Fakta Baru Penembakan Siswa SMK GRO di Semarang, Korban Lain Bersaksi

- LBH Semarang lakukan penelusuran ke saksi kunci kasus penembakan siswa SMK Negeri 4 Semarang oleh polisi Aipda RZ.
- Fakta baru terungkap bahwa tidak ada tawuran pada malam kejadian penembakan, dibuktikan dengan pesan WhatsApp dan kesaksian di lokasi kejadian.
- Investigasi LBH Semarang membantah pernyataan Kapolrestabes Semarang bahwa ketiga korban adalah anggota gangster dan terlibat tawuran.
Semarang, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang melakukan penelusuran ke sejumlah saksi kunci kasus penembakan siswa SMK Negeri 4 Semarang oleh polisi Aipda RZ yang menewaskan GRO. Dalam upaya tersebut, fakta baru terungkap dari kesaksian keluarga dua korban lain atau teman GRO berinisial SA (16 tahun) dan AD (17 tahun).
1. LBH Semarang temui keluarga korban SA dan AD

Pengacara publik dari LBH Semarang, Fajar Muhammad Andhika mengatakan, pihaknya telah menemui sejumlah saksi kunci termasuk dua keluarga korban penembakan SA dan AD. dari pertemuan itu terungkap fakta bahwa tidak ada tawuran pada malam kejadian penembakan pada malam kejadian penembakan pada Minggu (24/11/2024).
‘’Baik GRO maupun kedua korban lain (SA dan AD) tidak melakukan tawuran. Bahkan, satu dari tiga korban pada detik-detik terakhir sebelum penembakan sempat mengirimkan pesan WhatsApp ke orangtuanya,’’ ungkapnya dalam keterangan resmi, Minggu (8/12/2024).
Korban atau satu teman GRO itu mengabari orangtuanya bahwa ia akan pulang terlambat dari latihan pencak silat. Alasannya, karena akan mengantar pulang seorang teman ke Gunungpati.
2. Saksi di lokasi kejadian ungkap tidak ada tawuran

"Komunikasi ini dilakukan setidaknya 30 menit sebelum kejadian penembakan. Hal ini menjadi pertanda bahwa korban tidak tawuran," kata Andhika.
Keterangan tersebut juga diperkuat oleh para saksi di lokasi kejadian bahwa malam penembakan sama sekali tidak ada tawuran. Kondisi itu berbeda dengan versi polisi yang memaparkan bahwa para siswa SMK itu anggota gangster dan terlibat tawuran.
Selanjutnya ada bukti pendukung, bahwa kedua korban SA dan AD juga dikenal sebagai anak yang baik yang jauh dari kenakalan. Kemudian, baik di sekolah maupun lingkungan tempat tinggal mereka juga aktif dan tidak punya sifat buruk.
3. Bantah pernyataan Kapolrestabes Semarang

‘’Para korban ini adalah harapan keluarga. Bahkan, ada satu korban selamat merupakan anak yatim yang berprestasi. Melihat kondisi ini, sangat kecil potensinya mereka terlibat dalam klaim-klaim yang dilempar kepolisian ke publik," jelas Andhika.
Hasil investigasi LBH Semarang ini sekaligus membantah pernyataan Kapolrestabes Semarang kepada publik bahwa ketiga korban adalah anggota gangster dan terlibat tawuran.
‘’Kami menilai Kapolrestabes Semarang telah melakukan tindakan obstruction of justice atau upaya menutup-nutupi fakta yang sebenarnya. Maka, kami menuntut agar Kapolrestabes dipecat," tandasnya.