Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

CIMB Niaga: Membiayai Masa Depan, Menyelamatkan Generasi

IMG_3768.jpeg
The Park Mall di Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)
Intinya sih...
  • Transisi energi menuju sumber bersih dan rendah karbon adalah agenda strategis nasional di Indonesia.
  • Pembiayaan hijau dari bank swasta, seperti CIMB Niaga, mendukung proyek ramah lingkungan dan bangunan hijau.
  • Perbankan syariah memainkan peran penting dalam pembiayaan hijau sesuai dengan prinsip Islam dan regulasi OJK.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Transisi energi merupakan pergeseran mendasar dari sistem energi berbasis bahan bakar fosil menuju sumber energi yang lebih bersih, berkelanjutan, dan rendah karbon. Pergeseran tersebut didorong oleh kebutuhan mendesak untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), yang merupakan pemicu utama krisis iklim global.

Di Indonesia, transisi energi telah ditetapkan sebagai agenda strategis nasional. Pemerintah, melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017, menargetkan kontribusi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050, sebagai upaya menuju target net zero emission (NZE) di tahun 2060.

Namun, perjalanan menuju target ambisius tersebut tidaklah mudah. Diperlukan sinergi lintas sektor--antara pemerintah, swasta, dan masyarakat--agar transisi energi dapat berjalan efektif. Salah satu hambatan terbesar yang menghadang adalah ketersediaan pembiayaan. Pembangunan infrastruktur EBT, mulai dari pembangkit listrik tenaga surya dan angin hingga teknologi penyimpanan energi, membutuhkan investasi yang sangat besar.

“Pemerintah memang dapat mengandalkan dana publik, tetapi itu tidak akan pernah cukup tanpa keterlibatan sektor swasta. Di sinilah bank memegang peran vital, dengan menghadirkan skema pembiayaan yang inovatif,” kata Chief Executive Officer (CEO) Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, dalam acara Beyond Emissions: Energy Transition for Indonesia’s Growth di Jakarta, Kamis (21/8/2024).

Fabby menambahkan, pembiayaan berkelanjutan menjadi kunci untuk memacu pertumbuhan industri hijau, yang ia sebut sebagai motor penggerak transisi energi di dalam negeri. Ia meyakini, transisi energi tidak hanya membuka pintu, tetapi ikut menciptakan peluang bagi industri hijau untuk berkembang secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, kehadiran bank swasta dengan instrumen keuangan inovatif seperti green financing menjadi krusial untuk mengakselerasi langkah tersebut.

“Investasi di energi terbarukan justru akan menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi nasional. Selain menciptakan lapangan kerja baru, proyek-proyek ini juga mampu menyerap tenaga kerja lokal, sekaligus menekan angka pengangguran. Maka, tidak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi nasional,” jelas Fabby.

Mengatasi Hambatan Finansial dengan Pembiayaan Hijau

IMG_3773.jpeg
Kantor bank CIMB Niaga di Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Dalam transisi energi, bank swasta memegang kendali sebagai penentu aliran modal. Dengan instrumen keuangan yang tepat, mereka mempunyai kekuatan untuk mengakselerasi terciptanya proyek ramah lingkungan, termasuk bangunan hijau (green building).

Prakarsa tersebut penting mengingat sektor bangunan dan konstruksi--meskipun berperan dalam pembangunan ekonomi--juga menjadi salah satu penyumbang utama emisi GRK. Laporan Climate Policy Initiative (CPI) yang berjudul Financing Green Buildings in Indonesia menyebutkan, sektor bangunan, termasuk pusat perbelanjaan komersial, menyumbang 23 persen konsumsi energi nasional pada tahun 2021 dan diproyeksikan melonjak hingga 40 persen pada 2030.

Sebagai contoh konkret, PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) melalui unit usaha syariahnya, menyalurkan pembiayaan Sustainability-Linked Financing (SLF) senilai Rp300 miliar untuk The Park Mall Semarang. Pusat perbelanjaan yang dikelola PT Nirvana Wastu Jaya Pratama (NWJP)--anak perusahaan NWP Property--itu menjadi bukti nyata peran perbankan dalam mendorong inisiatif hijau.

Kerja sama tersebut menggunakan skema Musyarakah Mutanaqisah (MMQ), di mana pembiayaan tidak hanya berfokus pada keuntungan finansial, tetapi juga mengikat debitur pada target kinerja keberlanjutan (sustainability performance target atau SPT).

Menurut Head of Corporate Banking CIMB Niaga, Miranty Supardi, skema SLF sengaja dirancang untuk mendorong debitur menerapkan praktik terbaik di bidang keberlanjutan. Pencapaian SPT--seperti penurunan intensitas energi dan perolehan sertifikasi bangunan hijau--menjadi dasar untuk penyesuaian imbal hasil (margin) pembiayaan.

“Bank akan memberikan penyesuaian suku bunga sesuai dengan pencapaian SPT tersebut. Praktik keberlanjutan yang ingin kami dorong pada pembiayaan ini antara lain efisiensi energi dan sertifikasi bangunan hijau untuk The Park Mall,” ujar Miranty saat penandatanganan kerja sama di Jakarta, Senin (3/6/2024).

Dengan kata lain, pembiayaan SLF CIMB Niaga bertujuan tidak sekadar untuk dukungan operasional, tetapi juga menargetkan penurunan konsumsi energi dan pengurangan emisi karbon. Ketika efisiensi energi dan standar hijau ditetapkan sebagai prasyarat pembiayaan, dampak penghematannya pun meluas: dari tagihan listrik yang lebih rendah, emisi karbon yang menurun, hingga nilai aset yang lebih tangguh di masa depan.

Pihak pengembang pun menyambut baik gagasan tersebut. Chief Financial Officer (CFO) NWP Property, Nikolaus Dharmawan menjelaskan, kerja sama pembiayaan SLF memperkuat komitmen perusahaannya terhadap ESG. “Pembiayaan syariah berbasis SLF dari CIMB Niaga tidak hanya membantu kami dari sisi pendanaan, tetapi juga menumbuhkan komitmen jangka panjang pada keberlanjutan,” akunya.

Sinergi Syariah, Regulasi, dan Ekonomi Hijau

IMG_3769.jpeg
The Park Mall di Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Secara mendasar, perbankan syariah melarang praktik riba dan investasi pada kegiatan yang tidak etis atau merusak lingkungan. Prinsip ini secara alami sejalan dengan kaidah Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG), yang mana alur dana diarahkan pada proyek-proyek yang memberikan manfaat sosial dan lingkungan.

Ilmuwan Pengkajian Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Aspiyah Kasdini mengatakan, prinsip-prinsip Islam secara inheren mendorong pelestarian lingkungan, keadilan sosial, dan pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, sejatinya keuangan syariah melarang investasi pada industri yang merusak lingkungan, dan sebaliknya mendorong investasi pada proyek-proyek berkelanjutan.

“Investasi hijau, termasuk pembiayaan hijau dari perbankan syariah untuk transisi energi sangat selaras dengan pedoman Islam, dan itu dipandang penting untuk melestarikan kehidupan dan kekayaan manusia, yang merupakan tujuan inti syariah itu sendiri, yakni Maqasid al-Shariah,” katanya saat dihubungi IDN Times, Minggu (31/8/2024).

Evolusi tersebut sejalan dengan kerangka regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) versi 2, OJK memberi acuan bagi bank—termasuk perbankan syariah—untuk menentukan aktivitas ekonomi mana yang dianggap hijau, transisi, atau tidak berkelanjutan.

_- visual selection (3).png
Grafis pembiayaan hijau CIMB Niaga untuk mengakselerasi bangunan berkelanjutan. (IDN Times/Dhana Kencana)

Pembiayaan CIMB Niaga untuk The Park Mall Semarang merupakan contoh konkret implementasi TKBI di sektor Construction & Real Estate. Hal itu menjadi bukti jika perbankan syariah pun bisa menyalurkan pembiayaan hijau sesuai dengan standar OJK, sementara akad MMQ memunculkan skema bagi hasil yang adil dan struktur kepemilikan yang menurun seiring pembayaran, sembari tetap mengukur kinerja lingkungan melalui SPT.

Dengan demikian, bank tidak lagi semata menyalurkan kredit, melainkan menjadi arsitek yang mendorong perubahan perilaku melalui insentif berbasis kinerja. Saat target efisiensi tercapai, biaya modal dapat turun, proyek makin bankable, dan pasar mendapatkan sinyal kuat bahwa investasi hijau menguntungkan. Kedua konteks--prinsip syariah dan regulasi--menjadikan proyek tersebut relevan, membuktikan pelaku usaha bisa memenuhi target lingkungan sambil mendapat akses pembiayaan yang lebih baik, sehingga iklim dan bisnis tidak lagi saling berseberangan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us

Latest News Jawa Tengah

See More

Sekolah Rakyat di Semarang Bukti Gotong Royong untuk Siswa Tak Mampu

30 Sep 2025, 22:58 WIBNews