Di Bulan Suro Dilarang Menggelar Hajatan dan Syukuran. Mengapa? 

Bahkan perias pengantin pun ikut libur 

Solo, IDN Times – Untuk melangsungkan pernikahan biasanya akan dipilih hari bulan dan hari baik, tujuannya adalah agar terhindar dari kesialan.

Di budaya Jawa, terdapat satu bulan khusus yang ternyata dilarang untuk mengelar hajatan nikahan maupun syukuran, yaitu bulan Suro.  Dalam bulan Suro atau dalam penanggalan Islam disebut dengan Muharram ini bagi masyarakat Jawa diartikan sebagai bulan penuh keprihatinan.

1. Dilarang menggelar hajatan

Di Bulan Suro Dilarang Menggelar Hajatan dan Syukuran. Mengapa? pixabay.com/watcharaph

Sejarahwan Kota Solo, Heri Priyatmok menjelaskan bulan Suro dimaknai sebagai bulan sial. Untuk itu masyarakat Jawa diharuskan melakukan muhasabah alias evaluasi diri dengan kadar keimanan.

“Karna Suro adalah fase atau momentum untuk kontemplasi dari sekian bulan. Kesempatan bagi orang Jawa memaknai ruang untuk merenung, bukan mengelar hajatan,” ujarnya Senin (2/9).

Sura dalam sejarahnya adalah dewa dari Batara Kala yang bertugas menjalankan hukum karma dan sebagai penguasa waktu. Suro sendiri adalah sosok yang memakan nasib manusia. Sehingga masyarakat pada zaman dulu, dilarang mengelar hajatan, seperti menikah, berpindah rumah karena diyakini bisa terkena aura buruk.

Baca Juga: 10 Gunung ini Terkenal Angker, Kamu Pernah Ngalami juga Gak? 

2. Mendatangkan malapetaka

Di Bulan Suro Dilarang Menggelar Hajatan dan Syukuran. Mengapa? Berbagai sumber

Di zaman modern ini, banyak masyarakat yang mengindahkan arti bulan Suro ini. Bahkan mereka nekat mengelar hajatan, meski telah memasuki bulan Suro. Heri mengatakan hal tersebut wajar mengingat banyak masyarakat tak semuanya adalah orang Jawa yang mengikuti tradisi Jawa.

Namun menurutnya, jika masyarakat Jawa yang nekat mengelar hajatan diyakini sejak dulu akan mendatangkan malapetaka, seperti rawan terjadi masalah dalam rumah tangga, kecurian harta, menjadi omongan tetangga, hingga karma di kemudian harinya.

“Dari sini dapat dipahami Suro sebagai bulan yang disakralkan dan pantang mengelar pesta hajatan karena memang ada pengalaman-pengalaman yang kurang mengenakkan,” ungkap Heri.

3. Perias pengantin pun memilih libur

Di Bulan Suro Dilarang Menggelar Hajatan dan Syukuran. Mengapa? IDN Times/Larasati Rey

Tak hanya membawa malapetaka, menikah di bulan Sura juga bisa membawa sial bagi kedua pengantin atau orang tua pengantin. Sial tersebut diartikan sama dengan kabar meninggal atau tidak suksesnya hajatan yang digelar.

Selain calon pengantin saja yang dilarang mengelar hajatan saat bulan Sura. Beberapa perias Jawa juga banyak memilih tidak menerima kerjaan saat bulan Sura. Salah satunya, Menur perias Jawa dari Solo ini memilih beristirahat selama satu bulan, karena tidak ingin melanggar pakem Jawa.

“Kan Suro itu bulan sakral, merias Jawa itu ada pakem tersendiri dan tidak boleh melanggar adat, nanti bisa ikutan sial, jadi saya memilih istirahat dan melakukan perenungan,” ungkapnya.

Baca Juga: Merusak Terumbu Karang, 9 Pemilik Tongkang Kena Denda Miliaran Rupiah

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya