Kisah Kekerasan pada Transpuan, Dianiaya Oknum Aparat Sampai Trauma

Balas dengan keterampilan dan mampu berkarya

Semarang, IDN Times - Kekerasan terhadap transpuan masih terjadi hingga detik ini. Tindakan yang tidak menyenangkan dengan dipandang sebelah mata oleh masyarakat masih banyak menimpa para kaum transgender ini.

Seperti yang dialami Febby Gracia, seorang transpuan yang tinggal di Kota Semarang. Kejadian kekerasan beberapa tahun lalu yang menimpa transgender berusia 39 tahun itu masih teringat dibenaknya. Mata Febby berkaca-kaca dan suaranya terbata-bata saat menceritakan peristiwa tersebut kepada IDN Times, Selasa (23/11/2021).

1. Transpuan jadi korban kekerasan oknum aparat

Kisah Kekerasan pada Transpuan, Dianiaya Oknum Aparat Sampai TraumaIlustrasi Kekerasan. IDN Times/Sukma Shakti

‘’Saya pernah menjadi korban kekerasan pembantaian transgender beberapa tahun lalu. Saat itu saya sedang di jalan lalu tiba-tiba ada yang mencegat kemudian langsung menghajar saya di depan umum. Saya dibotakin, ditelanjangi, dan dipukuli oleh oknum dari TNI,’’ ungkapnya.

Perbuatan itu sering dilakukan oknum tersebut sejak tahun 2010 dan itu dilakukan berulang kali setiap dia bertemu dengan kaum transgender.

‘’Jadi memang dia punya dendam dengan salah seorang transgender dan terus mencarinya. Namun, imbasnya karena yang dicari tidak ketemu lalu dia menyasar transgender lainnya. Setiap ketemu kami dia langsung membantai. Kami dihajar di hadapan orang banyak,’’ tuturnya.

Baca Juga: Transpuan di Semarang, Saat Pandemik Alih Profesi dan Tak Dapat Bansos

2. Tidak ada yang menolong saat peristiwa kekerasan terjadi

Kisah Kekerasan pada Transpuan, Dianiaya Oknum Aparat Sampai TraumaIlustrasi Wanita-Pria (IDN Times/Arief Rahmat)

Namun, malang masih susah ditolak oleh Febby yang bekerja sebagai perias wajah itu. Ia pernah mencoba berlari menghindar dan meminta tolong sama orang-orang tapi tidak ada yang berani menolongnya karena takut.

‘’Saat melakukan kekerasan itu ia mengajak serta anak buahnya. Alhamdulillah, saya berhasil menghindar dengan berlari, tapi mau minta tolong nggak ada yang mau nolong dicuekin gitu. Terus kami lapor polisi pun tidak ditolong dengan berbagai alasan,’’ ujarnya.

Meski kasus telah berlalu dan pelaku tersebut sudah ditangkap dan diadili, akan tetapi, peristiwa itu masih melekat di benak Febby dan meninggalkan rasa trauma.

3. Berusaha bangkit dengan berkarya di bidangnya

Kisah Kekerasan pada Transpuan, Dianiaya Oknum Aparat Sampai Trauma(Ilustrasi transpuan. Kontes Ratu Kebaya Waria Peduli AIDS) FOTO ANTARA/Ismar Patrizki

Setiap mendengar suara motor yang mirip dengan pelaku, rasa takut langsung mendera dan Febby langsung lari. Kendati demikian, pengalaman itu tidak membuat ia patah semangat. Trauma itu sedikit demi sedikit ia pupus dengan tetap berkarya di bidang yang ia geluti.

‘’Kami menyadari bahwa keberadaan transgender hingga saat ini masih belum diterima di kalangan masyarakat. Kami masih dipandang sebelah mata. Namun, kami terus menunjukkan bahwa kami sama, kami mampu, kami punya kelebihan, bisa berkarya dan berprestasi seperti masyarakat lainnya,’’ kata Sekretaris Persatuan Waria Semarang (Perwaris) Satu Hati itu.

Kini melalui organisasi Perwaris Satu Hati, Febby merasa lebih tenang karena organisasi ini memiliki payung hukum yang legal dan terus berupaya hidup berdampingan dengan warga umumya.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual Anak di Semarang Masih Tertutup Kelambu Rapat

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya