah bagus. Tapi saya meragukan implementasinya. Karena saya menilai pihak Kemendikbud tidak punya integritas untuk menegakan aturan ini," kata Supriyadi ketika kepada IDN Times, Jumat (3/12/2021).

1. Udinus minta tim perancang Permendikbud sosialisasi ke kampus

Udinus Semarang Ragukan Permendikbud: Sulit Buktikan Orang Diciumdinus.ac.id

Secara formal, katanya perwakilan Kemendikbud juga belum bergerak untuk menyosialisasikan penerapan Permendikbud Nomor 30 di kampus-kampus.

Alhasil, Udinus sementara ini masih sebatas menyebar surat edaran yang memuat aturan Permendikbud di setiap sudut kampusnya.

"Kita sebatas menyebarluaskan edaran dari Kemendikbud. Soalnya, sampai detik ini kementerian juga belum menyosialisasikan ke kampus. Kita musti menunggu kayak apa sih petunjuk teknisnya. Dan harus ada tim yang menggodok Permendikbud untuk turun langsung ke setiap perguruan tinggi," bebernya. 

Baca Juga: 2 Rektor Kampus Negeri di Semarang Dukung Permendikbud, Tapi...

2. Wakil Rektor Udinus minta kewenangan Permendikbud diperluas

Udinus Semarang Ragukan Permendikbud: Sulit Buktikan Orang DiciumKemendikbud Ristek terus mematangkan persiapan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) bagi murid dan guru. (Dok. Kemendikbud Ristek)

Lebih lanjut, ia memaparkan pencegahan pelecehan seksual seharusnya tidak bisa dibebankan oleh kampus saja. Ini dikarenakan proses penindakannya membutuhkan kewenangan yang lebih luas dengan melibatkan berbagai kementerian untuk menjatuhi hukuman bagi para pelaku kekerasan seksual.

Supriyadi menekankan aturan Permendikbud juga butuh dukungan dari aparat penegak hukum untuk menangani praktek kekerasan seksual di kampus.

"Kan tindakan pelecehan seksual masalahnya sangat umum. Masak hanya Kemendikbud yang menanganinya. Harusnya melibatkan kementerian lain. Misalnya nanti kalau muncul kekerasan seksual, kemudian kewenangan untuk menangani kasusnya jadi ranahnya siapa? Kan ini musti diperjelas. Lalu mengingat kasusnya yang general, maka saya sarankan sebaiknya cakupan kewenangannya diperluas," ujarnya.

3. Kasus mahasiswi dicium susah dibuktikan oleh kampus

Udinus Semarang Ragukan Permendikbud: Sulit Buktikan Orang DiciumIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Secara khusus dirinya tidak pernah alergi terhadap aturan-aturan baru yang dibuat oleh Kemendibud. Namun ia berpendapat bahwa sangat sulit Kemendikbud menegakan aturan Permendikbud Nomor 30.

Ia menilai seorang mahasiswi yang dilecehkan seperti dicium, menjadi sesuatu tindakan yang sulit dibuktikan di ranah hukum.

"Kemendikbud pasti tidak akan mampu mengimplementasikan aturannya. Ini pembuktiannya susah. Contohnya orang kalau dicium itu proses pembuktiannya gimana. Kalau mau membawa ke sidang senat juga susah. Nah, yang perlu ditekankan jika Kemendikbud tidak punya integritas yang cukup soal kasus ini, maka rawan digunakan oleh oknum terentu untuk saling jegal di antara komponen kampus," tegasnya.

4. Skeptis sama Kemendikbud urusi kekerasan seksual

Udinus Semarang Ragukan Permendikbud: Sulit Buktikan Orang DiciumMassa aksi yang tergabung dalam Aliansi Perempuan Bangkit Menggugat berunjuk rasa di kawasan Monas, Jakarta, pada 22 Desember 2019. Dalam aksinya tersebut mereka menuntut pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Supriyadi lantas membandingkan pencegahan kekerasan seksual dengan penanganan kasus plagiat di kampus. Menurutnya Kemendikbud bisa dengan mudah menangani kasus plagiat namun dalam kenyataannya justru tidak sanggup menyelesaikannya.

Selain itu, kasus pelecehan seksual di kampus Universitas Riau (UNRI) sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai test case untuk mengujicoba pemberlakuan Permendikbud Nomor 30. Sebab kasus yang mencuat di UNRI menarik untuk ditangani sesuai pasal di dalam Permendikbud.

"Oleh karenanya, saya skeptis apakah mereka mampu melakukan penegakan sesuai aturan Permendikbud. Lha wong membuktikan plagiat saja gak mampu apalagi mengurusi kekerasan seksual. Sebenarnya kan kasus di Riau bisa jadi test case untuk Permendikbud. Yang kelihatan aneh kok aturannya bentuknya Permen (peraturan menteri) dan bukan UU. Inilah yang harus disosialisasikan, bukan dilepas begitu saja," tutupnya.

Baca Juga: 4 Cara Udinus Semarang Uji Coba PTM, Mahasiswa Wajib Tes Antigen

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya