Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Alasan Perlunya Akses BPJS Ketenagakerjaan untuk Buruh Sawit

Ilustrasi pekerja sawit di Indonesia. (ANTARA FOTO)
Ilustrasi pekerja sawit di Indonesia. (ANTARA FOTO)
Intinya sih...
  • Menteri Ketenagakerjaan prioritaskan perlindungan sosial bagi buruh sawit
  • Kritik dari serikat buruh terhadap implementasi regulasi di lapangan
  • Tantangan akses BPJS Ketenagakerjaan bagi buruh sawit yang bekerja tanpa status tetap
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times – Isu perlindungan sosial bagi buruh sawit kembali menjadi sorotan dalam Pertemuan Internasional ke-3 International Palm Oil Workers United (IPOWU) di Jakarta, Senin (8/9/2025). Pertemuan itu menegaskan pentingnya memperluas cakupan BPJS Ketenagakerjaan agar buruh sawit mendapatkan hak yang sama atas jaminan sosial.

1. Klaim perlindungan menjadi prioritas

Petani memindahkan kelapa sawit yang baru dipanen di Nagari Katapiang, Padang Pariaman, Sumatra Barat, Senin (2/9/2024). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc
Petani memindahkan kelapa sawit yang baru dipanen di Nagari Katapiang, Padang Pariaman, Sumatra Barat, Senin (2/9/2024). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli mengatakan, pemerintah menempatkan perlindungan sosial sebagai prioritas utama.

Concern kita adalah bagaimana mereka punya peluang, akses, dan hak yang sama untuk bekerja dalam industri di Indonesia. Dan satu pertanyaan yang perlu kita jawab terkait pekerja adalah bagaimana kita bisa mengajak mereka untuk aktif dalam BPJS Ketenagakerjaan. Ini dulu yang nomor satu, perlindungan mereka,” katanya saat membuka acara itu.

Yassierli menambahkan, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pengentasan Kemiskinan Ekstrem. Instruksi itu menugaskan Kementerian Ketenagakerjaan memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kepesertaan buruh dalam program jaminan sosial, khususnya bagi masyarakat miskin.

2. Kritik dari serikat buruh

ilustrasi kebun kelapa sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)
ilustrasi kebun kelapa sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)

Meski pemerintah telah berkomitmen, sejumlah serikat buruh menilai implementasi di lapangan masih jauh dari harapan. Koordinator Koalisi Buruh Sawit (KBS), Ismet Inoni mengingatkan agar pemerintah tidak berhenti pada regulasi semata.

“Kami masih menemukan minimnya perbaikan perlindungan sosial bagi buruh sawit di berbagai wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan. Pemerintah perlu melihat lebih dekat agar sasaran BPJS bisa tepat dan menyeluruh,” katanya dilansir keterangan resmi, Rabu (10/9/2025).

Hal senada disampaikan perwakilan internasional. Gustavo Aristizàbal dari Coordinadora Syndicato Palmera, Kolombia yang menilai dialog sosial Indonesia bersama IPOWU bisa menjadi inspirasi.

“Dialog sosial dengan yang berlangsung antara Pemerintah Indonesia melalui Menteri Ketenagakerjaan dan IPOWU merupakan inspirasi bagi jaringan kami. Harapannya kami bisa menjalankan dialog sosial bersama para pemangku kepentingan, sebagai strategi untuk tercapainya pemenuhan hak-hak buruh untuk mendapatkan jaminan sosial dan pemenuhan kerja layak,” ujarnya.

3. Tantangan akses BPJS

Mulai bulan Mei 2025, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki saldo JHT maksimal Rp15 juta dapat mencairkan klaim melalui aplikasi Jamsostek Mobile (JMO) (dok. BPJS Ketenagakerjaan)
Mulai bulan Mei 2025, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki saldo JHT maksimal Rp15 juta dapat mencairkan klaim melalui aplikasi Jamsostek Mobile (JMO) (dok. BPJS Ketenagakerjaan)

Saat ini, program BPJS Ketenagakerjaan menyediakan empat jenis perlindungan, yakni:

  • Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
  • Jaminan Hari Tua (JHT)
  • Jaminan Pensiun (JP)
  • Jaminan Kematian.

Meski demikian, akses buruh sawit terhadap program tersebut masih terbatas. Banyak buruh bekerja tanpa status tetap, sehingga tidak terdaftar sebagai peserta. Padahal, sesuai Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011, perusahaan wajib mendaftarkan seluruh pekerjanya. Pelanggaran bisa dikenai sanksi administratif hingga pidana 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Untuk diketahui, IPOWU mendorong agar definisi peserta BPJS diperluas mencakup pekerja bukan penerima upah (BPU), seperti buruh harian, pedagang keliling, hingga tukang ojek yang bekerja di sekitar perkebunan. Dengan begitu, akses perlindungan sosial bisa menjangkau lebih banyak buruh rentan.

Pertemuan IPOWU dihadiri oleh berbagai perwakilan internasional, termasuk Kedutaan Besar Belanda, serikat buruh dari Kolombia, Ghana, Indonesia, dan Belanda. Kehadiran mereka menandai bahwa isu perlindungan buruh sawit bukan hanya masalah nasional, tetapi juga global. IPOWU menegaskan komitmennya memperjuangkan keadilan sosial dan kesejahteraan berkelanjutan bagi buruh sawit. Dengan solidaritas lintas negara, diharapkan hak-hak buruh sawit bisa lebih diakui dan dilindungi, baik oleh perusahaan maupun pemerintah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us

Latest News Jawa Tengah

See More

Instalasi Karantina Sapi Dibangun Dekat Dermaga Tanjung Intan Cilacap

10 Sep 2025, 13:22 WIBNews