KLHK Sebut Restorasi Mangrove Hadapi Tantangan Kompleks: Perlu Studi Berbagai Aspek

- Restorasi mangrove memerlukan perencanaan matang dan studi dari berbagai aspek
- PT Freeport Indonesia melibatkan masyarakat lokal dalam rehabilitasi mangrove di Muara Ajkwa, Kabupaten Mimika
- Hutan mangrove dapat membantu pengendalian perubahan iklim global melalui carbon sequestration
Semarang, IDN Times - Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan langkah-langkah memperbaiki hutan mangrove memang mengalami tantangan yang kompleks. Ini karena salah satunya butuh perencanaan yang matang.
Dirjen PPKL KLHK, Sigit Reliantoro menegaskan bahwa dalam melakukan restorasi mangrove, terdapat faktor yang cukup kompleks sehingga pelaksanaannya harus melalui perencanaan yang matang.
"Diawali dengan studi dari berbagai aspek serta perencanaan yang cukup matang maka keberhasilan restorasi mangrove cukup tinggi,” ujarnya dalam Seminar Nasional bertajuk “Perlindungan Kawasan Pesisir Melalui Restorasi Mangrove” yang diselenggarakan di Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip belum lama ini.
Dalam seminar kali ini juga turut menghadirkan Vice President Environmental PT Freeport Indonesia Gesang Setyadi, dan dua dosen ilmu kelautan yaitu Prof Denny Nugroho Sugiant, dan Dr Rudhi Pribadi.
1. Freeport minta pemberdayaan masyarakat untuk lindungi pesisir

Vice President Environmental PTFI Gesang Setyadi mengaku untuk rehabilitasi mangrove Muara Ajkwa, Kabupaten Mimika, PTFI melibatkan 20 kontraktor lokal Papua untuk membangun struktur muara estuary structure.
Ke depannya keberadaan hutan mangrove ini diharapkan memberikan manfaat untuk masyarakat lokal berupa jasa ekosistem mangrove yang meliputi fisik, ekologi dan sosial ekonomi.
Pelibatan masyarakat lokal sangat penting untuk mendukung keberhasilan program rehabilitasi mangrove yang dilakukan PTFI.
“Kami mendorong upaya pemberdayaan masyarakat untuk melindungi wilayah pesisir demi menjamin kelestarian alam di masa mendatang yang akan memberikan manfaat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Suku Kamoro yang berada di sekitar wilayah operasi perusahaan. Rehabilitasi mangrove ini sebagai upaya perusahaan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 30 persen di tahun 2030,” kata Gesang.
2. Restorasi mangrove bisa lewat infrastruktur hard structure

Guru Besar Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Undip, Prof Denny Nugroho Sugianto menuturkan melalui carbon sequestration, ekosistem mangrove mampu menyerap dan menyimpan karbondioksida dari atmosfer dalam jangka waktu yang lama.
“Upaya mempercepat restorasi mangrove perlu dilakukan melalui pendekatan infrastruktur hard structure, yang akan membantu proses sedimentasi, dan pada akhirnya membantu proses revegetasi mangrove di kawasan tersebut. Keberadaan hutan mangrove berkontribusi terhadap pengendalian perubahan iklim global,” kata Denny.
3. Rehabilitasi mangrove gagal karena tidak mengacu masalah dasar

Wakil Rektor IV Undip, Wijayanto menyampaikan “Melalui seminar nasional ini, dapat memberikan edukasi dan pemahaman kepada mahasiswa serta masyarakat terkait pentingnya peran hutan mangrove secara ekologi dan ekonomi.”
Mengingat nilai penting ekosistem mangrove baik secara fisik, ekologi maupun ekonomi, penggunaan vegetasi sangat diutamakan dalam rehabilitasi ekologi mangrove.
Menurut Dr Rudhi Pribadi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip, selama ini banyak kegiatan rehabilitasi mangrove yang gagal atau kurang berhasil karena pada saat pelaksanaannya tidak mengacu pada permasalahan dasar yang menyebabkan degradasi mangrove tersebut.
“Perlu dilakukan kajian terhadap faktor-faktor yang mendasari degradasi mangrove sebelum dilakukan upaya rehabilitasi,” ungkap Rudhi.