Pelaut PIS Menembus Batas, Mengalirkan Energi, Menguatkan Negeri

- Pelaut PIS menantang ombak, badai, dan perompak demi mengalirkan energi ke seluruh penjuru negeri.
- Profesionalisme, kemampuan teknis, dan penguasaan bahasa Inggris menjadi kunci daya saing pelaut Indonesia di dunia internasional.
- PIS mengelola 106 armada kapal dengan pencapaian 40,5 juta jam kerja aman dan zero fatality serta skor 3,05 dari skala 4 dalam penilaian TMSA oleh ExxonMobil.
Surakarta, IDN Times – Di balik aliran energi yang menghidupkan perekonomian Indonesia, ada tangan-tangan tangguh yang bekerja jauh di tengah lautan. Mereka adalah para pelaut Pertamina International Shipping (PIS), yang setiap harinya menantang ombak, badai, hingga potensi serangan perompak demi memastikan energi tetap mengalir ke seluruh penjuru negeri.
Bagi sebagian orang, laut mungkin sebatas hamparan biru yang indah. Namun bagi Captain Andhika Dwi Cahyo, lautan adalah medan perjuangan. Ia masih mengingat jelas bagaimana kapal tanker yang dikemudikannya harus menembus gelombang setinggi sembilan meter di perairan Tanjung Harapan, Afrika Selatan.
“Ombaknya seperti tembok air yang datang bertubi-tubi. Kami harus tetap fokus dan tenang. Kalau lengah sedikit saja, bisa fatal,” kenang Andhika, yang kini menjabat sebagai Master di kapal Pertamina Gas 1.
Cuaca ekstrem bukan satu-satunya ujian. Bagi pelaut lain seperti Captain Adi Nugroho, ancaman perompak menjadi bayang-bayang yang harus dihadapi dengan kesiapsiagaan penuh. Selama hampir 30 tahun berlayar, ia sudah hafal betul jalur-jalur rawan pembajakan, salah satunya di sekitar Palawan, Filipina.
“Pernah ada nelayan yang mendekat menawarkan ikan, tapi kapal mereka terlalu cepat dan mencurigakan. Biasanya itu modus. Mereka sebenarnya membawa senjata laras panjang,” ujar Adi, Master kapal PIS Papandayan.
Meski belum pernah menjadi korban langsung, pengalaman itu membuat Adi dan krunya selalu waspada. Prosedur pengamanan kapal dijalankan dengan ketat, bahkan di tengah laut yang tenang sekalipun. “Kapal kami harus tetap siaga. Laut itu tidak pernah benar-benar aman,” tambahnya.
Menjaga Standar, Meningkatkan Daya Saing
Berbeda dengan Captain Andhika, menurutnya menjadi pelaut bukan hanya soal keberanian menghadapi ombak, tetapi juga tentang profesionalisme dan kemampuan teknis. Mereka sepakat bahwa pelaut Indonesia kini makin diakui dunia berkat keuletan dan keterampilannya.
“Pelaut Indonesia tidak kalah dari pelaut luar negeri. Tapi kita harus terus belajar, terutama mengikuti perkembangan regulasi internasional,” kata Andhika.
Adi menambahkan, salah satu tantangan terbesar adalah kemampuan bahasa Inggris. Di tengah dunia pelayaran global yang sarat istilah teknis, penguasaan bahasa menjadi kunci utama.
“Kita kuat di teknis, tapi bahasa Inggris masih harus ditingkatkan. Karena komunikasi di kapal itu semuanya pakai bahasa internasional,” tuturnya.
Untuk itu, PIS menetapkan standar tinggi dalam perekrutan dan pelatihan kru. Setiap calon pelaut harus melewati Marlin Test untuk mengukur kemampuan bahasa Inggris, serta mendapatkan pembekalan komunikasi sebelum berangkat melaut.
Menembus Batas: Kisah Perempuan di Tengah Samudra
Bagi Eka Retno Ardianti, menjadi pelaut bukan sekadar profesi, melainkan wujud dari mimpi masa kecil untuk menjelajahi dunia. Sejak 2017, ia meniti karier dari jenjang kadet hingga kini menjadi 3rd Officer di kapal PIS Natuna, sebuah oil tanker yang membawa avtur ke berbagai pelabuhan.
Namun jalan menuju laut lepas tak selalu mulus. Eka sempat menghadapi keraguan bahkan dari keluarganya sendiri.
“Waktu bilang mau jadi pelaut, orang tua sempat menolak. Katanya perempuan enggak cocok hidup di laut. Tapi saya yakinkan, ini yang saya mau. Akhirnya mereka mendukung,” kisahnya dengan senyum bangga.
Kini, Eka membuktikan bahwa laut bukan hanya milik laki-laki. Ia bekerja bahu-membahu dengan rekan-rekannya tanpa perbedaan perlakuan. Semua dinilai dari kompetensi dan kinerja.
“PIS juga memberi perhatian khusus pada kebutuhan perempuan di kapal. Rasanya aman dan nyaman, jadi kami bisa fokus bekerja dan terus berkembang,” ujarnya.
Mengalirkan Energi, Menghidupkan Negeri.
Hingga kini, PIS mengelola sekitar 2.500 kru kapal milik sendiri dalam sistem inhouse ship management. Di tangan para pelaut inilah, 106 armada kapal PIS beroperasi menembus samudra global, dari rute domestik hingga ke 50 lintasan internasional yang mencakup Singapura, Dubai, dan London.
Kinerja mereka bukan tanpa hasil. Tahun 2025, PIS mencatat pencapaian 40,5 juta jam kerja aman dan zero fatality di seluruh armada—sebuah bukti nyata bahwa keselamatan menjadi prioritas utama.
Selain itu, PIS juga meraih skor 3,05 dari skala 4 dalam penilaian Tanker Management and Self Assessment (TMSA) oleh ExxonMobil, serta berhasil meloloskan seluruh armada dari inspeksi perusahaan migas global ternama.
Capaian itu sejalan dengan komitmen PIS untuk terus memperkuat budaya keselamatan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan pelautnya.
Dari balik dek kapal hingga ruang kendali mesin, para pelaut PIS berperan dalam distribusi 161 miliar liter minyak, produk BBM, dan LPG ke seluruh penjuru nusantara dan mancanegara.
Bagi mereka, setiap tetes bahan bakar yang sampai ke daratan adalah hasil kerja keras yang sering kali tidak terlihat publik. Namun bagi bangsa ini, kerja mereka adalah nadi yang membuat kehidupan tetap menyala.
“Kami berkomitmen bukan hanya menyediakan lingkungan kerja yang aman, tapi juga memastikan setiap pelaut terus berkembang dan berdaya saing global,” ungkap Corporate Secretary PIS, Muhammad Baron.
Dari ombak besar di Tanjung Harapan hingga senja di pelabuhan Surabaya, dari dek kapal yang berguncang hingga kantor modern di Singapura—kisah para pelaut PIS adalah kisah tentang dedikasi, keberanian, dan cinta pada negeri. Karena bagi mereka, menjaga pasokan energi bukan sekadar pekerjaan, tapi pengabdian.

















