Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

[Opini] Sampah Bisa Jadi Solusi untuk Bayar Iuran Jamsosnaker

Ilustrasi wanita mengumpulkan sampah (freepik.com/freepik)

Indonesia menghadapi dua tantangan besar yang sering luput dari perhatian, yakni krisis pengelolaan sampah dan rentannya pekerja informal tanpa perlindungan sosial. Keduanya adalah masalah mendesak yang membutuhkan solusi inovatif. Bukan hanya karena dampaknya pada lingkungan dan kesejahteraan, tetapi juga karena menyentuh sisi paling fundamental kehidupan manusia yaitu hak atas lingkungan yang bersih dan perlindungan sosial bagi setiap pekerja.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa pada 2023, Indonesia menghasilkan 38,48 juta ton sampah per tahun, dengan hampir 40 persen tidak terkelola dengan baik, padahal setiap hari sampah terus menumpuk. Sementara itu, di sisi lain ada jutaan pekerja informal seperti pedagang kaki lima, petani kecil, pengemudi ojek yang bekerja keras demi menghidupi keluarga mereka, namun tidak memiliki jaminan sosial yang melindungi mereka dari risiko kecelakaan kerja, sakit, atau kematian.

Keadaan finansial mereka sering kali hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari tanpa ruang untuk membayar iuran jaminan sosial. Ironisnya, pekerja informal ini justru memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan pekerja formal yang telah dilindungi oleh perusahaan. Mereka sering bekerja di lapangan, menghadapi kondisi kerja yang jauh dari kata aman, tanpa akses pada perlindungan sosial yang seharusnya menjadi hak dasar setiap pekerja.

Persoalan ini menuntut perhatian, karena tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga pada keluarga dan generasi berikutnya. Di sinilah pendekatan design thinking menawarkan harapan. Dengan mengintegrasikan pengelolaan sampah dan perlindungan sosial, kita bisa menciptakan solusi inovatif: meningkatkan nilai ekonomis dari sampah menjadi alat pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan. Konsep ini bukan sekadar ide, tetapi sebuah langkah nyata untuk menghubungkan dua masalah besar menjadi satu solusi yang saling menguatkan.

Mengapa Sampah Bisa Menjadi Solusi?

Nurul Rahmawati, Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen dan Bisnis, Sekolah Bisnis IPB University. (IDN Times/bt/Nurul R)

Sampah memiliki dua sisi mata koin yang tidak terpisahkan, yaitu sebagai masalah sekaligus peluang. Faktanya, selama manusia masih ada sampah akan terus dihasilkan. Hal ini tidak bisa dihindari, tetapi bisa dikelola dengan lebih bijak. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), rata-rata setiap orang di Indonesia menghasilkan sekitar 0,7 kg sampah per hari, yang berarti satu keluarga dengan empat anggota dapat menghasilkan hingga 2,8 kg sampah per hari. Dalam skala nasional, dengan populasi sekitar 275 juta jiwa, total sampah yang dihasilkan mencapai lebih dari 190 ribu ton per hari atau sekitar 70 juta ton per tahun.

Namun, hanya sebagian kecil dari jumlah sampah ini yang dikelola dengan baik. Sebagian besar masih berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), sungai, atau bahkan laut, menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Ironisnya, sekitar 40 persen dari sampah tersebut memiliki nilai ekonomi, terutama sampah anorganik seperti plastik, kertas, dan logam, yang dapat didaur ulang atau dijual kembali.

Dengan pendekatan inovatif, seperti memanfaatkan sampah sebagai alat pembayaran iuran Jamsosnaker, masalah ini bisa diubah menjadi solusi. Sampah tidak lagi hanya menjadi beban lingkungan, tetapi juga menjadi berkah bagi masyarakat, terutama pekerja informal, untuk mendapatkan perlindungan sosial.

Pendekatan ini menjadi semakin relevan mengingat keberlanjutan ekosistem sosial dan lingkungan bergantung pada bagaimana kita mengelola sumber daya yang kita hasilkan, termasuk sampah.

Pendekatan Design Thinking dalam mengelola sampah untuk iuran Jamsosnaker

ilustrasi layanan BPJS Ketenagakerjaan, Kamis (5/12/2024). (dok. BPJS Ketenagakerjaan)

Design thinking adalah proses iteratif yang melibatkan lima tahap utama: empati, definisi masalah, ideasi, prototipe, dan pengujian. Berikut eksplorasi lebih mendalam tentang bagaimana pendekatan ini dapat digunakan:


1. Empati: Memahami Tantangan Pekerja Informal
Tahap ini bertujuan memahami kebutuhan dan masalah utama masyarakat, khususnya pekerja informal, melalui wawancara, survei, atau observasi langsung. Beberapa poin yang ditemukan, misalnya:

• Kesulitan Membayar Iuran: Banyak pekerja informal yang memiliki pendapatan tidak tetap merasa terbebani dengan pembayaran iuran bulanan.
• Limbah Rumah Tangga Tidak Termanfaatkan: Sebagian besar masyarakat tidak memiliki akses atau pengetahuan untuk memanfaatkan sampah sebagai sumber ekonomi.
Dengan memahami kondisi ini, solusi dapat dirancang untuk membantu pekerja informal memanfaatkan sampah sebagai sumber alternatif pembayaran iuran.

2. Definisi Masalah: Menyusun Kerangka Solusi
Setelah memahami kebutuhan, langkah berikutnya adalah merumuskan masalah inti:

• Bagaimana menciptakan sistem yang memungkinkan masyarakat menukar sampah dengan nilai ekonomi untuk membayar iuran?
• Bagaimana memastikan sistem ini mudah diakses dan transparan bagi seluruh lapisan masyarakat?
Hasil dari tahap ini adalah panduan untuk mengembangkan solusi yang berpusat pada pengguna.

3. Ideasi: Menemukan Solusi Kreatif
Pada tahap ini, berbagai ide inovatif dihasilkan. Beberapa ide yang relevan meliputi:

• Vending Machine Sampah: Mesin penukaran sampah otomatis yang mengubah sampah menjadi saldo e-wallet yang dapat digunakan untuk membayar iuran Jamsosnaker.
• Aplikasi Digital: Aplikasi yang memungkinkan pengguna mencatat dan menilai sampah yang mereka setorkan. Aplikasi ini dapat terhubung dengan akun BPJS Ketenagakerjaan untuk pembayaran otomatis.
• Skema Insentif: Memberikan poin tambahan bagi masyarakat yang aktif memilah sampah dan berkontribusi dalam sistem ini.

4. Prototipe: Mewujudkan Ide dalam Skala Kecil
Prototipe dibuat untuk menguji solusi dalam skala kecil sebelum diterapkan secara luas. Contoh implementasi:

• Pemasangan vending machine sampah di pasar tradisional atau pusat komunitas.
• Pengembangan aplikasi sederhana untuk komunitas tertentu yang mendukung penukaran sampah menjadi saldo.
Prototipe ini akan membantu mengidentifikasi tantangan teknis atau operasional yang perlu diselesaikan sebelum peluncuran program.

5. Pengujian: Mendapatkan Umpan Balik
Tahap pengujian melibatkan pengguna langsung untuk mencoba prototipe yang telah dibuat. Hasil pengujian ini digunakan untuk menyempurnakan solusi. Misalnya:

• Meningkatkan kemudahan penggunaan vending machine berdasarkan masukan pengguna.
• Menyempurnakan algoritma aplikasi untuk memastikan penilaian sampah adil dan transparan.

Proses ini bersifat iteratif, artinya solusi terus dikembangkan berdasarkan umpan balik hingga mencapai bentuk optimal.

Kesimpulan

ilustrasi memilah sampah rumah tangga (pexels.com/Julia M Cameron)

Transformasi pengelolaan sampah menjadi alat pembayaran iuran Jamsosnaker melalui pendekatan design thinking adalah langkah inovatif yang tidak hanya mengatasi dua masalah mendesak—pengelolaan sampah dan perlindungan sosial pekerja informal—tetapi juga menciptakan sinergi yang mendukung keberlanjutan sosial dan lingkungan. Dengan memanfaatkan nilai ekonomis sampah, program ini mampu memberdayakan pekerja informal untuk mendapatkan hak perlindungan sosial tanpa membebani kondisi finansial mereka yang rentan.

Namun, implementasi program ini memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dukungan teknologi seperti aplikasi digital dan vending machine sampah menjadi kunci keberhasilan untuk memastikan sistem yang mudah diakses, transparan, dan berkelanjutan.

Saatnya kita melihat sampah bukan sebagai masalah, tetapi sebagai peluang. Melalui inovasi ini, kita dapat menciptakan ekosistem yang lebih inklusif dan bertanggung jawab, di mana sampah benar-benar menjadi berkah yang membawa manfaat bagi semua lapisan masyarakat. Langkah ini bukan hanya solusi, tetapi juga investasi bagi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Nurul Rahmawati, Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen dan Bisnis, Sekolah Bisnis IPB University.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
ANGGUN PUSPITONINGRUM
EditorANGGUN PUSPITONINGRUM
Follow Us