Warga Berebut Gunungan di Puncak Perayaan Sekaten Keraton Solo

- Puncak perayaan Sekaten Grebeg Maulud merupakan tradisi rutin tahunan yang digelar Keraton Kasunanan Surakarta dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
- Ada empat gunungan yang dikirab, dua pasang gunungan yakni gunungan jaler (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan), menggambarkan bahwa hidup ini tidak bisa lepas dari laki-laki dan perempuan.
- Tradisi turun temurun, banyak warga dari berbagai kota yang rela datang untuk berebut gunungan, percaya apa yang didapat dalam gunungan tersebut menjadi berkah untuk mereka.
Surakarta, IDN Times - Ribuan warga berebut gunungan dalam acara tradisi Grebeg Maulud di halaman Masjid Agung Solo, Jawa Tengah, Jumat (5/9/2025).
Tradisi berebut gunungan tersebut menjadi puncak perayaan Sekaten 2025 di Keraton Kasunanan Surakarta.
1. Puncak perayaan Sekaten

Grebeg Maulud merupakan tradisi rutin tahunan yang digelar Keraton Kasunanan Surakarta dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi. Tahun ini, Maulud Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan Jumat, 5 September 2025 atau 12 Rabiulawal 1447 H.
Dalam grebeg tahun ini, terdapat dua pasang gunungan yakni gunungan jaler (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan). Gunungan tersebut di kirab oleh abdi dalem keraton menuju Masjid Agung untuk didoakan.
Usai didoakan, satu gunungan jaler menjadi rebutan warga di halaman Majid Agung Solo. Sedang 3 gunungan lainnya dibawa kembali ke Kori Kamandungan Keraton untuk kembali diperebutkan di sana.
2. Ada empat gunungan yang dikirab.

Ketua Takmir Masjid Agung Solo, Muh Muhtarom menjelaskan jika gunungan dalam tradisi Grebeg Maulud menggambarkan bahwa hidup ini tidak bisa lepas dari laki-laki dan perempuan. Dimana untuk gunungan jaler menggambarkan laki-laki. Gunungan laki-laki berisi sayur-sayuran mentah. Ada kacang panjang, terong, wortel, cabai dan lain-lain.
Sedangkan gunungan istri (perempuan) adalah makanan siap saji. Artinya, istri harus mampu menerima hasil dari suami untuk keluarganya.
"Makna Grebeg Maulud sendiri sebenarnya merupakan bentuk syukurnya keraton terhadap lahirnya Nabi Muhammad SAW. Makanya gunungan ini ditempatkan pada tanggal 12 Rabiulawal. Jadi puncaknya di tanggal 12," jelasnya.
"Harapan kita dengan Grebeg Maulud ini masyarakat mampu mengambil makna dari simbol-simbol yang ada. Harapan kita masyarakat menjadi tenteram, damai. Negara kita juga akan tenteram dan damai," sambungnya.
3. Menjadi tradisi turun temurun.

Banyak warga dari berbagai kota yang rela datang untuk berebut gunungan. Salah satunya Yanto (54) warga Klaten yang mengaku setiap tahun menyempatkan waktu untuk datang ke Keraton Solo untuk mengikuti acara Grebeg Mulud. Ia percaya apa yang didapat dalam gunungan tersebut menjadi berkah untuknya.
“Dapat wortel. Rencana mau dibungkus kain lalu dipasang di pintu," jelasnya.
Sama halanya dengan Sukirah (41), wanita paruh baya tersebut rela berdesakan dengan warga lain untuk mengalap berkah gunungan Grebeg Maulud. Warga asal Bekonang, Sukoharjo tersebut berhasil mendapatkan cabai dari gunungan yang diarak abdi dalem Keraton Solo. Hasil berebut gunungan akan dia tanam di rumahnya. Ia meyakini cabai itu akan tumbuh banyak dan subur.
"Tadi dapat cabai. Ini suatu keberkahan. Mau saya tanam cabai ini di rumah biar jadi banyak,"pungkasnya.
Meski sudah berganti zaman, namun masyarakat yang ikut dalam tradisi Grebeg Mulud tak pernah surut. Mereka dengan setia menjaga budaya yang ditinggalkan oleh para leluhurnya tersebut.