Pengembang Minta Harga Rumah Subsidi di Jateng Naik, Daya Beli Seret

Semarang, IDN Times - Pengembang perumahan di Jawa Tengah mendesak pemerintah menaikkan harga rumah bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Kondisi itu sejalan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan berdampak pada pembangunan rumah subsidi.
1. Harga bahan material dan ongkos tukang naik

Pengembang perumahan Mutiara Kandangan Bawen, Juremi mengatakan, harga rumah subsidi yang stagnan dalam beberapa tahun terakhir menjadi kendala bagi pengembang untuk membangun unit tersebut.
‘’Kondisi ini menjadi dilema karena segala hal semua harganya naik. Harga material naik, ongkos tukang juga naik,’’ ungkapnya saat ditemui di pameran Property Expo Semarang di Mal Paragon Semarang, Senin (12/9/2022).
Selain itu, masalah lain bagi pengembang rumah subsidi adalah harga dasar tanah untuk membangun hunian FLPP tersebut juga naik.
2. Pengembang kesulitan membangun rumah subsidi

Kondisi itu membuat pengembang kesulitan menjual rumah subsidi dengan harga yang ditetapkan pemerintah, yakni senilai Rp150,5 juta.
‘’Dengan harga yang ditetapkan pemerintah itu membuat kami kesulitan untuk membangun rumah subsidi yang berkualitas. Padahal, kami ingin membuat produk hunian yang memiliki kualitas meski subsidi, karena konsumen juga mau punya rumah layak huni,’’ jelas Wakil Ketua Bidang Pameran DPD REI Jateng itu.
Menurut Juremi, ada banyak keunggulan dengan membeli rumah bersubsidi khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Oleh karena itu, ia mengaku, para pengembang mengusulkan paling tidak harga rumah bersubsidi bisa naik hingga 10 persen, mengikuti perkembangan inflasi saat ini.
‘’Keunggulannya, DP hanya 5 persen, suku bunga 5 persen per tahun flat, dan dapat diangsur sampai 20 tahun. Jadi, cicilan per bulan hanya Rp900 ribuan untuk rumah tipe 33 dengan luas tanah 66 meter persegi,’’ katanya.
3. Banyak calon konsumen gagal BI checking karena pinjol

Saat ini, lanjutnya, pengembang rumah subsidi mengeklaim masih bertahan meski terdampak pandemik COVID-19 dengan mengerjakan yang ada, sesuai permintaan konsumen. Sebab, daya beli konsumen rumah subsidi saat ini juga terkendala banyak faktor.
‘’Daya beli konsumen itu baik. Hanya saja mereka terganjal pada saat melakukan pembelian dengan menggunakan KPR. Saat pengajuan kredit banyak calon konsumen yang gagal karena BI checking. Mayoritas mereka terjebak pinjaman online atau kredit macet. Dari pengalaman kami, misalnya dari 100 persen calon konsumen yang di-reject karena BI checking ada 70–80 persen,’’ tandasnya.