Mbak Ita Tuding Kadisbudpar Semarang Penuh Kebohongan, Ini Faktanya

- Wing meminta arahan langsung dari Mbak Ita tapi multitafsir
- Proyek yang dikerjakan Zulkifli tidak sesuai harapan, asal jadi dan copy-paste
- Mbak Ita dan Alwin membantah keterlibatan dalam pengaturan proyek, menyebut kesaksian Wing penuh kebohongan
Semarang, IDN Times– Suasana sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita, dan suaminya Alwin Basri memanas setelah kesaksian Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, Wing Wiyarso Poespojoedho, menuai bantahan keras dari keduanya.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (14/7/2025), Wing mengaku pernah didatangi tiga orang yang mengaku sebagai utusan Alwin Basri untuk mengerjakan proyek penunjukan langsung (PL) di lingkup Disbudpar. Ketiga orang itu adalah Martono, Kapendi, dan Zulkifli.
“Kami mendapatkan arahan untuk menerima tamu dari kolega Pak Alwin, yakni Pak Martono, Pak Kapendi, dan Pak Zulkifli. Mereka menyampaikan ditugaskan untuk mengerjakan proyek PL,” ungkap Wing di hadapan majelis hakim yang dipimpin Gatot Sarwadi.
1. Minta arahan Mbak Ita tapi multitafsir

Wing mengaku sempat meminta arahan langsung dari Mbak Ita atas kedatangan tiga orang tersebut. Namun, jawaban Mbak Ita saat itu dinilai tidak tegas dan justru multitafsir.
“Saya sampaikan kepada Bu Ita, apakah proyek ini dijalankan normatif atau sesuai perintah. Tapi jawabannya hanya ‘ngono wae kok ora ngerti’,” kata Wing menirukan ucapan Mbak Ita, yang dalam bahasa Jawa bisa diartikan, "begitu saja kok tidak tahu."
Menurut Wing, ia menginterpretasikan ucapan itu sebagai bentuk persetujuan. Akhirnya, hanya Zulkifli yang ditunjuk mengerjakan proyek, namun hasilnya justru mengecewakan.
2. Proyek asal jadi dan copy-paste

Wing mengaku proyek yang dikerjakan Zulkifli tidak berjalan sesuai harapan. Ia menyoroti kualitas kajian yang dianggap asal jadi.
“Saya melihat langsung hasil kajian yang dilakukan Zulkifli, dan itu hanya copy-paste. Saya langsung menegur karena hasilnya tidak sesuai standar,” ungkapnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan, Zulkifli mengerjakan setidaknya lima proyek kajian sepanjang 2023, termasuk kajian kawasan wisata Tinjomoyo dan tempat parkir Kota Semarang, dengan nilai mencapai puluhan juta rupiah.
Namun karena hasil kerja dianggap buruk, Wing memutuskan tidak lagi melibatkan ketiganya dalam proyek pada 2024. Keputusan itu, menurut Wing, membuat dirinya mendapat tekanan dari Mbak Ita dan Alwin.
“Bu Ita dan Pak Alwin mulai agak keras ke saya. Setiap kegiatan dinilai langsung, seperti dicari-cari kesalahan,” aku Wing.
3. Mbak Ita dan Alwin meradang

Tidak tinggal diam, Mbak Ita sebagai terdakwa langsung merespons kesaksian Wing dengan nada geram. Ia menyebut pernyataan Wing penuh kebohongan dan menyayangkan sikap Wing yang menurutnya hanya menyampaikan hal-hal kecil di persidangan.
“Pak Wing ini kok penuh kebohongan. Yang (proyek kegiatan) besar saja Saudara tidak pernah laporkan ke saya, contohnya soal event organizer (EO), kenapa saya keras?” tegas Mbak Ita.
Ia juga menampik mengenal Zulkifli atau memberi restu terkait proyek PL. Menurutnya, tuduhan Wing tidak berdasar dan mengada-ada.
“Saya kecewa karena Saudara tidak pernah melaporkan apa pun soal Zulkifli ke saya. Saya juga tidak kenal siapa Zulkifli itu,” tegasnya lagi.
Senada dengan istrinya, Alwin Basri pun membantah keras keterlibatannya dalam pengaturan proyek. Ia menolak disebut sebagai orang yang mengutus Martono, Kapendi, dan Zulkifli.
“Saya tidak pernah telepon atau memperkenalkan tiga orang tadi,” ujar Alwin.
Saat Wing menyebut arahan dari Alwin disampaikan melalui ajudan, Alwin langsung menepisnya.
“Saya tidak punya ajudan,” katanya singkat.
Untuk diketahui, Dalam dakwaan Jaksa, nama Martono dan PT Deka Sari Perkasa mencuat sebagai pemberi suap kepada Alwin dan Mbak Ita. Jaksa menyebut Alwin meminta komitmen fee 10 persen dari proyek pengadaan meja dan kursi senilai Rp20 miliar di Dinas Pendidikan Semarang.
Fee tersebut disebut-sebut sudah diserahkan secara bertahap sebesar Rp1,75 miliar, dan dilakukan atas sepengetahuan serta persetujuan Mbak Ita.
Proyek tersebut diusulkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Bambang Pramusinto, disetujui oleh Mbak Ita, dan diteruskan ke Iswar Aminudin, kala itu menjabat Sekda sekaligus Ketua TAPD.
“Permintaan fee dikomunikasikan sejak proses pengondisian anggaran, pengaturan teknis, hingga penunjukan langsung penyedia,” ungkap Jaksa Rio Vernika Putra.