Taksi Bluebird: Senyum Ibu dan Warisan Nilai untuk 7 Anak

- Dian Puspa Sari, seorang pengemudi taksi Bluebird, merayakan ulang tahun ke-38 dengan kehangatan dari ketujuh anaknya.
- Setelah mengalami kesulitan ekonomi dan kehilangan suami, Dian memilih menjadi pengemudi taksi Bluebird untuk mencari nafkah.
- Dian merasa nyaman bekerja di Bluebird karena sistem yang jelas, perlindungan terhadap pengemudi, dan komunitas antarpengemudi yang erat.
Pagi buta, Senin (11/8/2025), suasana di pangkalan taksi Bluebird Bintaro sudah riuh seperti biasanya. Ratusan unit taksi biru berderet rapi menunggu giliran untuk dioperasikan.
Para pengemudi taksi datang bergantian. Mereka melakukan absensi, mengecek armada dengan saksama, lalu bersiap memulai hari menyusuri jalanan di Jakarta dan sekitarnya.
Di antara deretan langkah dan dengung mesin, ada satu momen hening. Dian Puspa Sari, seorang pengemudi taksi perempuan, menatap serius layar ponselnya. Sebuah pesan singkat dari salah satu anaknya menyambut, "Selamat ulang tahun, Bunda." Ia tertegun.
Ya, hari itu merupakan hari spesial baginya, hari ulang tahunnya yang ke-38. Sebelum berangkat, ia memang sudah berpamitan dan berdoa bersama ketujuh anaknya, seperti hari-hari biasanya. Namun, di momen istimewa itu, sebuah perayaan kecil sengaja mereka adakan dengan sederhana di rumah, sehabis salat Subuh.
Meski tidak ada pesta mewah, kehangatan itu nyata. Tawa dan senyum ketujuh anak Dian—Aya, Karina, Keisha, Apple, Bagus, Rizki, dan Tania—menjadi anugerah yang tidak ternilai. Kebahagiaan mereka menjadi energi yang tidak pernah habis bagi Dian, yang selalu ia jaga dengan sabar dan tabah.
Dian tidak ingin berlarut dalam haru. Ia segera bergegas untuk bekerja karena menyadari perannya sebagai ibu rumah tangga sekaligus tulang punggung keluarga.
"Saya tidak pernah membayangkan akan jadi sopir taksi. Tapi hidup mengantarkan saya ke sini. Dan dari sini saya belajar banyak tentang kerja yang halal, melayani orang lain, dan tetap menjadi ibu yang bisa selalu hadir untuk anak-anak," katanya.
Dian lahir di Surabaya pada 11 Agustus 1987. Setelah menikah, ia menetap di Kota Tangerang, Banten. Ia menjalani kehidupan rumah tangga dengan sederhana, hingga pandemik COVID-19 mengubah segalanya.
Suatu Ramadan pada tahun 2020, kantin tempatnya menitipkan dagangan terpaksa tutup selama sebulan penuh. Roda perekonomian mereka terhenti. Untuk bertahan hidup, Dian terpaksa menjual barang-barang pribadinya. Di saat yang sama, badai terbesar datang: sang suami berpulang. Sejak itu, Dian melakoni peran ganda, yaitu menjadi ibu sekaligus ayah, juga sebagai pengasuh sekaligus pencari nafkah.
Dian pantang menyerah. Ia mencoba berbagai usaha, mulai dari berdagang peralatan seni kuku (nail art), berwirausaha tata rias (makeup), hingga berjualan nasi bakar. Jalannya ternyata tidak semulus yang ia bayangkan. Satu per satu usaha itu menemui kebuntuan. Modal habis, tenaganya pun menipis. Pada pertengahan 2023, Dian mencapai titik terendahnya.
"Saya harus memilih jalan yang bisa memberikan kepastian pemasukan, tetapi juga tetap fleksibel untuk mengurus anak," kenangnya kala itu.
Di titik itu, sebuah pilihan mengantarkan Dian ke kantor pangkalan Bluebird dekat rumahnya di Jalan Taman Makam Bahagia Bintaro, Kota Tangerang, Banten. Ia membulatkan tekad untuk mendaftar sebagai pengemudi taksi di perusahaan yang berdiri sejak 1 Mei 1972 itu.
Keputusan tersebut Dian ambil dengan penuh pertimbangan matang. Baginya, hanya Bluebird yang menjadi pilihannya, di antara perusahaan serupa yang ada.
"Saya memang bulat saat itu meniatkan diri bekerja sebagai pengemudi taksi Bluebird. Alasan saya sederhana. Karena di sini jelas dan transparan. Mulai dari sistem kerja sampai jaring pengaman perlindungannya untuk pengemudi ada, apalagi bagi saya yang seorang perempuan," akunya kepada IDN Times.
Pendidikan dari Bluebird
Proses rekrutmen menjadi pengemudi Bluebird rupanya tidak mudah. Dian harus melewati tes menyetir yang disiplin, mencakup manuver maju-mundur melewati kerucut, parkir rapi, hingga kemampuan mengendalikan setir tanpa panik.
"Menyenggol kerucut berarti gagal. Tesnya sama, tanpa pembedaan, baik untuk pelamar laki-laki maupun perempuan. Di sini semua diperlakukan sama. Kalau menyetirnya ceroboh, ya tidak lolos, mau laki-laki atau perempuan," ungkap Dian.
Setelah dinyatakan lolos, Dian menjalani pelatihan selama tiga hari di pusat pelatihan Bluebird. Materinya tidak hanya teknis, tetapi juga spesifik mengenai keramahtamahan (hospitality), sikap (attitude), dan tampilan diri (grooming).
Standar-standar kecil yang diterapkan Bluebird dari pelatihan itu—seperti cara menyapa penumpang, membuka pintu, membantu membawakan barang, hingga menutup pintu tanpa membanting—bermakna besar baginya.
"Saya baru sadar, melayani itu ada seninya. Bukan sekadar memutar setir atau mengemudi. Itu juga yang saya coba transferkan ilmu dan pengalaman saya kepada anak-anak. Bagaimana bersikap, bersopan santun, dan beretika ketika bersama atau bergaul dengan orang lain," ungkap Dian.
Setelah dinyatakan lulus, Dian resmi menjadi mitra pengemudi Bluebird pada tahun 2023. Ia tidak berhenti mengucap syukur karena bisa bekerja di perusahaan yang ia dambakan. Sebab, sistem, manajemen, dan alur kerja (workflow) mereka yang jelas, didukung oleh Standar Operasional Prosedur (SOP) kuat serta adanya perawatan armada yang rutin, membuatnya merasa nyaman.

Dian mulai menemukan ritme kerja dan mendapatkan kenyamanan selama bekerja hampir dua tahun. Meski berstatus sebagai mitra, Bluebird tidak pernah bersikap sembarangan terhadap para pengemudinya. Malah, mereka membuat sistem tersendiri yang ketat sebagai jaring pengaman dan perlindungan berlapis untuk para pengemudi taksinya.
Sebagai contoh, Dian selalu merasa aman di jalan berkat berbagai fitur keselamatan yang disediakan Bluebird. Para pengemudi dibekali tombol darurat yang terhubung langsung ke kantor pusat dan sistem pemosisi global (GPS) yang selalu memantau pergerakan armada.
Selain itu, komunitas antarpengemudi Bluebird juga terjalin erat melalui grup WhatsApp (WAG) di setiap pangkalan. WAG tersebut dipimpin oleh seorang pemimpin (leader) yang siap siaga membantu para pengemudi saat ada kendala teknis atau nonteknis.
"Jaringan pangkalan Bluebird ini kan tersebar di mana-mana. Itu juga yang memberikan rasa aman bagi saya. Kalau ada ban bocor tengah malam, biasanya ada saja yang datang membantu. Mudah sekali berkomunikasi dan meminta bantuan dari pengemudi Bluebird terdekat saat ada masalah teknis dengan mobil," cerita Dian.
Dian juga merasa nyaman dengan para penumpangnya meski beragam latar belakangnya. Berbekal sikap sopan saat melayani, sampai saat ini, ia berlega hati belum pernah mengalami tindakan pelecehan, baik secara fisik maupun verbal seperti ejekan (catcalling).
Menurutnya, kondisi itu terbantu oleh ekosistem yang dibangun Bluebird dengan rapi. Mulai dari adanya pangkalan resmi, pembayaran yang terverifikasi, dan profil pengemudi serta penumpang secara profesional sehingga saling memberikan ruang aman bersama.
"Yang naik umumnya sopan dan terdidik dengan baik (well-educated). Jarang sekali ada masalah. Apalagi kalau via aplikasi, kan muncul namanya (pengemudi atau penumpang), jadi tidak sembarangan atau akun fiktif yang memesan. Kayak sudah terbentuk ekosistem dan infrastrukturnya di Bluebird ini," ujarnya.
Akan tetapi, sebagai perempuan, Dian tidak menutup mata pada isu pelecehan di jalanan. Ia berharap, ke depan Bluebird bisa menyediakan dan menambah SOP lagi mengenai tindakan pelecehan baik untuk pengemudi atau penumpang.
"Akan lebih baik kalau ada SOP itu eksplisit soal penanganan pelecehan—baik yang dialami pengemudi perempuan maupun laki-laki, juga bagi penumpang. Jadi kalau ada kejadian sudah ada saluran untuk melapornya, ada layanan pendampingan psikologisnya, termasuk adanya pelatihan berkala soal mitigasi risiko terhadap tindakan pelecehan," imbuhnya.
"Kerja di lapangan sebagai pengemudi taksi ini membutuhkan keamanan dan kenyamanan. Dampaknya kalau tidak nyaman, bisa langsung ke kesehatan mental para pengemudi dan yang pastinya juga bisa berdampak ke pelanggan saat melayaninya. Itu wajar. Jika bisa diantisipasi akan lebih baik lagi," tambah Dian.
Pengalaman Lapangan
Hari-hari kerja Dian makin konsisten. Lambat laun, ia belajar membaca pola hiruk pikuk kota, seperti jam berangkat kantor, jam makan siang, dan arus pulang.
Dengan target setoran harian sekitar Rp400 ribu, ia berstrategi memetakan rute untuk mencapai angka itu tanpa menghabiskan sumber daya (waktu, tenaga, dan bahan bakar). Suatu kali, ia bahkan berhasil menembus peringkat satu penghasilan harian di pangkalan, mengalahkan rekan-rekan pengemudi laki-laki.
Bagi Dian, pekerjaan sebagai pengemudi taksi seolah menjadi panggung yang diberikan Tuhan kepadanya untuk mempraktikkan langsung nilai-nilai kebaikan yang ia dapatkan bersama Bluebird. Misalnya menyapa dengan sopan, menolong tanpa membeda-bedakan, menahan emosi di jalan, dan bersyukur atas rezeki halal yang diberikan-Nya.
Harapan Dian sederhana di usianya yang ke-38. Yakni sehat, panjang umur, dan bisa terus mendampingi anak-anak tumbuh dengan empati.
"Semua ilmu itu saya bawa pulang untuk anak-anak. Saya bagi ke anak-anak agar mereka kelak berakhlak mulia dan menjadi orang baik," pesannya.

Aya, anak sulung Dian yang berusia 15 tahun, tidak malu dengan pekerjaan ibunya. Sebaliknya, Aya yang kini kelas IX SMP itu banyak berterima kasih kepada Bluebird karena sudah memberikan kesempatan untuk ibunya. Dengan menjadi pengemudi taksi, Aya mengaku mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman hidup dari ibunya.
"Bunda selalu pamit bekerja sebelum Subuh. Kalau pulang malam, Bunda tetap sempatkan tanya kami satu-satu. Kata Bunda, 'Yang penting hati kamu baik. Nilai di sekolah bisa dikejar, tapi hati yang baik harus dilatih setiap hari," ungkapnya.
Senada, Karina (14), anak kedua Dian, ikut berbangga. Ia mengatakan bahwa pekerjaan itu membuka banyak peluang yang tidak pernah disangka-sangka.
"Aku suka lihat dan bangga Bunda pakai seragam biru (batik Bluebird). Dari pengemudi taksi, Bunda banyak dikenal dan mendapat banyak kesempatan serta peluang, yang juga membuat kami (keluarga) bangga," kata Karina.
Karina pun selalu mencontohkan ajaran ibunya. "Kalau ada orang berbeda atau punya kekurangan, Bunda ingatkan kami untuk menghormati. Bunda juga ajarin cara bilang terima kasih ke orang yang menolong kita. Bunda pesan untuk selalu berakhlak baik, apa pun kondisinya,” pungkas Karina.