Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sinergi BEI di Jateng: Akselerasi Investor Muda, Menguatkan Pasar Modal

Kepala Kantor BEI Perwakilan Jateng 1, Fanny Rifqi (tengah) mengedukasi mahasiswa saat Sekolah Pasar Modal (SPM) in The Park di ruang terbuka Kampus Fakultas Ekonomi Unnes Semarang (IDN Times/Dhana Kencana)
Kepala Kantor BEI Perwakilan Jateng 1, Fanny Rifqi (tengah) mengedukasi mahasiswa saat Sekolah Pasar Modal (SPM) in The Park di ruang terbuka Kampus Fakultas Ekonomi Unnes Semarang (IDN Times/Dhana Kencana)
Intinya sih...
  • Mahasiswa UKSW Salatiga antusias ikuti Sekolah Pasar Modal (SPM) Level 1 untuk belajar investasi saham, reksa dana, obligasi, dan mengubah pola konsumsi menjadi pengembangan aset.
  • Investor muda seperti Michael dan Nancy diharapkan dapat menciptakan efek berganda (multiplier effect) dengan memperbanyak aset dan memperkuat perekonomian daerah.
  • TPAKD Jawa Tengah berhasil meningkatkan jumlah investor pasar modal hingga 1.906.816 orang dengan intensitas kegiatan edukasi yang tinggi untuk literasi keuangan generasi muda.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Salatiga, IDN Times – Ruang kuliah Gedung E126 Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga pada Sabtu (5/7/2025) siang dipenuhi antusiasme puluhan mahasiswa. Mereka serius mengikuti Sekolah Pasar Modal (SPM) Level 1 bertemakan Don’t Just Spend, Learn To Grow Your Money.

Para mahasiswa tidak sekadar belajar teori. Kegiatan yang diadakan berkala oleh Investor Club FEB UKSW tersebut menjadi pintu masuk bagi mahasiswa untuk terlibat langsung dalam revolusi finansial, sehingga mengubah pola konsumsi menjadi pengembangan aset mereka. Tujuan akhirnya mereka bisa menjadi menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan di Jawa Tengah.

Michael, salah satu peserta, mengungkapkan perubahan pada dirinya.

"Di SPM, kami mendapatkan pengetahuan mengenai pasar modal, bisa mengerti mengenai saham, reksa dana, obligasi, yang bisa untuk investasi mahasiswa," ujarnya.

Senada dengan Michael, Nancy, peserta lain, terkejut mendapati kemudahan berinvestasi di pasar modal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

 "Baru tahu ternyata bisa juga beli saham Rp100 ribu. Saya kira saham itu mahal, dan ternyata mudah untuk dibeli, serta bisa untuk investasi masa depan,” ungkapnya.

Kisah Michael dan Nancy menjadi cerminan dari pergeseran paradigma keuangan generasi muda yang kini terjadi secara masif di daerah. Pasalnya, edukasi tersebut membantu mahasiswa memahami instrumen keuangan yang selama ini distereotipkan berisiko besar dan hanya untuk kalangan kelas menengan atau tertentu saja. Dengan begitu, SPM mengajak mereka berpindah dari pola konsumsi murni ke pola investasi dengan pengembangan keuangan modern di pasar modal.

Multiplier Effect Investor Muda

Mahasiswi melihat grafik saham saat Sekolah Pasar Modal (SPM) in The Park di ruang terbuka Kampus Fakultas Ekonomi Unnes Semarang (IDN Times/Dhana Kencana)
Mahasiswi melihat grafik saham saat Sekolah Pasar Modal (SPM) in The Park di ruang terbuka Kampus Fakultas Ekonomi Unnes Semarang (IDN Times/Dhana Kencana)

Ya, perubahan sikap Generasi Z—seperti Michael dan Nancy—tidak muncul tiba-tiba. 

Salah satu pembicara SPM dari Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Jateng 1 (IDX), Akhmad Nuranyanto menjelaskan, jika makin banyak individu anak muda yang berpikir jangka panjang—tidak hanya konsumtif, tetapi juga investasi—maka struktur keuangan masyarakat akan ikut berubah. Menurutnya, masyarakat bisa bergerak dari sekadar menerima dan membelanjakan penghasilan, menjadi pemanfaat penghasilan untuk memperbanyak aset.

Baginya, apabila makin banyak mahasiswa—yang kelak menjadi tenaga kerja dan pelaku ekonomi—dan mereka mulai aktif di pasar modal, kondisi tersebut dapat menciptakan efek berganda (multiplier effect).

“Paling tidak lebih banyak modal yang teralokasikan ke produktivitas, bukan hanya konsumsi, dan hal itu bisa memperkuat perekonomian daerah. Harapannya, generasi muda menjadi lebih siap bukan hanya menghabiskan uang (don’t just spend), tapi juga bisa mengelola dan mengembangkan uangnya. Ini mendorong perekonomian di daerah jadi lebih maju, inklusif, dan berkelanjutan,” kata Nuranyanto.

Dampak positif itu terbukti di Kota Salatiga. Data BEI Jateng 1 mencatat, jumlah investor pasar modal di Kota Salatiga melesat mencapai 17.528 investor hingga September 2025. Angka tersebut naik 9,3 persen hanya dalam sembilan bulan terakhir sejak Januari 2025 yang saat itu berjumlah 16.034 investor.

Lonjakan tersebut merupakan potret nyata keberhasilan sinergi terstruktur yang melibatkan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). Kolaborasi strategis mereka berhasil mengakselerasi pertumbuhan investor di Jawa Tengah, sebagai provinsi dengan penduduk terbesar ketiga di Indonesia dengan 38,2 juta jiwa.

Keberhasilan Jawa Tengah yang kini menduduki posisi keempat sebagai provinsi dengan jumlah investor pasar modal terbanyak di Indonesia bukanlah kebetulan. Capaian tersebut merupakan hasil kerja keras terstruktur yang melibatkan sinergi multipihak di bawah payung TPAKD.

TPAKD sendiri dibentuk berdasarkan amanat Radiogram Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bernomor T-900/634/Keuda (19 Februari 2016). Forum koordinasi itu menjadi tulang punggung yang mempertemukan pemerintah daerah, regulator, lembaga jasa keuangan, dan akademisi dalam satu meja, dengan tujuan spesifiknya mempercepat akses keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. TPAKD sendiri sudah terbentuk di 35 kabupaten/kota se-Jawa Tengah.

Deputi Komisioner Hubungan Internasional, Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT), dan Daerah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bambang Mukti Riyadi menegaskan peran krusial TPAKD.

“Akses keuangan berperan strategis sebagai katalis pembangunan ekonomi berkelanjutan. Studi-studi global menunjukkan bahwa tingkat inklusi keuangan berkontribusi sangat signifikan pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, pengurangan kemiskinan, dan stabilitas keuangan,” katanya saat membuka Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) dan Pleno TPAKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025 di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Jalan Pahlawan Nomor 9 Semarang, Kamis (19/6/2025).

Berdasarkan data OJK per Agustus 2025, Jawa Tengah telah mencatatkan sebanyak 1.906.816 investor pasar modal. Jumlah itu meningkat tajam 15,67 persen jika dibandingkan jumlah investor pada Januari 2025, yang hanya 1.648.443 investor.

Secara rinci, transaksi Pasar Modal di Jawa Tengah didominasi oleh investor individu. Per Juni 2025, jumlah Single Investor Identification (SID) reksa dana mencapai 1.654.542 investor (meningkat 12,70 persen years-on-years/y-o-y), disusul SID saham sebesar 850.366 investor (meningkat 24,80 persen y-o-y), dan SID Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 106.028 investor (meningkat 17,10 persen y-o-y).

Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah, Hidayat Prabowo mengatakan, TPAKD merupakan wujud komitmen kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dalam mendukung peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, indeks literasi keuangan mencapai 66,46 persen, lebih rendah daripada indeks inklusi keuangan 80,51 persen. Kesenjangan tersebut menjadi fokus utama.

“Peningkatan akses keuangan dapat terwujud apabila industri jasa keuangan memberikan kemudahan dalam akses layanan keuangan, sekaligus diimbangi dengan upaya edukasi serta perlindungan yang memadai bagi konsumen dan masyarakat,” ujar Hidayat.

Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen menyatakan pentingnya sinergi intas sektor dalam forum tersebut.

“TPAKD merupakan wadah bersama seluruh lembaga dan pemangku kepentingan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Edukasi sebagai Fondasi Pertumbuhan Berkelanjutan

Kepala Kantor BEI Perwakilan Jateng 1, Fanny Rifqi (kiri) mengedukasi mahasiswa saat Sekolah Pasar Modal (SPM) in The Park di ruang terbuka Kampus Fakultas Ekonomi Unnes Semarang (IDN Times/Dhana Kencana)
Kepala Kantor BEI Perwakilan Jateng 1, Fanny Rifqi (kiri) mengedukasi mahasiswa saat Sekolah Pasar Modal (SPM) in The Park di ruang terbuka Kampus Fakultas Ekonomi Unnes Semarang (IDN Times/Dhana Kencana)

Intensitas kegiatan edukasi menjadi indikator utama keseriusan kerja TPAKD. Sepanjang tahun 2024, TPAKD Jawa Tengah sudah menggelar 365 kegiatan edukasi di 35 kabupaten/kota dengan total peserta 33.332 orang.

Momentum itu terus berlanjut di tahun 2025. Hingga Juli 2025, OJK Jawa Tengah melaksanakan 205 kegiatan edukasi kepada berbagai lapisan masyarakat (petani, pelajar, UMKM) dengan total 40.544 orang peserta.

BEI Jateng 1 juga menunjukkan komitmen serupa dengan menggelar 4.223 kegiatan edukasi dari Januari hingga September 2025, melampaui target tahunan mereka yang hanya 426 kegiatan. Volume kegiatan yang tinggi itu memperlihatkan komitmen industri dan regulator menjalankan fungsi literasi secara masif.

Infrastruktur edukasi juga diperkuat BEI Jateng 1 melalui pembentukan Galeri Investasi BEI di kampus-kampus. Hingga Oktober 2025, sudah terdapat 47 Galeri Investasi BEI di 22 kabupaten/kota, yang berfungsi sebagai pusat edukasi dan fasilitasi pembukaan rekening investasi.

Program andalan kolaborasi OJK dengan Self-Regulatory Organizations (SRO) seperti BEI, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), salah satunya adalah Sosialisasi dan Edukasi Pasar Modal Terpadu (SEPMT). Kegiatan itu sukses digelar di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, pada 27–29 Agustus 2025 dan dihadiri sekitar 1.100 mahasiswa.

Rektor Unsoed, Prof Akhmad Sodiq, menyoroti pentingnya literasi keuangan untuk mahasiswa melalui kegiatan SEPMT.

“Mahasiswa tidak hanya harus cerdas secara akademik, tetapi juga melek keuangan agar mampu mengelola risiko sekaligus menangkap peluang investasi yang sehat,” katanya saat acara tersebut.

Grafis: Demografi Investor Pasar Modal BEI Jateng 1 tahun 2024. (IDN Times/Dhana Kencana)
Grafis: Demografi Investor Pasar Modal BEI Jateng 1 tahun 2024. (IDN Times/Dhana Kencana)

Meskipun capaian di pasar modal memuaskan, TPAKD masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama dalam memajukan sektor riil. Sekretaris Daerah Jawa Tengah, Sumarno menyebutkan, pembiayaan kepada para pelaku usaha di sektor pertanian dan perikanan masih belum optimal, sehingga membatasi peningkatan kapasitas dan produktivitas usaha mereka.

Namun, peluang untuk mewujudkan ekonomi mandiri, berdaulat, dan maju bersama terbuka lebar. Dominasi investor muda di Jawa Tengah yang mencapai lebih dari 64 persen menjadi modal kuat bagi optimisme pasar modal.

“Generasi muda cenderung memiliki orientasi jangka panjang dalam berinvestasi, yang menjadi indikasi positif bagi perekonomian Jawa Tengah,” ujarnya.

Kepala Kantor BEI Jateng 1, Fanny Rifqi El Fuad, mengamini hal itu. Ia mencatat, hingga tahun 2024, jumlah investor muda berusia 18–27 tahun mencapai 258.177 orang.

“Tren ini menunjukkan bahwa generasi muda Jawa Tengah tidak hanya makin sadar pentingnya investasi, tetapi juga mulai memahami bagaimana pasar modal berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” tegas Fanny.

Ia menambahkan, pihaknya berupaya memastikan semangat investasi ini berlanjut menjadi perilaku finansial yang sehat dan berkelanjutan.

Secara nasional, pemerintah menargetkan inklusi keuangan bisa mencapai 91 persen pada tahun 2025 dan 98 persen di tahun 2045, sejalan dengan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

Komitmen tersebut juga direspons positif oleh pemerintah daerah. Wali Kota Salatiga, Robby Hernawan, yang menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPAKD 2025 di Jakarta, Jumat (10/10/2025) mengungkapkan jika Pemkot Salatiga siap menjadi bagian dari gerakan nasional percepatan inklusi keuangan, yang sejalan dengan agenda pembangunan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.

“Kami akan memperkuat lima sektor utama, mulai dari pertanian, UMKM, pelajar, penyandang disabilitas, hingga masyarakat umum melalui program Laku Pandai. Kolaborasi dengan bank daerah menjadi kunci untuk memperluas jangkauan pembiayaan,” katanya yang dalam kegiatan tersebut diluncurkan Roadmap TPAKD 2026–2030 sebagai panduan strategis penguatan inklusi keuangan di masa mendatang.

Keberhasilan Jawa Tengah mencapai posisi empat besar investor pasar modal nasional membuktikan kolaborasi institusional di dalam TPAKD yang terstruktur dan strategi edukasi yang terfokus, mampu mengubah kebijakan nasional menjadi aksi spesifik di daerah.

Kisah akselerasi investor muda di Jawa Tengah, salah satunya di Kota Salatiga menunjukkan, pasar modal tidak hanya menjadi tempat investasi ritel, tetapi juga menjadi solusi pendanaan bagi sektor riil daerah. 

Dengan literasi yang memadai, masyarakat—terutama generasi muda—dapat memanfaatkan instrumen pasar modal untuk mengembangkan kekayaan, ikut membiayai sektor produktif, dan memperkuat kemandirian ekonomi daerah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us

Latest News Jawa Tengah

See More

Sinergi BEI di Jateng: Akselerasi Investor Muda, Menguatkan Pasar Modal

21 Nov 2025, 21:42 WIBNews