DPRD Jateng: Dana Desa untuk Modal Kopdes Berisiko Picu Masalah

- Perlu serius lakukan pemberdayaan dan pengawasan kopdes
- Kopdes perlu dijalankan lebih selektif, disesuaikan dengan kondisi BUMDes masing-masing desa
- Kopdes jangan tumbuh karena paksaan, harus tumbuh secara natural dari dan untuk masyarakat
Kalangan anggota DPRD Jawa Tengah menyoroti penggunaan pagu dana desa yang dijadikan penjamin modal untuk operasional koperasi desa/kelurahan (kopdes/kel) merah putih.
Dengan menggunakan modal dana desa, kelangsungan kegiatan kopdes merah putih ke depan justru berpotensi menimbulkan berbagai persoalan.
Tugiman B Semita, Anggota Komisi A DPRD Jateng mengatakan apabila dana desa benar-benar digunakan sebagai penjamin modal kopdes, justru merepotkan para pengurus kopdes di kemudian hari.
"Kalau semua warga di desa jadi pengurus koperasi (merah putih) ya tidak apa-apa, tapi kalau hanya sedikit warga yang jadi pengurus maka yang merasakan manfaat dari modal dana desa jadinya tidak merata. Ini akan menimbulkan persoalan sendiri," tutur Tugiman di Ruang Sekretariat Komisi A DPRD Jateng, Jumat (12/9/2025).
1. Harus serius lakukan pemberdayaan dan pengawasan kopdes

Ia menjelaskan proses pengawasan dan pemberdayaan pengurus kopdes diperlukan keseriusan sebab bila tindakan itu diabaikan, pada proses selanjutnya akan menjadi langkah yang beresiko tinggi. Resiko yang dimaksud Tugiman dititikberatkan pada kematangan pengelolaan kopdes tiap daerah.
"Resikonya kematangan di koperasi itu. Kalau regulasinya diperbaiki maka akan jadi cetho," tegasnya.
2. Kopdes perlu dijalankan lebih selektif

Lebih lanjut lagi, ia menyarankan kepada pemerintah pusat dan Pemprov Jateng guna menyeleksi kembali pendirian kopdes.
Ada baiknya pendirian kopdes disesuaikan dengan kondisi BUMDes masing-masing desa.
Ia mengingatkan kepada pemerintah adanya potensi tumpang tindih kebijakan apabila BUMDes dan kopdes beroperasi di satu desa yang sama.
"Pendapat saya, lembaga koperasi ini mending dijalankan lebih selektif tapi dengan melihat BUMDes. Terus berkaitan sama dana desa buat modal kopdes juga potensinya tumpang tindih. Maka kalau (kejadian) pahitnya ya nanti (pemerintah) biasa pilih salah satu. Karena kalau dua-duanya dioperasikan tidak efektif," ujar legislator FPKS Dapil Boyolali, Kabupaten/Kota Magelang ini.
3. Kopdes jangan tumbuh karena paksaan

Saat reses ke sejumlah dapilnya, pihaknya menemukan kondisi rata-rata kopdes sudah berdiri. Kendati demikian, katanya pengoperasian kopdes jangan sampai dipaksakan karena nantinya mengganggu nilai-nilai dasar pelayanan lembaga koperasi yakni dari dan untuk masyarakat.
Sehingga jika pengoperasian kopdes dipaksakan di suatu desa, para pengurusnya dikhawatirkan tidak memahami nilai-nilai dasar pelayanan koperasi.
"Koperasi kan lembaga yang tumbuh secara natural. Ya sebaiknya kopdes ini tidak tumbuh karena paksaan. Karena nantinya kalau seolah dipaksa berdiri di suatu wilayah, yang ada malah nilai-nilai layanan dasarnya tidak akan nyambung. Mustinya kan koperasi hadir dari dan untuk masyarakat.
"Jadi kalau nanti ada orang tidak tahu apa-apa, terus diminta urus kopdes, maka akan jadi kegagalan. Artinya ke depan kalau pemberdayaan dan pelatihan pengurus tidak serius juga beresiko tinggi. Harusnya ada pelatihan internal," urainya.
4. Bupati Temanggung: Kopdes barang baru, takutnya gak ada yang beli

Sebelumnya diberitakan, Bupati Temanggung, Agus Setyawan mengungkapkan banyak kepala desa (kades) yang ketar-ketir dengan proses pembentukan kopdes merah putih. Pasalnya, banyak kades di wilayahnya yang ketakutan ketika ada kekeliruan yang terjadi saat kopdes dijalankan.
"Di desa banyak yang ketakutan. Karena itu kita butuh pendampingan. Karena kades takut salah. Maka perlu dipertegas apakah perlu acuan dari PNPM atau program lain yang jadi satu kesatuan," kata Agus saat bertemu Menko Pangan Zulhas di Gradhika Bhakti Praja Semarang, Kamis (28/8/2025).
Lebih lanjut lagi, pihaknya pun menekankan bahwa selama ini setiap desa sudah memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Para BUMDes ini, katanya sudah lama beroperasi untuk menopang segala kebutuhan warga desa terutama menyentuh simpul desa-desa wisata.
Di sisi lain pihaknya mengkhawatirkan apabila kopdes beroperasi tanpa dikolaborasikan dengan BUMDes, maka yang terjadi ialah kekhawatiran apakah ada yang membeli produknya atau tidak.
"Kedua nasib BUMDes gimana ini pak. Apakah dimatikan atau dikolaborasikan. Ini perlu diatur dengan rinci. Kopdes kan barang baru, nanti takutnya gak ada yang beli," cetusnya.
5. Zulhas jelaskan target kopdes di Jateng

Terpisah, Walikota Pekalongan, HA Afzan Arslan Djunaid mengeluhkan ketersediaan lahan untuk membentuk kopdes. Lagipula wilayah Kota Pekalongan juga tak punya lahan yang memadai untuk mendukung ketahanan pangan.
"Kita tidak punya lahan. Karena tanah terbatas. Maka perlu dibentuk koperasi saja," terangnya.
Sementara itu, dari keterangan yang diterima IDN Times, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengapresiasi Gubernur Ahmad Luthfi karena Jawa Tengah menjadi provinsi tertinggi nasional dalam pembentukan dan operasional KDKMP. Hal itu membantu pemenuhan target operasional 10.000 KDKMP se-Indonesia.
"Tertinggi, seluruh Indonesia itu Jawa Tengah tertinggi. 1.750 unit. Target kami kan 10 ribu, kalau Jawa Tengah saja 2.000, aman kita," katanya.