KMP Kerten, Bergerak Mandiri di Tengah Tantangan Modal dan Ritel

- Koperasi Merah Putih Kerten tidak menjual ritel untuk menjaga prinsip kebersamaan dan memutus rantai distribusi.
- Koperasi ini mandiri tanpa modal dari pemerintah, hanya memiliki modal awal Rp2,4 juta dari simpanan anggota.
- Koperasi bekerja sama dengan produsen nasional seperti Royco dan Wilmar untuk menyuplai produk ke UMKM dan toko-toko kecil di sekitar Kecamatan Kerten.
Surakarta, IDN Times — Di tengah gempuran usaha ritel modern dan minimarket yang semakin menjamur, Koperasi Merah Putih Kecamatan Kerten tetap berupaya mempertahankan jati dirinya sebagai wadah ekonomi masyarakat.
Meski tergolong baru dan bermodal kecil, koperasi yang diketuai Edi Suhardi ini diresmikan pada bulan Juli 2025 lalu, dan hingga kini terus melangkah pelan tapi pasti, dengan semangat kemandirian dan prinsip kebersamaan.
1. Menjaga Prinsip: Tak Ingin Bersaing dengan UMKM.

Koperasi Merah Putih Kerten memilih untuk tidak membuka toko ritel sendiri. Keputusan ini bukan karena keterbatasan tenaga atau lokasi, melainkan bentuk kepedulian terhadap pelaku UMKM dan warung sekitar.
“Kami berusaha tidak menjual ritel karena di sekitar banyak warung dan toko kecil. Kalau koperasi ikut jualan ritel, nanti bersaing harga dan bisa menimbulkan keluhan. Kami tidak mau itu terjadi,” kata Edi saat ditemui di kantor Kelurahan Kerten, Laweyan, Solo, Rabu (15/10/2025).
Ia mengatakan, sebagai gantinya, koperasi lebih fokus menjadi penyuplai produk bagi toko-toko dan pelaku UMKM di wilayah sekitar. Dengan cara itu, koperasi berperan menjaga keberlangsungan usaha masyarakat sekaligus menjalankan salah satu misi utama Presiden, yaitu memutus rantai distribusi yang terlalu panjang.
“Kami masih memegang prinsip apa yang diinstruksikan Presiden, yaitu memutus rantai distribusi. Jadi kami mengambil produk langsung dari produsen dan menyalurkan ke toko-toko UMKM,” jelasnya.
Namun, prinsip itu juga membawa tantangan tersendiri. Sistem pembayaran tempo dari produsen sering kali membuat koperasi harus berhati-hati dalam mengatur arus kas, apalagi jika barang belum terjual seluruhnya. “Pada awal-awal kami berjalan, kerja sama cukup banyak. Tapi belakangan ini memang agak menurun, terutama karena kendala modal,” jelasnya.
Menurutnya, keterbatasan modal membuat koperasi harus lebih selektif dalam menjalankan kerja sama dengan pihak luar. Di awal berdiri, hampir semua transaksi dengan pemasok dilakukan dengan sistem bayar di muka (cash). Namun, seiring waktu dan kepercayaan yang terbangun, kini beberapa mitra sudah memberikan kesempatan pembayaran tempo.
“Awalnya dulu seperti kerja sama dengan Pedaringan, itu harus bayar dulu. Tapi akhir-akhir ini sudah bisa tempo. Jadi lebih longgar,” jelasnya.
2. Modal Mandiri, Tanpa Penyertaan Pemerintah.

Meski namanya besar membawa semangat merah putih koperasi ini berdiri di salah satu ruangan kantor kelurahan berukuran 1,5x3, dikantor tersebut hanya terdapat beberapa barang yang nantinya akan didistribusikan ke para UMKM. Edi mengaku kabar penyertaan modal dari pemerintah pusat sempat memberikan harapan. Dimana beredar mengenai bantuan dana 3–5 miliar rupiah dari pemerintah melalui Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), namun ternyata kabar tersebut tak sesuai harapan.
“Informasi yang valid, ternyata dana itu bukan hibah, tapi pinjaman jangka 6–8 tahun dengan bunga 6 persen. Syaratnya pun banyak, harus ada legalitas lengkap, usaha jalan, dan disetujui wali kota kalau di kota. Jadi tidak semua koperasi bisa mengakses,” kata Edi.
Untuk itu, Koperasi Merah Putih Kerten benar-benar mengandalkan kekuatan sendiri. Modal awal koperasi hanya Rp2,4 juta, yang dikumpulkan dari simpanan pokok sebesar Rp50 ribu dan simpanan wajib Rp10 ribu dari para anggota.
Hingga kini, koperasi memiliki 52 anggota terdaftar, dengan 7 pengurus dan 3 pengawas yang aktif. “Kami ini koperasi baru, tapi sudah mulai jalan. Modal awal kecil, tapi semangat besar. Kami kerja sama dengan beberapa perusahaan untuk suplai ke UMKM, seperti produk bumbu masak dan kebutuhan pokok,” ujarnya.
3. Kerja Sama dengan Produsen Nasional

Meski masih berkembang, koperasi ini sudah menggandeng beberapa produsen besar seperti Royco, Wilmar, dan Pedaringan. Produk-produk tersebut kemudian disuplai ke toko-toko kecil di wilayah sekitar Kecamatan Kerten.
“Kami suplai ke beberapa UMKM dan toko-toko yang membutuhkan produk bumbu masak dan kebutuhan harian. Harapannya bisa menekan harga dan memperpendek jalur distribusi,” kata Edi.
Sebagai koperasi yang lahir dari semangat kebersamaan warga, Edi berharap lebih banyak masyarakat Kerten mau bergabung menjadi anggota. Ia meyakini, semakin besar jumlah anggota, semakin kuat pula koperasi untuk berkembang dan menghadapi tantangan pasar.
“Harapan kami, seluruh warga bisa ikut bergabung,” ujarnya.
Bagi Edi, koperasi bukan sekadar badan usaha, melainkan wujud dari nilai gotong royong ekonomi. Di tengah ekonomi yang dikuasai pasar besar, koperasi menjadi benteng terakhir bagi masyarakat kecil untuk bertahan dan berkembang bersama.