Nestapa Korban Judol, Negara Tak Boleh Ragu Tindak Tegas Judi Online!

Maraknya judi online di Indonesia menjadi isu yang semakin sulit diabaikan. Dengan akses yang semakin mudah melalui ponsel dan internet, praktik ini tidak hanya menjangkiti kalangan dewasa, tetapi juga mulai merambah kelompok remaja dan pelajar.
Mirisnya upaya pemberantasan judol ini tak hanya mendapat tantangan dari para bandar maupun pelaku, oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) baru-baru ini ditangkap polisi karena kedapatan melindungi situs-situs judi online, ironis pihak yang semestinya berada di garda terdepan membentengi masyarakat agar tak terjerumus ke judi online malah melindungi praktik-praktik judi online.
Dampak negatif judol juga terasa luas, mulai dari kerugian finansial hingga kehancuran hubungan keluarga. Meski pemerintah telah berupaya menutup ribuan situs ilegal, operator judi online terus bermunculan, sering kali dengan modus baru yang lebih sulit dideteksi.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar, sejauh mana kita siap menghadapi ancaman ini, dan apa yang bisa dilakukan untuk melindungi masyarakat dari jeratan judi online?
Boncos, niat nyicil utang malah terjerumus semakin dalam

Malapetaka gegara judi online juga dikisahkan oleh seorang pemuda berinisial TAH (25) di Klaten. Gegara judol ia terpaksa berurusan dengan hukum, judol membuat TAH berbuat nekat mencuri uang sebesar Rp100 juta yang lalu digunakannya untuk berjudi. "Saya menggunakan uang itu untuk berfoya-foya dan bermain judi online," akunya.
Kenny, bukan nama sebenarnya sambil duduk bersila di antara persimpangan siang menuju sore, ia mengawali cerita. Sebuah kisah yang menurutnya berat. Remaja berusia 21 tahun ini masih tak menyangka kalau dirinya terjerumus di dunia judi online.
Awal main, Kenny merasa jemawa. Ia diberi kemenangan berlimpah. Uang yang depositnya jadi berlipat ganda. Tak butuh waktu lama. Ia mulai ketagihan. Indah di awal tapi ternyata pahit kemudian, yang terjadi kemudian Kenny sadar kalau deposit yang dilakukannya mulai menggerus tabungannya bahkan ia terpaksa berutang.
Ia pun tertarik untuk mendapatkan uang dari pinjaman online, lalu uang yang didapat dari pinjol itu dipakai deposit lagi di judi online. Boncos, niat cari uang buat nyicil utang, malah utang semakin dalam gegara main judi. Beban menanggung kekalahan dan dikejar-kejar utang hidup Kenny tidak tenang. Kecelakaan pun menimpanya gegara tidak fokus berkendara.
AR (26), seorang pemuda asal Kabupaten Tanggamus, Lampung mengaku terjerumus ke judi online karena mudahnya mengakses situs-situs judi online. Berawal dari coba-coba, AR mulai kecanduan dengan beragam permain gim slot, "Ini masalahnya, ketika sudah terjun sulit untuk berhenti. Di tambah lagi sama lingkungan pertemanan," lanjutnya. Kecanduannya kepada judol makin tak terkendali, pemuda ini bahkan menghabiskan gaji dari pekerjaan selama sebulan dalam waktu hitungan jam. Alhasil, uang bayaran kosan harus menunggu sampai kebutuhan hidup sehari-hari harus terabaikan.
Kisah serupa juga datang dari SH (29), pemuda asal Bandar Lampung yang sehari-hari berprofesi sebagai ojek online (Ojol) ini mengakui, praktik judi online sudah amat menyengsarakan kehidupannya. Bukan sekadar masalah ekonomi, judi online juga disebut berdampak dalam kehidupan sosialnya. SH merasa sulit mendapatkan kepercayaan dari keluarga hingga lingkungan pertemanan lantaran dicap sebagai pejudi.
Korban judol mengalami gangguan mental dan menjadi lebih agresif

Deden (26), bukan nama sebenarnya warga asal Balikpapapan Kalimantan Timur mengaku kecanduan judi online tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga memengaruhi kondisi psikologisnya. Ia mengaku sering marah, emosional, bahkan pria yang bekerja sebagai penagih utang di perusahaan leasing ini kerap memaksa nasabah untuk membayar tagihan hanya agar bisa berjudi lagi."Saya jadi mudah emosi, terutama kalau kalah judi," ungkapnya.
Deden mengaku kalah judi hingga ratusan juta sebelum akhirnya Ia insaf. Deden mengaku selama setahun kalah Rp300-Rp400 juta. Ia pun terpaksa harus menjual barang-barang berharga. Akibat Judol Deden mengaku kehidupan pribadinya morat-marit, kehilangan pekerjaan, ia juga terpaksa berhenti kuliah karena kekurangan biaya dan sempat menumpang tinggal di kos teman selama enam bulan. "Saya sadar, judi hanya membawa kesengsaraan. Saya harus berubah agar hidup saya kembali lebih baik," tuturnya.
Psikolog Rumah Sakit Siloam Balikpapan, Patria Rahmawaty, menyatakan bahwa kecanduan judi online membawa dampak negatif, seperti stres, gangguan mental, dan perilaku kriminal."Orang yang kecanduan judi online cenderung kehilangan kendali diri, menjadi agresif, bahkan bisa melanggar hukum. Kecanduan ini juga merusak hubungan sosial, termasuk keluarga," tambahnya. Dalam kasus parah, kecanduan judi memerlukan terapi psikologis, bahkan bantuan psikiater untuk mengendalikan perilaku agresif.
Senada Psikolog Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Dr Siswanto, MSi, mengatakan individu yang rentan mengalami gangguan mental akan mudah sekali terjebak judi online. Salah satu pemicunya mereka tidak bisa mengontrol emosinya.
"Judi baik itu online atau tidak memiliki unsur yang sama, yakni ada taruhan, harapan yang terlalu besar dan irasional. Mereka yang suka judi online ini, pada dasarnya memang kontrol emosinya kurang. Sehingga, orang yang judi online ini memang sudah rentan dalam hal kesehatan mental," ungkapnya.
Ancaman terjadi kebocoran ekonomi gegara judi

Di lingkup yang lebih besar, judi online juga mengakibatkan kerugian yang lebih luas. Tahukah berapa perputaran uang judi online dan kemana saja larinya uang tersebut dan dampaknya terhadap perekonomian nasional? Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sekitar 3,29 juta orang di Indonesia terlibat dalam aktivitas judi online sepanjang 2023, dengan perputaran uang sebesar Rp327 triliun.
Melansir dari kantor berita Antara data intelijen yang diungkap oleh Menkopolhukam Budi Gunawan tercatat setidaknya 8,8 juta orang di Indonesia terlibat judi online pada 2024 dengan 80 persen di antaranya atau mayoritas berasal dari masyarakat ekonomi kelas bawah dan anak-anak muda. Data PPATK pada kuartal pertama tahun 2024 saja, transaksi terkait judi online sudah menyentuh Rp100 triliun.
Ironisnya, uang tersebut mengalir keluar negeri tanpa memberikan manfaat ekonomi yang nyata di dalam negeri. Dana yang seharusnya digunakan untuk konsumsi atau investasi produktif justru mengalir ke luar negeri melalui perusahaan cangkang. Sebagaimana diketahui sebagian besar platform judi online berbasis di luar negeri yang artinya uang tersebut keluar dari ekonomi lokal dan menjadi bagian dari leakage (kebocoran) ekonomi.
Uang yang keluar tersebut tidak akan bisa dibelanjakan di pasar tradisional setempat, tidak akan digunakan untuk mendukung usaha kecil (UMKM), dan tidak akan bisa diinvestasikan untuk masa depan. Ini akan sangat mudah untuk melemahkan likuiditas domestik, mengurangi daya beli masyarakat, dan berpotensi menekan nilai tukar rupiah.
Dampaknya setelah uang mulai keluar dari ekonomi lokal, Konsumsi rumah tangga yang menjadi tulang punggung perekonomian yang menyumbang 54,9 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) pun jadi terancam, masyarakat yang kecanduan judi cenderung mengalokasikan dana mereka untuk aktivitas judol, sehingga mengurangi belanja pada sektor produktif.
Pengusaha kecil juga mulai merasakan penurunan penjualan, mengapa? karena uang yang dulunya dihabiskan oleh warga untuk membeli produk atau barang dagangan mereka kini digunakan untuk berjudi. Dalam ekonomi, fenomena tersebut disebut sebagai pengurangan konsumsi domestik, yang pada waktunya menurunkan permintaan barang dan jasa lokal. Ketika daya beli turun, pertumbuhan ekonomi ikut melambat.
Kurangnya belanja konsumen berdampak terhadap rantai penurunan pada berbagai sektor. Salah satunya di sektor tenaga kerja Pengusaha lokal mulai mengurangi produksi dan mengurangi tenaga kerja. Pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau berkurang pendapatannya juga mulai membatasi konsumsi sehingga menciptakan siklus penurunan lebih lanjut dalam ekonomi.
Pemda buka lapangan kerja hingga ancam tindak ASN yang kedapatan berjudi

Pemerintah daerah juga mulai serius untuk menindak tegas judi online pasalnya dampak judi online ini meluas ke masalah sosial masyarakat di aerah. Data dari PPATK lima provinsi dengan transaksi judi online terbesar yakni Jawa Barat sebanyak pemain 535.644 dengan transaksi Rp3,8 triliun, DKI Jakarta ada sebanyak 238.568 pemain dengan transaksi Rp2,3 triliun, Jawa Tengah dengan 201.963 pemain dan transaksi Rp1,3 triliun, Jawa Timur pemain sebanyak 135.227, dengan transaksi Rp1,051 triliun dan Banten dengan pemain sebanyak 150.302 dan transaksi Rp1,022 triliun.
Di Jawa Timur judol disebut ikut andil naiknya angka perceraian di Jatim. Data Badan Pusat Statistik (BPS), Jawa Timur menjadi provinsi yang angka perceraiannya tertinggi yang dipicu judi dari kurun waktu 2020 – 2023. Pada tahun 2020, perceraian akibat dari judi sebanyak 116 kasus, kemudian tahun 2021 sebanyak 230 kasus, selanjutnya tahun 2022 sebanyak 307 kasus dan tahun 2023 sebanyak 415 kasus. "Jadi, dampak judi ini sangat besar, ke hubungan rumah tangga," ungkap Kepala Diskominfo Jatim, Sherlita Ratna Dewi.
Terkait upaya yang dilakukan pemerintah, Sherlita mengaku pihaknya terus berkoordinasi dengan Kemenkominfo, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) hingga kepolisian. Jika ada temuan situs judi online maka dilaporkan ke Kemenkominfo dan BSSN untuk segera dilakukan pemblokiran. Sherlita juga mengajak orangtua untuk mengawasi anaknya dalam bermain ponsel. "Usia di bawah 10 tahun juga sudah ada yang main judi online ini," ungkapnya. "Maka dari itu pentingnya pengawasan orangtua terhadap anak-anaknya," pesan Sherlita.
Di Banten judi online terpaksa membuat sejumlah pemuda terpaksa menjadi operator situs judi online (judol) di luar negeri. Para pemuda ini bekerja menjadi admin judi online di negara Kamboja dan Vietnam, mereka berangkat secara ilegal menggunakan visa wisata. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Septo Kanaldi mengaku khawatir dengan kondisi para pemuda tersebut. Sebab dari informasi yang dia terima, jika mereka tak mencapai target kerap menjadi korban kekerasan hingga ada yang telah meninggal dunia. "Yang miris itu ketika kami terima nota diplomatik (manusianya) udah dalam peti," katanya.
Pj Gubernur Banten Al Muktabar menyebut bahwa banyaknya pemuda di wilayahnya bekerja ke luar negeri dari dampak jumlah pengangguran yang tinggi di Banten."Makannya kami terus mengikhtiarkan lapangan kerja sesuai dengan kompetensinya masing-masing," katanya. Al Muktabar meminta kepada pemuda di Banten agar lebih berhati-hati memilih pekerjaan di luar negeri termasuk aspek hukumnya. Sehingga, pemuda tidak terjerumus dalam dunia industri ilegal di seluruh negara termasuk di dunia bisnis judi online.
Di Banjarmasin Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Diklat Kota Banjarmasin, Totok Agus Daryanto, meminta seluruh aparatur pemerintah untuk menjaga integritas dan menjadi teladan bagi masyarakat dengan menjauhi praktik judol."Judol adalah perbuatan merugikan yang telah menelan banyak korban. Pegawai harus menaati Pasal 3 Huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang mengharuskan mereka menjaga sikap dan perilaku, baik di dalam maupun di luar kedinasan," tegas Totok.
Pj Gubernur NTB Hassanudin telah mengeluarkan surat edaran yang melarang aktivitas judi online di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun Non-ASN di lingkungan Pemprov NTB. Kepala perangkat daerah diminta mengawasi bawahannya agar tidak terlibat dalam kegiatan judi online serta memberikan sanksi disiplin bagi pelanggar.
Pidana 10 tahun penjara untuk para pelaku judol

Perang melawan judi online di Asia Tenggara menghadapi situasi yang serupa. Negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar, dan Brunei Darussalam memberlakukan larangan tegas dengan sanksi pidana terhadap kegiatan judi online seperti di Indonesia. Sementara di Filipina dan Laos memilih untuk mengatur dan melegalkan perjudian untuk operator tertentu. Lebih dari itu, Singapura bahkan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk memantau aktivitas daring dari judi online.
Indonesia sendiri menempati posisi tegas dalam melarang segala bentuk perjudian, termasuk judi online, yakni dengan menerapkan ancaman pidana yang berat bahkan hingga 10 tahun penjara.
Keseriusan pemberantasan perjudian tersebut setidaknya terlihat beberapa waktu terakhir. Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah menetapkan 22 tersangka dalam kasus website judi online yang melibatkan oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Dari jumlah tersebut tiga di antaranya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid juga langsung memecat 10 pegawainya yang menjadi tersangka kasus dugaan pelindungan situs judi online yang diungkap Polda Metro Jaya dan Bareskrim Mabes Polri. Mereka adalah bagian dari 18 orang yang diduga berkomplot mengamankan 1.000 web judi daring dari penutupan kementerian.
Di daerah-daerah polisi juga gencar menindak praktik-praktik judi online, Di Jateng Satgas Judi Online Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng dan polres jajaran dari awal tahun hingga Agustus 2024 telah menangkap total 75 tersangka dari 48 kasus judi online para tersangka yang ditangkap perannya bervariasi. Di antaranya agen, admin, bagian pembayaran hasil judi, termasuk yang diendorse seperti selebgram.
Polda Lampung selama 2024 juga telah mengungkap sebanyak 111 kasus perjudian terdiri dari 51 kasus judi online dan 60 kasus judi konvensional, dengan total membekuk 240 tersangka. Termasuk menyita aset senilai Rp8,9 juta serta mengamankan nilai transaksi puluhan milyar rupiah, hingga merekomendasikan pembekuan 275 situs judi online ke pemerintah pusat."ini menjadi komitmen kami, untuk menuntaskan masalah judi online di Lampung dengan langkah-langkah yang nyata dan tegas," kata Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika.
Dalam hal penanganan judi online Kejati Sumatera Utara juga telah menangani 91 kasus judi online. Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan menjelaskan, sepanjang 2024 pihaknya menangani 91 kasus judi online.“16 perkara sudah berkekuatan hukum tetap inkracht,” kata Yos dalam keterangannya.
Selain itu Polda Sumatra Utara mengajukan pemblokiran terhadap 231 laman judi online kepada Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia."Sudah 231 website judi online yang diajukan ke Kominfo oleh tim Siber Polda Sumut untuk dilakukan pemblokiran," ujar Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara Kombes Pol Hadi Wahyudi di Medan, Selasa (5/11/2024).
Tim Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel dikerahkan untuk melaksanakan pemantauan di media sosial (medsos) dan website yang diperkirakan terindikasi judi online atau judol.Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto mengatakan, pemantauan itu merupakan perintah langsung dari Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono dalam memberantas praktik judi online di wilayah hukumnya.
Propam Polda Sulsel juga menindak anggota kepolisian yang kedapatan memiliki aplikasi judol di HP mereka. Kapolda Sulsel mengatakan sudah melakukan razia situs judi online di handphone seluruh personel. Ditemukan ada dua anggota kedapatan memiliki aplikasi situs judi online di handphonenya dan menjalani pemeriksaan kode etik.
"Di internal kita sudah periksa handphonenya, para anggota yang dilakukan secara mendadak dan ditemukan ada dua anggota (miliki aplikasi situs judi online)," kata Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono.
Mantan Kapolda Sulut ini mengaku, sebelum menertibkan praktik judi online do masyarakat pihaknya terlebih dahulu akan melakukan razia handphone seluruh anggotanya. "Saya berlaku sama, kalau kita mau tertibkan masyarakat, ya kita harus tertibkan internal dulu. Jadi di internal sendiri kita tertibkan judi online, apabila ada yang melakukan itu," tegasnya.
Polisi diminta tidak ragu-ragu menindak para pelaku judi online

Pakar Digital Forensik dari Udinus Semarang, Dr Solichul Huda menyarankan kepada pihak kepolisian untuk tidak ragu-ragu di dalam menindak para pelaku judi online. "Kendala yang dihadapi memang kepolisian ini sangat berhati-hati untuk menuntaskan penyelidikan judi online. Karena sangat sulit mengurai aliran dana dari transaksi judi online," tuturnya. Huda mendorong institusi kepolisian untuk menyisir aktivitas para distributor layanan judi online di tingkatan kabupaten dan kota.
"Khusus Jawa Tengah itu minimal ada 10 distributor kecil-kecil yang wilayah operasinya di kabupaten kota. Makanya kepolisian perlu melihat fenomena ini untuk segera melakukan penindakan yang tegas. Kalau perlu libatkan Polres dan Polsek untuk menyisir posisi mereka," ungkapnya.
Penegakan sanksi pidana yang tertera dalam UU ITE juga perlu dilakukan sebagai efek jera bagi para bandar dan distributor layanan judi online. "Kalau sesuai UU ITE kan jeratan pidananya bisa sampai enam tahun. Nah, yang terpenting lagi pihak kepolisian tidak perlu ragu-ragu untuk menindak para bandar, distributor atau pengecer judi online yang beroperasi di setiap kabupaten/kota. Sebagai shock terapynya, kepolisian di tingkat Polsek harus digerakan minimal untuk menjatuhkan hukuman tipiring. Sehingga pelaku pelaku judi online ini bisa dipermalukan dan dibikin takut," kata Huda.
Di samping itu, aksi judi online juga bisa diberantas melalui pendekatan social awareness. Salah satunya dengan saling mengingatkan antar warga bahwa bermain judi online tak ubahnya seseorang dikendalikan oleh mesin robot. "Karena setiap permainan judi online ini sudah mengubah perilaku seseorang menjadi adiksi, jadi untuk saat ini diperlukan social awareness yang kuat. Artinya dari sisi lingkungan, setiap warga harus berani saling mengingatkan. Terutama bagaimana caranya menghindari permainan judi online, menghilangkan kecanduan dengan cara-cara yang positif. Dan yang penting ditegaskan juga kalau bermain judi online itu sia-sia, menghabiskan uang karena nyatanya dalam transaksinya hanya diberi waktu menang tiga kali. Selebihnya kalah terus-menerus karena yang mengendalikan permainannya ya mesin robot," jelasnya.
Naskah artikel Kolaborasi ditulis oleh: Anggun Puspitoningrum (Jateng), Ardiansyah Fajar (Jatim), Dhana Kencana (Jateng), Dasril Yahya Mustari (Sulsel), Erik Alfian (Kaltim), Fatimah (Jabar), Fariz Fardianto (Jateng), Hamdani (Kaltim), Herlambang Jati Kusumo (Jogja), Khaerul Anwar (Banten), Muhammad Nasir (NTB), Prayugo Utomo (Sumut), Tama Wiguna (Lampung)



















