Jateng Kena Dampak Gejala Resesi Global, Ekspor Manufaktur Drop 20 Persen

Waduh, resesi global benar-benar jadi kenyataan nih

Semarang, IDN Times - Aktivitas ekspor di Jawa Tengah mulai terdampak dari gejala resesi Global. Selama dua bulan terakhir, pihak Bea Cukai Tanjung Emas Semarang mencatat ada penurunan barang yang diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat, menyusul adanya pelemahan daya beli masyarakat di dua negara tujuan ekspor tersebut. 

1. Daya beli Eropa dan Amerika turun karena harga gas dan suku bunga tinggi

Jateng Kena Dampak Gejala Resesi Global, Ekspor Manufaktur Drop 20 PersenBeberapa warga membawa bendera Uni Eropa. (pexels.com/Son Tung Tran)

Kepala Bea Cukai Tanjung Emas Semarang, Anton Martin menjelaskan, penurunan daya beli warga Eropa maupun Amerika Serikat merupakan imbas kenaikan suku bunga yang sangat tinggi. 

Selain itu, perang Ukraina dan Rusia yang berkepanjangan ikut membuat harga gas dari Rusia menjadi mahal. Padahal, selama ini, mayoritas negara Eropa memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan gas bumi dari kilang minyak milik Rusia. 

"Jadinya karena ada penurunan konsumsi masyarakat akhirnya dua bulan terakhir kita merasa kegiatan ekspor dengan tujuan ke negara-negara Eropa dan Amerika Serikat menurun 20 persen. Pengaruhnya perang Ukraina dan Rusia juga begitu besar terhadap harga gas dunia. Kita yakin negara Barat berusaha mengurangi daya belinya karena di saat bersamaan juga harus menyikapi kenaikan suku bunga bank," kata Anton ketika ditemui IDN Times, Rabu (4/1/2023). 

Baca Juga: Tiru Merek Gillette, 403.200 Pisau Cukur China Disita Bea Cukai Tanjung Emas

2. Bea cukai khawatirkan dampak panjang resesi Global

Jateng Kena Dampak Gejala Resesi Global, Ekspor Manufaktur Drop 20 PersenPetugas mengawasi distribusi vaksin Pflizer yang tiba di Semarang. (Dok Humas Bea Cukai Tanjung Emas Semarang)

Lebih jauh lagi, Anton was-was jika gejala resesi Global bisa berdampak parah terhadap aktivitas ekspor di Jawa Tengah. Menurutnya, sebagian besar produk yang diekspor dari Jawa Tengah merupakan barang-barang manufaktur. 

Apabila pengiriman produk ekspor makin menurun, maka tidak menutup kemungkinan banyak pabrik manufaktur yang terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerjanya. 

"Kita berdoa semoga saja tahun 2023 walaupun ada resesi global tetapi dampaknya jangan sampai terlalu parah. Karena agak ngeri juga kalau situasinya banyak pabrik yang melakukan PHK massal," ungkapnya.

3. Ekspor di Jateng tumbuh 41 persen tahun 2022

Jateng Kena Dampak Gejala Resesi Global, Ekspor Manufaktur Drop 20 PersenIlustrasi aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas (TPK). (ANTARA FOTO/Aji Styawan)

Selama ini, produk yang kerap diekspor ke Eropa maupun Amerika Serikat antara lain pakaian jadi, alas kaki, furnitur, kerajinan kulit sampai produk olahan kayu.

Anton memperkirakan, resesi Global yang muncul berkepanjangan berimbas pada operasional ratusan perusahaan manufaktur di Jawa Tengah yang mengandalkan layanan kepabean di Pelabuhan Tanjung Emas. 

"Semoga saja ekspor kita tetap berjalan dengan baik. Karena kita mencatat di tahun 2022 secara umum masih ada kenaikan ekspor sebesar 41 persen atau sekitar Rp21 triliun," tegasnya. 

4. Para eksportir lebih baik cari pangsa pasar di Afrika dan Timteng

Jateng Kena Dampak Gejala Resesi Global, Ekspor Manufaktur Drop 20 PersenKepala Bea Cukai Tanjung Emas Semarang Anton Martin saat cek kondisi peti kemas yang terendam banjir di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. (Dok Humas Bea Cukai Tanjung Emas Semarang)

Untuk menghindari efek lebih buruk, Anton menyarankan para eksportir supaya cermat melihat potensi peluang pasar di luar Eropa dan Amerika Serikat. Ia berkata, segmentasi ekspor yang masih terbuka lebar dan menjadi peluang menjanjikan bagi eksportir Jawa Tengah yaitu di sejumlah negara Afrika dan Timur Tengah (Timteng). 

Ia menjelaskan, saat ini banyak warga Afrika dan Timteng yang mengalami ledakan jumlah sumber daya manusia sehingga harus menjadi potensi pangsa pasar yang perlu digarap oleh para eksportir. 

Dengan berkaca pada pengalaman para eksportir yang merambah ke Eropa, Anton optimistis para eksportir juga dengan mudah memasarkan produknya ke Afrika maupun Timteng. 

"Kalau kita lihatnya sih tahun depan pasti akan menurun. Itu paling ngeri kalau eksportir tidak jeli melihat pasar negara lain maka tenaga kerja akan terdampak. Apalagi ada jutaan tenaga kerja manufaktur di Jateng. Maka dari itu, eksportir lebih baik mencari pasar potensial di Afrika dan Timteng. Soalnya pasarnya di sana sangat tinggi karena sumber daya mereka lagi booming atau terjadi ledakan jumlah penduduk. Jadi duitnya lagi banyak. Kalau jeli, saya rasa eksportir kita pasti bisa masuk ke sana," akunya. 

Baca Juga: Kurangi Hujan di Semarang, BMKG Dibantu Satu Pesawat Cassa Milik BNPB

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya