DJP Jateng I Sita Aset Penunggak Pajak di Semarang, Ini Penjelasannya

- Tim PPNS DJP Jateng I menyita aset MM yang diduga penunggak pajak di Semarang.
- Penyitaan dilakukan sesuai ketentuan hukum, setelah kesempatan edukasi tak dimanfaatkan.
- Pajak bukan pilihan, melainkan kontribusi untuk pembangunan nasional. Penyitaan sebagai peringatan bagi wajib pajak lainnya.
Semarang, IDN Times — Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah Jawa Tengah I menyita aset berupa tanah dan/atau bangunan milik tersangka berinisial MM, yang berlokasi di Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Rabu (30/7/2025). MM diketahui menjabat sebagai Komisaris PT GBP, dan diduga melakukan tindak pidana perpajakan bersama DW selaku Direktur perusahaan.
Keduanya diduga dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk Agustus 2020, serta menyampaikan laporan yang tidak benar dan tidak lengkap untuk periode Februari dan Maret 2020.
1. Tindakan tegas sesuai aturan hukum

Tindakan penyitaan itu dilakukan berdasarkan ketentuan hukum sebagai berikut:
Pasal 39 ayat (1) huruf c dan d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang telah diubah terakhir kali oleh UU Nomor 6 Tahun 2023, dan
Pasal 44 ayat (2) huruf e dan j, yang memberikan wewenang kepada penyidik untuk menyita barang bukti serta harta kekayaan milik tersangka setelah memperoleh izin dari pengadilan.
Pelaksanaan penyitaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Sita Nomor PRIN-12/SITA/WPJ.10/PaPj/2025 tertanggal 18 Juli 2025, serta Surat Penetapan Izin Penyitaan dari Pengadilan Negeri Semarang Nomor 1010/Pid.B-SITA/2025/PN Smg tertanggal 24 Juli 2025.
Penyitaan turut disaksikan oleh aparat kelurahan setempat, dan dilakukan dengan pengamanan dari Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.
2. Sudah diberi kesempatan tapi tidak dimanfaatkan

Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah I, Nurbaeti Munawaroh menegaskan, penyitaan merupakan upaya terakhir setelah langkah edukasi dan persuasif tidak membuahkan hasil.
“Sebelum dilakukan tindakan penyitaan, wajib pajak telah kami beri kesempatan untuk menyelesaikan kewajiban perpajakannya tanpa tindakan represif. Tapi kesempatan ini tidak dimanfaatkan, sehingga penyitaan harus dilakukan,” katanya dilansir keterangan resmi, Jumat (1/8/2025).
Ia berharap, tindakan ini menjadi peringatan bagi seluruh wajib pajak agar tidak mengabaikan kewajiban mereka terhadap negara.
“Semoga ini menjadi pelajaran bersama dan memberikan efek jera (deterrent effect) agar kejadian serupa tidak terulang,” pungkasnya.
3. Pajak merupakan kontribusi kepada negara

Nurbaeti menambahkan, DJP terus menekankan perpajakan bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bagian dari kontribusi setiap warga negara untuk membiayai pembangunan nasional. Ketidakpatuhan dalam pelaporan dan pembayaran pajak dapat berdampak hukum serius, termasuk penyitaan harta hingga pidana penjara.
Kasus MM menjadi contoh nyata bagaimana aparat pajak menggunakan kewenangannya dengan tetap mengedepankan prinsip proporsionalitas dan akuntabilitas. Dengan tetap mematuhi tata cara hukum yang berlaku, proses penyitaan diharapkan juga meningkatkan kesadaran dan kepatuhan sukarela dari para wajib pajak lainnya.