- Listrik PLN Renewable (Renewable Energy Certificate/REC) - Sekitar 6.900 kVA (23,46 persen dari total bauran energi tahun 2024)
- PLTS Atap - Terpasang 2.000 kWp (4,03 persen) dengan rencana penambahan 1.000 kWp sehingga totalnya menjadi 3.000 kWp pada tahun 2026
- Biomassa - Kontributor terbesar dengan 61,23 persen yang terdiri dari wood pellet yang dibeli dari vendor (66 persen atau 3.970 ton) dan program waste to energy dari limbah produksi serta sampah organik area pabrik (34 persen atau 2.722 ton)
- Minyak Solar - Hanya 1,63 persen, digunakan untuk kendaraan angkutan forklift dengan rencana diganti kendaraan listrik
- Gas Alam (CNG) - Sebesar 7,48 persen dengan rencana diganti steam dari biomassa
Cerita Sido Muncul Hemat Rp1,1 Miliar per Bulan Berkat 91 Persen EBT

- Sido Muncul hemat Rp1,1 miliar per bulan berkat energi terbarukan.
- Perusahaan memanfaatkan limbah jamu menjadi energi terbarukan dan menggunakan lima sumber energi yang berbeda.
- Rencana untuk mengubah fly ash menjadi batako dan target penggunaan 100 persen EBT.
Semarang, IDN Times – PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk sukses mencapai penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 91 persen pada tahun 2024. Angka itu naik signifikan dari 69 persen pada tahun 2022. Pencapaian tersebut tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menghemat biaya operasional mereka hingga Rp1,1 miliar per bulan.
1. Bermula dari limbah jamu menjadi solusi energi

Energy and Production Support Manager PT Sido Muncul, Iwan Setyo Wibowo mengatakan, perjalanan perusahaan yang digawangi Irwan Hidayat itu menuju energi terbarukan dimulai dari tantangan pengelolaan limbah produksi jamu ekstrak yang mencapai ribuan ton per tahun.
Seperti diketahui, Sido Muncul yang berdiri sejak 1951 berkembang dari industri rumah tangga menjadi perusahaan farmasi modern. Transformasi produk dari jamu rajangan menjadi jamu ekstrak menciptakan tantangan baru.
Atas kondisi itu, manajemen kemudian berpikir untuk memanfaatkan limbah tersebut menjadi energi terbarukan, menjadi bahan bakar yang berkelanjutan di perusahaan yang berlokasi di Jalan Soekarno Hatta km 28, Desa Diwak, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
"Ketika kami memproduksi jamu cair yang itu kami hanya mengambil ekstraknya itu timbul limbah dari proses ekstraksi yang kami sebut limbah jamu. Limbah jamu itu jumlahnya cukup banyak, setahun itu bisa ribuan ton," katanya saat Dialog Media dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan topik “Perkembangan Energi Terbarukan dan Target Energi Terbarukan 2025–2030 yang diadakan Institut for Essential Services Reform (IESR) di Semarang, Rabu (26/11/2025).
2. Lima sumber energi yang terintegrasi

Sido Muncul sendiri saat ini, lanjut Iwan, sudah menggunakan lima sumber energi yang berbeda dalam proses produksinya. Rinciannya sebagai berikut:
"Jadi tinggal sekitar 9 persen energi yang kami gunakan masih pakai energi fosil. Nah, ini PR (pekerjaan rumah) kami yang rencananya dari manajemen akan mengejar target ke 100 persen," imbuhnya.
Iwan ikut menjelaskan siklus biomassa yang diterapkan di Sido Muncul. Dimulai dari limbah proses ekstraksi dan sampah organik di area pabrik seluas 39 hektare (ha) digunakan sebagai bahan bakar boiler. Steam yang dihasilkan digunakan untuk proses produksi dan chiller absorpsi.
"Steam yang dihasilkan oleh boiler biomassa ini kami gunakan untuk proses produksi, untuk memasak produk, memanaskan produk dan juga untuk digunakan di chiller absorpsi," jelas Iwan.
Chiller absorpsi tersebut ramah lingkungan karena menggunakan bahan bakar dari EBT dan refrigeran yang hanya menggunakan air. Adapun, air dingin dari chiller tersebut digunakan untuk pendinginan ruangan produksi yang hampir semuanya menggunakan AC.
3. Rencana ubah fly ash jadi batako

Penggunaan EBT di Sido Muncul berdampak pada seluruh sisi produksi perusahaan yang sukses melantai di bursa pada 18 Desember 2013 itu. Iwan menyatakan, berdasarkan pengujian laboratorium, limbah ekstraksi yang dibakar beratnya berkurang hingga 97,51 persen, menyisakan hanya 2,5 persen dalam bentuk abu. Abu tersebut dimanfaatkan sebagai pupuk melalui anak perusahaan Sido Muncul Pupuk Nusantara.
"Melalui program waste to energy, Sido Muncul berhasil mengurangi limbah padat organik rata-rata sampai sekitar 2.654 ton per tahun. Jadi cukup signifikan," ungkapnya.
Saat, Sido Muncul sedang ada proyek untuk menjadikan fly ash dari boiler menjadi batako yang rencananya akan dijadikan program CSR untuk masyarakat sekitar pabrik (ring 1).
Lalu, untuk PLTS dan biomassa berkontribusi mereduksi emisi di Sido Muncul hingga 13.722 ton CO2 equivalent per tahun pada 2024, dibandingkan dengan listrik jaringan yang emisinya sekitar 0,87 kg CO2 equivalent per kWh. Data dari Laporan Keberlanjutan Sido Muncul menunjukkan penurunan emisi dari 12.005 ton CO2e pada 2022 menjadi 1.773 ton CO2e pada 2024.
"PLTS itu dari pengalaman kami itu harganya lebih murah 30 persen dibandingkan harga listrik jaringan. Itu pun dengan investasi yang kami katakan nol, karena PLTS yang di Sido Muncul itu kami kerja sama dengan vendor dengan sistem performance based rental," jelas Iwan.
Untuk biomassa, harganya jauh lebih murah dibandingkan gas alam (hanya separuhnya) dan solar (80 persen lebih murah). Berdasarkan perhitungan, harga per kilo kalori (kkal) untuk solar industri adalah Rp1,84, gas alam Rp0,79, sedangkan wood pellet hanya Rp0,38.
"Melalui penggunaan EBT ini Sido Muncul bisa hemat biaya itu hampir 1,1 miliar per bulan," tambah Iwan.
4. Target penggunaan 100 persen EBT

Sido Muncul saat ini sedang dalam proses pengajuan penambahan PLTS Atap fase 2 sekitar 1.000 kWp (1 megawatt peak).
"Setelah dihitung-hitung itu kami yang kami perlukan tambahnya sekitar 1.000 KWP. Nah, itu sudah cukup untuk kebutuhan listrik kami secara keseluruhan. Saat ini lagi sedang proses itu," kata Iwan.
Perusahaan juga sedang melakukan studi kelayakan untuk mengganti kendaraan forklift berbahan bakar solar dengan kendaraan listrik, serta mengganti CNG dengan steam dari biomassa untuk mencapai target 100 persen EBT.
"Energi baru terbarukan itu energi yang baik karena ramah lingkungan, berkelanjutan, dan harganya lebih murah dibandingkan energi fosil. Dan di Sido Muncul sudah membuktikan ini sehingga untuk industri yang lain mungkin harus segera juga bertransisi ke EBT," pungkas Iwan.
















