SAJAKA: Desa Bijak Antibiotik yang Ubah Wajah Kesehatan Indonesia

- Program Desa Bijak Antibiotik (SAJAKA) meningkatkan kesadaran masyarakat dan tenaga kesehatan tentang penggunaan antibiotik secara bijak.
- Program diperluas ke empat desa tambahan di Kecamatan Kediri, memungkinkan program menjangkau lebih banyak komunitas dan memperbaiki strategi edukasi.
- Resistansi antimikroba menjadi ancaman serius bagi kesehatan global, SAJAKA menjadikan Desa Bengkel di Tabanan, Bali sebagai pilot project.
Program Desa Bijak Antibiotik atau SAJAKA mencatat keberhasilan yang signifikan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan tenaga kesehatan mengenai penggunaan antibiotik secara bijak. Sejak diluncurkan pada Juli 2022, program tersebut telah berkembang pesat, menjangkau lebih banyak desa dan menciptakan dampak nyata dalam upaya mengatasi resistansi antimikroba (antimicrobial resistance/ AMR) di Indonesia.
Program SAJAKA hadir sebagai langkah nyata untuk melawan ancaman tersebut melalui pendekatan lintas sektoral berbasis komunitas.
1. AMR merupakan pandemik senyap yang mengancam dunia

Pada tahun 2024, dengan dukungan Pfizer Indonesia, program itu diperluas ke empat desa tambahan di Kecamatan Kediri, yaitu Buwit, Nyitdah, Belalang, dan Pejaten. Perluasan memungkinkan program menjangkau lebih banyak komunitas, memperbaiki strategi edukasi, dan mengadaptasi pendekatan berdasarkan kebutuhan lokal.
Kepala Desa Nyitdah, Dewa Putu Alit Artha menyatakan, program tersebut telah membawa manfaat besar bagi masyarakat desanya. Ia mengusulkan adanya program-program lain yang berfokus pada pola hidup bersih dan sehat untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
“Melalui sosialisasi dan edukasi yang melibatkan kader posyandu dan tenaga kesehatan, pola pikir masyarakat mulai berubah. Mereka lebih bijak dalam menggunakan antibiotik. Bidan desa juga aktif terlibat dalam kegiatan seperti posyandu balita, ibu hamil, dan senam lansia,” ungkapnya.
2. Diam-diam menjadi pandemik
Resistansi antimikroba kini menjadi ancaman serius bagi kesehatan secara Global. WHO mencatat pada 2019, AMR menyebabkan 1,27 juta kematian langsung di seluruh dunia, dengan proyeksi meningkat hingga 10 juta kematian per tahun pada 2050 jika tidak segera ditangani.
Diprakarsai oleh One Health Collaboration Center (OHCC) Universitas Udayana dan Indonesia One Health University Network (INDOHUN), SAJAKA menjadikan Desa Bengkel di Tabanan, Bali sebagai pilot project.
“Kami melihat resistansi antimikroba sebagai ‘pandemik senyap’ yang butuh perhatian khusus, terutama di tingkat desa, tempat pola penggunaan antibiotik sering kali tidak sesuai,” ujar Koordinator Udayana One Health Collaboration Center (OHCC), Prof Ni Nyoman Sri Budayanti.
3. Kolaborasi lintas sektor untuk masa depan

Kolaborasi erat antara berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan sektor swasta, menjadi contoh konkret bagaimana pendekatan berbasis masyarakat dapat diterapkan secara efektif.
“Pendekatan ini menunjukkan bahwa model bottom-up dapat menjadi solusi ampuh untuk mengatasi AMR, terutama di tingkat desa. Program seperti SAJAKA seharusnya diadopsi oleh daerah lain di Indonesia,” tambah Prof. Budayanti.
Sementara itu, Pfizer Indonesia memainkan peran penting dalam mendukung pelaksanaan program itu. Dukungannya berupa arahan strategis dan pendanaan menunjukkan komitmen perusahaan dalam upaya penanganan AMR.
“Keterlibatan kami di SAJAKA adalah bagian dari upaya berkelanjutan untuk mendukung kesehatan masyarakat di semua level, mulai dari keluarga hingga komunitas desa. Ini sejalan dengan visi kami untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia,” tandas Senior Manager, Global Policy and Public Affairs, Pfizer Indonesia, Khoirul Amin.
