Tegakan Moral Hakim, Hamdan Zoelva Minta Kewenangan KY Ditingkatkan

Semarang, IDN Times - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva meminta kepada pemerintah pusat untuk memperluas kewenangan Komisi Yudisial (KY).
Hal tersebut ditegaskan Hamdan untuk menyikapi persoalan persidangan yang melibatkan para hakim di Indonesia.
Hamdan mengungkapkan keberadaan hakim selalu menjadi persoalan yang tak kunjung tuntas lantaran hakim kerap dianggap di bawah kendali pemerintah.
"Hakim itu sejak dulu dipandang di bawah kendali pemerintah. Maka untuk menghindari kekuasaan di bawah pemerintah, hakim akhirnya ditaruh di bawah satu atap dengan Mahkamah Agung. Tapi ternyata tidak semudah itu, karena hakim kalau sudah ditelepon atasannya, ya sudah tidak bisa berbuat lebih jauh," kata eks Ketua MK periode 2013-2015 tersebut saat dialog bertemakan reformasi birokrasi peradilan mewujudkan hakim profesional dan berintegritas, di Lantai 8 Menara Muladi, kampus Universitas Semarang (USM) Jalan Arteri Soekarno-Hatta Semarang, Jumat (7/11/2025).
1. Kadan kapasitas hakim bagus tapi integritasnya rusak

Dirinya pun merujuk pada hadist bahwa ada tiga undur kategori hakim. Yang pertama hakim yang memutuskan perkara dosa di neraka. Kedua hakim yang memutuskan perkara dengan kebodohan kemudian masuk surga. Kemudian terakhir yakni hakim yang memutuskan perkara yang betul-betul teruji.
Kendati begitu, katanya terkadang banyak hakim yang punya kapasitas yang mumpuni. Tetapi pada integritasnya telah rusak.
"Kadang mereka kapasitas bagus tapi integritasnya rusak. Jadi inilah persoalan yang mendasar. Ini jadi isu pokok. Hakim semestinya harus punya prinsip independensi. Karena yang bisa mempengaruhi hakim itu dari kekuasaan dan dari luar atau eksternal," tuturnya.
2. Persoalan hakim selalu pada etika

Pengaruh dari kekuasaan terjadi saat hakim mendapat tekanan dari atasannya. Namun ada kemungkinan pengaruh dari eksternal karena hakim yang sering digoda dengan uang atau ditakut-takuti.
Lebih jauh lagi, ia yang telah malang melintang berkarir sebagai advokat, anggota DPR RI, Ketua MK sampai kini kembali di dunia advokat, persoalan di sektor peradilan memang bersinggungan dengan etika para hakim.
"Dari pengalaman saya dari menjadi pengacara, anggota DPR, Ketua MK lalu jadi pengacara lagi, persoalannya selalu di tingkat hakim itu pada etika," paparnya.
3. Hamdan Zoelva tegaskan harus ada penegakan etika hukum

Terkait perkembangan zaman yang ada saat ini, pihaknya juga menekankan mengenai penegakan etika hukum.
"Selama saya mengajar di kuliah, yang saya tekankan selalu mengenai etika hukum. Karena walaupun misalnya pakai Chat GPT bisa dilakukan 100 persen, tetapi masalah etika itu tidak bisa diubah kalau tidak berangkat dari integritas diri sendiri. Jadi artinya integritas tidak bisa dibeli oleh Google," ujarnya.
4. Sering ada ketegangan antara KY dan MA

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni USM, Muhammad Junaidi juga mengakui bahwa persoalan hakim ini menjadi penting karena segala masalah di Indonesia ini bermuara pada profesi tersebut.
"Mereka ini pintu masuk saja, karena ada banyak unsur advokat, kepolisian peradilan. Tapi ujung-ujungnya tetap masuk pada hakim," ujar Junaidi.
Dian Rositasari, Wakil Ketua Bidang Akademik STHI Jentera, menuturkan persoalan hakim yang muncul dipengaruhi oleh ketegangan yang kerap terjadi antara Komisi Yudisial (KY)dengan MA.
"Maka kita perlu melihat seperti apa pola relasi antara KY dengan MA. Karena pola seleksi hakim tidak jelas. Seleksi ditentukan peraturan dari banyak unsur," ungkapnya.
















