Target 100 GW Energi Surya di Indonesia, IESR Dorong Kebijakan Konsisten

- Adopsi PLTS atap berkembang di industri, sekolah, dan rumah tangga
- Pemerintah siapkan aturan untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan
- Menyusun revisi Perpres Nomor 112 tahun 2022 dan Permen ESDM tentang PLTS Operasi Paralel
Semarang, IDN Times - Pemerintah Indonesia mulai menempatkan energi surya sebagai tulang punggung transisi energi bersih nasional. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, PT PLN (Persero) menargetkan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mencapai 17,1 gigawatt (GW).
Selain itu, Presiden Prabowo Subianto juga meluncurkan program ambisius 100 GW PLTS yang akan dikembangkan secara tersebar hingga ke tingkat desa. Langkah itu dinilai sejalan dengan kebutuhan menekan emisi sekaligus memenuhi permintaan energi nasional yang terus meningkat.
1. Momentum energi surya Indonesia

Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR), Marlistya Citraningrum menilai pemanfaatan PLTS di Indonesia berkembang pesat dalam lima tahun terakhir.
“Energi surya adalah kunci transisi energi bersih. Dengan potensi lebih dari 7 TW, Indonesia punya peluang besar untuk melompat ke masa depan yang lebih hijau. Momentum ini jangan hanya dimanfaatkan industri besar; PLTS harus hadir juga di sekolah, pesantren, UMKM, hingga rumah tangga,” katanya saat Media Briefing Indonesia Solar Summit (ISS) 2025, Selasa (2/9/2025).
Hingga Mei 2025, kapasitas terpasang PLTS nasional akhirnya menembus 1.000 MW (1 GW). Adopsi PLTS atap juga berkembang, terutama di sektor industri, sekolah, hingga rumah tangga. Meski begitu, tantangan masih ada, mulai dari regulasi yang kerap berubah, pembiayaan yang terbatas, hingga rantai pasok domestik yang lemah.
2. Regulasi baru dari pemerintah

Dari sisi regulasi, pemerintah tengah menyiapkan aturan untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna menjelaskan, pemerintah sedang menyusun revisi Perpres Nomor 112 tahun 2022 serta Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang PLTS Operasi Paralel.
“Pemerintah daerah punya peran penting, misalnya dengan menyelaraskan tata ruang, membantu pembebasan lahan, mengalokasikan APBD untuk proyek PLTS di fasilitas publik, hingga memberi insentif bagi pengembangan energi terbarukan,” papar Andriah.
3. Tren industri dan rantai pasok

Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin Putra Sisdwinugraha menambahkan, kontribusi PLTS industri (captive) makin besar dalam pertumbuhan kapasitas nasional.
“PLTS captive menjadi faktor yang meningkatkan daya saing industri Indonesia di pasar global. Wilayah usaha sudah meningkat tiga kali lipat sejak 2017, ini peluang besar. Pemerintah perlu meningkatkan transparansi sistem, data, dan perizinan,” jelas Alvin.
Alvin juga menyoroti proyek ekspor listrik 3,4 GW ke Singapura sebagai peluang memperkuat rantai pasok dalam negeri, dengan target Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 60 persen. Namun, harga modul lokal yang lebih mahal 30–40 persen dibanding impor masih menjadi tantangan.
“Untuk mendorong investasi rantai pasok, perlu konsistensi permintaan dalam negeri. Insentif seperti pembebasan bea masuk bahan baku juga sangat penting,” aku Alvin.
Untuk memperkuat komitmen dan kolaborasi lintas sektor, IESR bersama Kemenko Perekonomian dan Kementerian ESDM akan menggelar Indonesia Solar Summit (ISS) 2025 pada 11 September 2025. Forum edisi keempat ini mengusung tema “Solarizing Indonesia: Powering Equity, Economy, and Climate Action”. ISS 2025 akan mempertemukan pemerintah, pelaku usaha, penyedia teknologi, serta komunitas masyarakat untuk mempercepat integrasi energi surya di Indonesia.