Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Alasan Draf NDC 3.0 Indonesia Belum Responsif Hadapi Krisis Iklim

Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya milik PLN di Banten. (IDN Times/Dhana Kencana)
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya milik PLN di Banten. (IDN Times/Dhana Kencana)
Intinya sih...
  • Target NDC 3.0 belum selaras dengan Persetujuan Paris
  • Aksi nyata pensiunkan PLTU dan mempercepat energi terbarukan
  • Rekomendasi IESR untuk Pemerintah
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times - Di tengah suhu panas ekstrem dan anomali cuaca yang melanda berbagai wilayah Indonesia, para pengamat menilai kebijakan iklim di Indonesia belum cukup ambisius. Institute for Essential Services Reform (IESR) mendesak pemerintah untuk memperkuat komitmen dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) 3.0, sebagai langkah nyata Indonesia dalam menghadapi krisis iklim global.

1. Target NDC 3.0 belum selaras dengan Persetujuan Paris

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa (Dok. IESR)
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa (Dok. IESR)

Dalam pernyataannya, Chief Executive Officer (CEO) IESR, Fabby Tumiwa menilai, target penurunan emisi dalam draf NDC 3.0 masih belum sejalan dengan tujuan Persetujuan Paris, yang menuntut pembatasan kenaikan suhu global di bawah 2°C, idealnya 1,5°C.

“Target bersyarat dan tidak bersyarat dalam draf NDC 3.0 belum konsisten dengan jalur pembatasan suhu di bawah 2°C. Target tidak bersyarat masih memungkinkan peningkatan emisi hingga pertengahan abad ini, sementara target bersyarat baru menunjukkan penurunan signifikan setelah 2035,” katanya dilansir keterangan resmi, Selasa (21/20/2025).

Menurutnya, penundaan aksi iklim hingga setelah 2035 dapat menimbulkan risiko teknis dan ekonomi yang besar, serta memperlambat laju pembangunan nasional.

“Jika aksi iklim terus ditunda, kita akan menghadapi biaya ekonomi yang tinggi dan kehilangan momentum menuju Indonesia Emas 2045,” tambahnya.

Meski demikian, IESR mengapresiasi sejumlah kemajuan dalam draf NDC 3.0, seperti:

  • Peningkatan target penurunan emisi dibandingkan versi Enhanced NDC (ENDC),
  • Penggunaan baseline baru tahun 2019,
  • Perluasan cakupan emisi gas HFC, sektor kelautan, dan hulu migas,
  • Penambahan target nirsampah 2040 dan prinsip transisi berkeadilan.

Namun, Fabby menegaskan, langkah-langkah tersebut belum cukup untuk menahan laju krisis iklim.

“Upaya tersebut masih di bawah standar ambisi global. Kita butuh tindakan nyata yang berdampak cepat, bukan janji jangka panjang,” ungkapnya.

2. Aksi nyata pensiunkan PLTU dan mempercepat energi terbarukan

ilustrasi energi terbarukan (freepik.com/user6702303)
ilustrasi energi terbarukan (freepik.com/user6702303)

IESR, imbuh Fabby mendesak agar pemerintah segera menyampaikan dokumen NDC 3.0 kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sebelum Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) yang akan digelar November 2025.

Langkah itu penting untuk menunjukkan kepemimpinan Indonesia di panggung global, melanjutkan tradisi diplomasi iklim yang sudah dimulai sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Indonesia punya kesempatan besar menjadi contoh negara berkembang yang berani mengambil langkah nyata. NDC 3.0 harus menunjukkan komitmen kuat, bukan hanya adaptasi, tetapi juga mitigasi iklim yang konkret,” akunya.

Fabby menilai pemerintah masih memiliki peluang besar untuk mempercepat penurunan emisi dengan memajukan puncak emisi ke tahun 2030, bukan 2035 seperti proyeksi saat ini.

“Pemerintah bisa mendorong percepatan pengurangan emisi dengan memensiunkan PLTU batu bara lebih cepat dan mempercepat pembangunan energi terbarukan, seperti proyek PLTS 100 GW dalam lima tahun, serta menggantikan 3,4 GW PLTD yang dioperasikan PLN,” ujarnya.

Analisis Climate Action Tracker (CAT)—yang juga diikuti oleh IESR—menyebut, untuk mencapai target jalur 1,5°C, Indonesia perlu menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 850 juta ton setara CO₂ pada 2030, dan 720 juta ton setara CO₂ pada 2035, di luar kontribusi sektor kehutanan dan lahan (FOLU).

3. Rekomendasi IESR untuk Pemerintah

Perdagangan karbon
ilustrasi perdagangan karbon (unsplash.com/Yohan Marion)

Dalam laporannya, IESR merekomendasikan beberapa langkah strategis yang perlu segera diambil pemerintah agar target iklim nasional lebih ambisius dan efektif. Rekomendasi tersebut di antaranya:

  1. Pensiun dini PLTU batu bara tua dan beremisi tinggi.
    Potensi sebesar 9 GW PLTU dapat dihentikan secara bertahap hingga 2035, digantikan oleh energi terbarukan yang bersih dan efisien.
  2. Reformasi subsidi energi fosil.
    Langkah ini dinilai penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM) dan mendorong penggunaan energi yang lebih efisien.
  3. Peningkatan efisiensi dan konservasi energi.
    Pemerintah perlu memperluas sertifikasi efisiensi energi, memperkuat standar industri dan bangunan hijau, serta mempermudah akses pendanaan untuk proyek hemat energi.
  4. Implementasi Global Methane Pledge.
    Indonesia perlu menindaklanjuti komitmen Presiden Joko Widodo untuk menurunkan emisi metana sebesar 30 persen pada 2030, sesuai kesepakatan global yang diteken pada 2021.

Untuk diketahui, sebagai respons terhadap tekanan global, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional pada 10 Oktober 2025. Perpres tersebut menjadi landasan untuk memperkuat perdagangan karbon di Indonesia, menyelaraskan kebijakan karbon dengan aktivitas ekonomi, dan menyederhanakan mekanisme bisnis carbon offset.

Fabby melihat, kebijakan itu merupakan langkah positif, tetapi menekankan pentingnya penerapan mekanisme pengawasan dan transparansi agar pasar karbon tetap kredibel.

“Perlu sistem perlindungan (safeguard) yang memastikan integritas pasar karbon dan mencegah potensi carbon fraud. Transparansi dan tata kelola yang kuat akan menentukan kredibilitas Indonesia di mata dunia,” tandasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us

Latest News Jawa Tengah

See More

208 Auditor BPK Jateng Mulai Periksa Kinerja Program Ketahanan Pangan

21 Okt 2025, 14:59 WIBNews