Kisah Mahasiswa Unnes Penerima KIP, Bersyukur Kuliah Biar Hidup Layak

Semarang, IDN Times - Gaya hidup mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) tengah menjadi sorotan dan perbincangan. Sebab, belakangan ini viral di media sosial mahasiswa penerima bantuan beasiswa dari pemerintah itu justru bergaya hidup mewah.
1. Rochmat terima KIP sejak SD

Padahal, sasaran dari program beasiswa KIPK itu adalah mahasiswa tidak mampu tetapi memiliki prestasi. Seperti Rochmat Solehudin, salah satu mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) penerima KIPK dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
Bagi pemuda berusia 21 tahun itu KIPK sangat bermanfaat buat dia yang memiliki tekad kuat mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Sebab, Rochmat sudah menerima KIP sejak duduk di bangku SD.
Bahkan, hingga kini dia sebagai mahasiswa semester enam jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Unnes. Rochmat bisa merasakan bangku kuliah tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun.
Tentu bukan sebab keberuntungan saja, tetapi Rochmat memang membutuhkan bantuan pendidikan tersebut. Sebab, dia berasal dari keluarga tidak mampu dan sulung dari tiga bersaudara itu memang memiliki prestasi akademik.
2. Rochmat berasal dari keluarga tidak mampu

‘’Ya, saya sudah menerima KIP ini sejak SD. Dulu dapat (KIP, red) karena RT mendata keluarga saya yang masuk kategori ekonomi menengah ke bawah. Bapak saya kerja sebagai buruh bangunan dan tukang parkir dan ibu hanya sebagai ibu rumah tangga,’’ ungkap pemuda asala Desa Kalitinggar, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga kepada IDN Times, Jumat (9/5/2024).
Bantuan beasiswa pendidikan KIP yang diterima Rochmat itu berlanjut ke jenjang SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Saat hendak mengusahakan KIP Kuliah itupun Rochmat menjalani sejumlah prosedur dan seleksi.
‘’Saya daftar SBMPTN UTBK tahun 2021 dan juga daftar di website KIPK Kemdikbud. Meski saya lolos seleksi SBMPTN UTBK, tidak otomatis saya mendapat KIPK. Saya harus menunggu seleksi dari KIPK dulu hingga dinyatakan lolos. Alhamdulillah saya lolos,’’ katanya.
Selama tiga tahun terakhir ini Rochmat dibebaskan dari biaya kuliah di Unnes. Bahkan, dari program KIPK itu setiap bulan Rochmat mendapat biaya hidup atau uang saku sebesar Rp950 ribu.
‘’Tentu sangat bersyukur karena biaya kuliah saya sudah tidak bayar, masih diberi uang saku. Ini tidak hanya meringankan orang tua saya, tapi menjadi penyemangat buat diri sendiri agar tidak mengecewakan selama kuliah,’’ tuturnya.
3. Nyambi kerja sambil kuliah sebagai fotografer lepas

Kendati demikian, dia mengaku uang saku dari KIPK itu kurang untuk biaya hidup di Kota Semarang yang relatif mahal. Maka, Rochmat pun berusaha untuk melakukan kerja sampingan. Ia pun bekerja sebagai fotografer maupun videografer lepas untuk mencukupi kebutuhan hidup di Ibu Kota Jawa Tengah.
‘’Ya, walaupun orang tua kadang tanya dan mau kirim uang, tapi saya nggak enak untuk minta karena kebutuhan rumah dan sekolah adik-adik juga banyak. Sehingga, saya ya bilang cukup meski nyatanya kurang. Maka itu, saya nyambi kerja part time buat bayar kos, makan, dan biaya praktek atau tugas kuliah,’’ jelasnya.
Namun, masalah-masalah itu tidak menjadi kendala bagi Rochmat untuk mewujudkan cita-citanya yakni lulus sebagai sarjana. Dia pun melakukan yang terbaik dan berusaha setiap semester mendapatkan indeks prestasi kumulatif (IPK) diatas 3.
‘’Ini merupakan komitmen saya sejak awal pengen kuliah. Sebab, saya bukan dari lulusan SMA, melainkan lulusan SMK jurusan akuntansi. Saat saya lulus bapak merekomendasikan untuk bekerja saja, tapi saya ingin melanjutkan kuliah. Maka, karena sekarang saya sudah kuliah saya ingin lakukan yang terbaik,’’ ujarnya.
4. Perguruan tinggi perlu lebih selektif

Rochmat tidak muluk harus menjadi apa setelah lulus kuliah nanti, tapi dengan menerima KIPK ini sangat bermanfaat buatnya untuk hidup lebih layak di masa sekarang dan masa depan.
‘’Soal profesi nanti saya pikir belakangan. Saya nggak mau muluk-muluk dulu, saya realistis saja, ingin hidup saya dan keluarga lebih baik. Ingin bantu orang tua, ingin bangun rumah yang layak buat orang tua, dan menekuni bidang yang saya minati. Sehingga, saya sangat bersyukur mendapat KIPK ini,’’ tegasnya.
Dengan demikian, meskipun saat ini penerima KIPK disorot karena disalahgunakan untuk hedon, Rochmat tetap berharap bantuan pendidikan tersebut bisa dilanjutkan.
‘’Sangat berharap banget KIPK berlanjut karena sangat bermanfaat bagi kami yang tidak mampu. Selain itu, kami ingin memberi masukan pada Kemdikbud agar uang saku disesuaikan dengan biaya hidup tempat mahasiswa menempuh pendidikan. Kami juga berharap perguruan tinggi lebih selektif dalam memberikan beasiswa ini dengan melakukan survei kepada calon penerima,’’ tandas Rochmat.