Aliansi Laki-Laki Baru Ajak Kaum Adam Harus Bercerita Demi Jaga Kesehatan Mental

- Konten tentang laki-laki tidak bercerita demi dianggap kuat oleh dunia
- Kondisi ini menunjukkan bahwa banyak kaum Adam sedang tidak baik-baik saja
- Aliansi Laki-Laki Baru ajak kaum Adam untuk bercerita demi jaga kesehatan mental
Semarang, IDN Times - Konten tentang laki-laki tidak bercerita, tetapi dia simpan sendiri lelah dan lukanya demi dilihat sebagai sosok yang kuat oleh dunia akhir-akhir ini kerap menghiasi lini masa media sosial. Kondisi itu menunjukkan bahwa kenyataannya, kaum Adam dimanapun berada banyak yang sedang tidak baik-baik saja.
1. Aliansi Laki-laki Baru ajak tinggalkan paradigma lama tentang maskulinitas

Faktanya memang demikian, masalah kesehatan mental di kalangan laki-laki perlu mendapat perhatian. Sebab, angka kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri lebih banyak terjadi pada laki-laki. Mengutip data Estimasi Kesehatan Global Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2021, dari 6.544 angka bunuh diri di semua usia di Indonesia, sebanyak 5.095 kasus terjadi pada laki-laki.
Melihat situasi tersebut, Aliansi Laki-laki Baru (ALB), sebuah komunitas di Indonesia yang fokus pada advokasi dan kampanye kesetaraan gender melakukan berbagai aktivisme untuk mendorong laki-laki untuk meninggalkan paradigma lama tentang maskulinitas dan mengajak kaum Adam merefleksikan tentang konsekuensi negatif itu melalui media sosial maupun kegiatan offline.
Pendiri Aliansi Laki-laki Baru, Nur Hasyim mengatakan, upaya itu karena melihat angka bunuh diri di kalangan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pemicunya dari mental health, stress yang tidak bisa dikelola dengan baik sehingga menjadi depresi, anxiety, hingga bunuh diri.
‘’Kenapa lebih tinggi (angka kasus bunuh diri laki-laki, red)? Apakah problem kesehatan mental banyak dialami laki laki? Iya, benar. Itu karena banyak problem maskulinitas yang dialami laki laki. Misalnya, pantang terlihat lemah baik secara emosional maupun fisik. Akhirnya, dengan norma yang berkembang itu laki-laki menjadi tidak punya saluran untuk me-release tekanan-tekanan kultural tersebut,’’ katanya kepada IDN Times, Sabtu (21/6/2025).
2. Maskulinitas toksik bawa konsekuensi negatif

Tidak adanya saluran untuk melepaskan semua masalah yang ditanggung, para laki-laki ini justru menyembunyikan dari orang lain. Analogi seperti balon yang terus ditiup bisa meledak, akhirnya membuat mereka mengalami kesehatan mental.
‘’Maskulinitas yang mengandung racun atau norma-norma maskulinitas yang membawa konsekuensi negatif bagi laki-laki ini berdampak pada kesehatan mental mereka. Maka, komunitas ALB ini hadir untuk menciptakan ruang bagi laki-laki. Sebab, ruang bagi mereka ini terbatas, karena biasanya laki-laki kalau ketemu yang dibicarakan soal politik, olahraga, hobi. Jarang yang membicarakan soal diri mereka sendiri, soal kekhawatiran atau kecemasan sendiri, tekanan yang mereka hadapi.’’ jelas dosen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang itu.
Aliansi Laki-laki Baru dalam berbagai aktivitasnya berusaha menciptakan ruang bagi laki-laki untuk membicarakan diri mereka, merenungkan, termasuk merefleksikan tentang konsekuensi negatif itu. Dengan begitu, para laki-laki bisa menyadari bahwa mereka harus bercerita dan tidak harus terlihat kuat untuk mencegah masalah kesehatan mental.
‘’Merefleksikan itu penting, sehingga mereka tahu bahwa apa yang para laki-laki yakini tentang konsep maskulin itu ternyata memiliki konsekuensi negatif bagi diri sendiri sebagai laki laki. Pada ruang perbincangan atau proses refleksi itu, kita bisa melakukan kritik terhadap konsep maskulinitas. Lalu, mencari maskulinitas alternatif yang bisa membuat laki-laki lebih sehat secara mental, emosional, fisik dan manusiawi,’’ terang Hasyim yang merupakan fasilitator dalam isu gender ini.
3. Promosikan alternatif maskulinitas yang lebih manusiawi

Aliansi yang berdiri sejak tahun 2009 ini hingga sekarang melalui media digital juga berupaya untuk terus mempromosikan alternatif maskulinitas yang lebih manusiawi. Maskulinitas yang tidak toksik, yang mencerminkan nilai nilai kesetaraan dan keadilan. Cara ini juga akan memberi ruang bagi laki-laki untuk menjadi dirinya sendiri. Tanpa harus mengikuti konsep-konsep maskulinitas mainstream yang hidup dalam masyarakat.
‘’Jadi laki laki yang lebih peduli, lebih terbuka, laki laki yang memiliki literasi emosi yang baik, memiliki negosiasi dan kompromi ketika ada konflik dan perbedaan. Bukan pakai kekerasan untuk menyelesaikan konflik dan perbedaan. Agar orang punya alternatif rujukan menjadi laki-laki, tidak hanya melihat laki-laki yang ada di dalam film, iklan, atau yang disajikan dalam media umumnya,’’ tuturnya.
Selanjutnya, Aliansi Laki-laki Baru ini juga membangun praktek atau perilaku baru di kalangan laki-laki. Misalnya, kalau umumnya para laki-laki tidak terlibat dalam pengasuhan anak, sekarang bisa mengupayakan tradisi dalam mengasuh anak. Dengan demikian, cara ini bisa menormalisasi para laki-laki untuk mengambil peran domestik dan reproduktif.
Untuk mengkampanyekan maskulinitas yang lebih manusiawi ini, jaringan sukarelawan berbasis media digital ini berkolaborasi dengan organisasi perempuan di seluruh Indonesia. Ada beragam kelas sebagai wadah edukasi bagi kaum Adam untuk menjadi laki-laki baru. Seperti di Kupang, Nusa Tenggara Timur, setiap anggota ALB yang menikah akan membacakan Deklarasi Laki-laki Baru.
4. Muncul akun baru di media sosial dan didukung pemda

‘’Deklarasi ini berisi tentang komitmen seperti setia pada pasangan, komitmen mau terlibat dalam pengasuhan anak, tidak melakukan kekerasan, komitmen melakukan kerja produktif. Deklarasi ini dibaca saat resepsi pernikahan, sehingga banyak orang menjadi saksi. Ini bagian membangun tradisi dan norma baru,’’ kata Hasyim.
Adapun, seiring waktu gerakan untuk membasmi maskulinitas toksik ini terus tumbuh dan berkembang. Kini Aliansi Laki-laki Baru tidak berjalan sendiri dalam menyuarakan dan membongkar konsep maskulinitas yang merugikan kaum laki-laki.
Menurut Hasyim, muncul akun-akun baru di media sosial dengan pengikut yang besar seperti Ayah ASI Indonesia, Bapak2ID, dan lainnya yang memiliki spirit sama dengan ALB, yakni terkait maskulinitas manusiawi.
‘’Selain itu, pemerintah daerah khususnya di Provinsi Jawa Tengah dan Kota Semarang, juga mulai mendukung melalui Garpu Perak atau Gerakan Pria Peduli Perempuan dan Anak. Forum ini dibentuk pemerintah untuk melibatkan laki-laki dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak,’’ tandas Hasyim.