Semarang, IDN Times - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Amir Nurdiyanto menolak pledoi atau nota pembelaan terdakwa mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri. Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (11/8/2025).
Ini Alasan JPU Tolak Pledoi Mbak Ita di Kasus Korupsi Pemkot Semarang

Intinya sih...
JPU menolak pledoi Mbak Ita dan suaminya dalam kasus korupsi di Pemkot Semarang.
Keputusan tersebut disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Semarang.
Amir Nurdiyanto, JPU KPK, menjadi juru bicara terkait penolakan pledoi tersebut.
1. Terdakwa menutupi tindakan korupsi
Alasan JPU KPK menolak pledoi terdakwa sebagai karena terbukti melakukan tindakan korupsi, tetapi berusaha lepas dari jeratan hukum.
Amir menjelaskan, tindakan terdakwa dalam menutupi tindakan korupsi yang dilakukan tampak saat menerbitkan Surat Edaran Wali Kota Semarang tentang larangan adanya pungutan di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
"Surat edaran Wali Kota Semarang tertanggal 19 Januari 2024 itu diterbitkan setelah dimulainya penyidikan oleh KPK tentang adanya dugaan korupsi di lingkungan pemerintah kota tersebut," terangnya saat membacakan replik atau tanggapan atas pledoi terdakwa.
Selanjutnya, kata Amir, terdakwa juga telah mengembalikan uang tambahan operasional yang bersumber dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang karena sudah ada penyelidikan oleh KPK. Seharusnya, surat edaran tentang larangan melakukan pungutan dilakukan sejak terdakwa dilantik sebagai Wali Kota Semarang.
2. Alwin Basri juga minta jatah tambahan operasional
Dalam replik tersebut dijelaskan, Mbak Ita menerima tambahan operasional yang berasal dari iuran kebersamaan sebesar Rp1,5 miliar. Terdakwa menerima langsung uang senilai Rp300 juta sebanyak empat kali dari Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari.
Pemberian terakhir untuk triwulan IV 2024 sebesar Rp300 juta, belum sempat diserahkan kepada terdakwa.
"Terdakwa meminta Kepala Bapenda menunda penyerahan yang karena sedang ada penyelidikan oleh KPK," ungkap Amir.
Kepada Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, Amir juga menjelaskan, tindakan terdakwa kedua Alwin Basri yang juga ingin mendapat jatah tambahan operasional dari Bapenda Kota Semarang.
3. Jatuhi hukuman sesuai tuntutan
Suami Mbak Ita itu, berani meminta bagian tambahan uang operasional. Sehingga, JPU KPK meminta agar Ketua Majelis Hakim menjatuhi hukuman sesuai tuntutan pidana pada sidang sebelumnya.
“Kami bersikap tetap pada surat tuntutan yang dibacakan pada Rabu, 30 Juli 2025 dan memohon pledoi dari dua terdakwa ditolak. Kemudian, kami JPU memohon kepada Ketua Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan sebagaimana dengan tuntutan pidana penuntut umum,” kata Amir.
Sementara, pada sidang tuntutan hukuman, Mbak Ita dituntut 6 tahun penjara dan suaminya Alwin Basri 8 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi di Pemkot Semarang pada kurun waktu 2022 hingga 2024.
Penuntut umum juga meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik atau sebagai pejabat politik selama dua tahun sejak selesai menjalani masa pemidanaan.