Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

MPSI Tolak Pasal Diskriminatif Soal Tembakau di UU Kesehatan

Ilustrasi petani tembakau. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Surakarta, IDN Times - Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI) secara tegas menolak Pasal Pengamanan Zat Adiktif yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam RUU Kesehatan berdampak pada kekhawatiran seluruh masyarakat yang terlibat dalam sektor pertembakauan. Termasuk para pekerja di pabrikan sigaret kretek tangan (SKT).

RUU Kesehatan dikhawatirkan secara langsung menyejajarkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam kelompok yang sama, mendiskriminasi para pekerja yang didominasi oleh pekerja perempuan.

1. Tolak menyamakan tembakau sebagai zat adiktif.

Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo. (Dok/Istimewa)

Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo mengatakan upaya Kementerian Kesehatan yang memposisikan tembakau sama dengan barang ilegal jelas sangat mengancam masa depan para pekerja di segmen SKT dan keberadaan pabrikan di daerah.

“Selama ini para pekerja perempuan khususnya telah menjadi tulang punggung keluarga, yang harusnya mendapat perlindungan, kini akan disamakan dengan pekerja ilegal,” papar Sriyadi, Rabu (17/5/2023).

2. Kaum pekerja jadi korban.

ilustrasi rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Sriyadi, MPSI selama ini tidak hanya menjadi dapur rezeki bagi karyawan yang bekerja di pabrik, tetapi juga menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan. Hal ini karena keberadaan MPSI dapat memacu usaha-usaha lain untuk tumbuh dan berkembang. Saat ini ada sekitar 45 ribu tenaga kerja SKT di bawah naungan paguyuban MPSI.

“Kami memohon, pemerintah dapat bijak melihat realita perekonomian yang ada di daerah. Tolong dihapus Pasal 154 Mengenai Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan demi keberlangsungan pertumbuhan sektor padat karya. Jangan sampai regulasi yang tidak adil dan diskriminatif ini menghambat siklus penyerapan tenaga kerja dan perputaran perekonomian daerah,” ungkapnya.

Sriyadi dengan tergas mengatakan jika inj sangat mengkhawatirkan kelangsungan para tenaga kerja tembakau nasional.

3. Stop ilegalitas tembakau.

ilustrasi tanaman tembakau (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Lebih lanjut, ia berharap pemerintah pemerintah tetap menjaga kesinambungan dan kepastian kegiatan usaha khususnya di sektor padat karya. “Kami butuh perlindungan dari pemerintah pusat agar mampu terus tumbuh dan berkembang. Jangan sampai regulasi yang ada, seperti Pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam RUU Kesehatan, justru berbanding terbalik dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan pekerja,” tegasnya.

Lanjutnya, bahwa selama ini, pemerintah telah memanfaatkan penerimaan negara dari sektor pertembakauan yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Maka, upaya menyamakan tembakau yang selama ini dikenakan pajak dan cukai menjadi sama dengan narkotika dan psikotropika yang notabene merupakan barang ilegal, akan merugikan negara dan berdampak pada kehidupan sosial masyarakat.

“Kami mohon distop upaya ilegalisasi tembakau. Jutaan tenaga kerja di ekosistem tembakau menggantungkan hidupnya pada komoditas ini!” puskasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bandot Arywono
Larasati Rey
Bandot Arywono
EditorBandot Arywono
Follow Us